Program dana pensiun di luar kantor, seberapa perlu?

Kamis, 19 September 2019 | 21:47 WIB   Reporter: Dikky Setiawan
Program dana pensiun di luar kantor, seberapa perlu?

ILUSTRASI. Ilustrasi Tabungan Pensiun


EVALUASI KEUANGAN -Sudah beberapa bulan terakhir ini, kesibukan Muhammad Latif semakin bertambah. Waktu libur bekerjanya pada hari Sabtu dan Minggu ia gunakan untuk mencari penghasilan tambahan sebagai pengemudi taksi online. Sedianya, pria berusia 53 tahun itu akan memanfaatkan uang dari penghasilan tambahan itu untuk tabungan di hari tua. 

Maklum, kurang dari dua tahun dari sekarang, karyawan di salah satu perusahaan swasta ini akan memasuki masa pensiun. Padahal, dalam dua tahun ke depan setelah pensiun bekerja, pria yang akrab disapa Latif itu masih harus membiayai dua orang anaknya yang masih menempuh pendidikan di sekolah menengah atas dan sekolah menengah pertama.
 
Menurut Latif, ia terpaksa mencari penghasilan tambahan lantaran tunjangan dana pensiun yang didapat dari kantornya belum cukup. “Kalau dihitung, dana pensiun yang saya dapat dari kantor belum bisa menutupi kebutuhan sehari-hari dan biaya pendidikan anak setelah pensiun,” ujarnya.
 
Kondisi itu, tentu, bukan hanya dirasakan oleh Latif. Sebagian besar masyarakat di negeri ini, memiliki mimpi dan harapan untuk menjalani kehidupan di hari tuanya dengan bahagia dan sejahtera. Itu sebabnya, demi mencapai tujuannya, seseorang harus mencari penghasilan sampingan untuk menambah tabungan hari tuanya.
 
Jika begitu, perlukah seorang karyawan yang telah memiliki tunjangan dana pensiun dari perusahaannya tempat bekerja, menambah program dana pensiun di luar kantor? 

Menurut Risza Bambang, perencana keuangan dan konsultan aktuaria dari Padma Raya Aktuaria, ada beberapa jenis manfaat pensiun yang dimiliki oleh seorang karyawan.

Pertama, nilai yang diberikan sekaligus (lump sum) dari iuran Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan yang akan diterima karyawan saat mencapai usia pensiun. JHT BPJS Ketenagakerjaan ini ialah progam wajib sesuai Undang-Undang  (UU) SJSN. Biasanya, iuran JHT disetor secara gotong royong oleh perusahaan dan karyawan. 
 
Kedua, nilai pensiun bulanan program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan yang akan diterima setelah pensiun. Iurannya ditanggung bersama oleh perusahaan dan karyawan.
 
Ketiga, nilai pesangon akibat mencapai usia pensiun, yang menjadi tanggung jawab penuh perusahaan. Ini program wajib sesuai UU Ketenagakerjaan.
 
Keempat, nilai program dana pensiun yang diselenggarakan oleh perusahaan, baik dalam bentuk DPPK atau iuran disetor ke DPLK. Iuran akan dibayar oleh perusahaan saja, atau ditambah dengan karyawan, tergantung kesepakatan. Namun, program ini bentuknya sukarela atau tidak wajib, berdasarkan UU Dana Pensiun.
 
Kelima, program kesejahteraan jangka panjang lainnya sesuai kebijaksanaan perusahaan atas kompetensi pasar untuk bersaing meraih atau mempertahankan karyawan terbaik.

Nah, kata Risza, berdasarkan market practice di Indonesia, kelima jenis manfaat pensiun di atas belum mencukupi untuk jadi pengganti pendapatan yang hilang setelah pensiun atau tidak kerja. “Kecil kemungkinan perusahaan bersedia menanggung nilai future value (FV) yang diperlukan karyawan di hari tuanya,” ujarnya.

Itu artinya, masih dibutuhkan tambahan dana untuk menambal gap (selisih) antara kebutuhan pensiun dengan total nilai FV tersebut. “Jika ada gap kekurangan dana pensiun, ini jadi beban dan tanggung jawab karyawan sendiri,” kata Risza.
 
Sependapat, Mohamad Andoko, perencana keuangan dari Oneshildt Financial Planning mengatakan, biasanya tunjangan dana pensiun dari perusahaan diberikan secara lump sum kepada karyawan saat memasuki usia pensiun 55 tahun. 
 
 
Masalahnya, usia harapan hidup seseorang rata-rata sampai usia 70 tahun. Dengan kata lain, masih ada sisa 15 tahun atau 180 bulan harapan hidup ke depan bagi seseorang setelah pensiun bekerja. “Nah, jika total uang dana pensiun yang didapat dari perusahaan dibagi 180 bulan, hasilnya mencapai nilai gaji bulanan terakhir Anda saat bekerja, tidak perlu menambah program dana pensiun di luar kantor,” kata Andoko.
 
Persoalannya, lanjut Andoko, faktanya selama ini dana pensiun dari perusahaan tidak mencukupi kebutuhan seseorang di masa pensiunnya. “Jadi, Anda harus menambah program dana pensiun sendiri di luar fasilitas kantor. Porsinya minimal 10% dari gaji bulanan,” imbuhnya.  

Hitungan Risza, FV atau nilai masa depan pensiun bulanan yang layak diperoleh oleh para pensiunan sekitar 75% dari nilai pengeluaran saat ini. Kenapa 75%? Sebab, seharusnya saat pensiun, tidak ada lagi beban biaya pendidikan anak dan cicilan utang. Tapi, ada tambahan biaya kesehatan karena risiko kesehatan akan meningkat.

Menurutnya, waktu yang tepat untuk menyiapkan dana pensiun di luar kantor adalah di saat Anda mulai bekerja di usia 25 tahun. Hal ini untuk mengurangi besarnya gap dana pensiun yang diberikan perusahaan. Pasalnya, nilai pengganti pendapatan yang diperlukan untuk menjalani hari tua sangat tinggi karena adanya inflasi.
 
Untuk menutup kekurangan dana pensiun dari perusahaan, Anda tidak harus ikut program dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) di tempat lain. Anda bisa juga menambahkan iuran pada DPLK di kantor. Asal Anda tahu, di Indonesia hanya ada dua lembaga yang dapat menyelenggarakan program dana pensiun DPLK, yakni bank dan perusahan asuransi. 
 
Nah, biasanya, tingkat pengembalian hasil produk dana pensiun DPLK moderat, sama dengan deposito atau obligasi. Dus, selain di DPLK, Anda bisa menambah dana pensiun di luar kantor dengan berinvestasi di tempat lain yang memberi imbal hasil lebih tinggi.
 
“Contoh berinvestasi di properti atau logam mulia (emas). Kenaikan harga properti semisal rumah atau logam mulia lebih tinggi dari inflasi,” saran Risza.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 4 Tampilkan Semua
Editor: Dikky Setiawan
Terbaru