KONTAN.CO.ID - Harga emas terus menanjak dan kembali menorehkan rekor tertinggi pada Jumat (17/10/2025), memperpanjang tren penguatan yang belum menunjukkan tanda-tanda melambat.
Sebagaimana diberitakan Kompas.com, PT Aneka Tambang Tbk (Antam) mencatat kenaikan harga sebesar Rp 78.000 per gram, hingga menyentuh Rp 2.485.000 per gram.
Itu merupakan lonjakan harian tertinggi dalam beberapa bulan terakhir.
Sementara itu, harga buyback emas Antam juga ikut naik Rp 78.000 menjadi Rp 2.334.000 per gram.
Kenaikan tajam ini sejalan dengan penguatan harga emas dunia yang kini menembus level US$ 4.300 per ounce, atau sekitar Rp 70,95 juta per ounce.
Faktor Pendorong Lonjakan Harga
Para analis menilai, lonjakan harga emas kali ini dipicu oleh kombinasi berbagai faktor global — mulai dari meningkatnya ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China, ancaman shutdown pemerintahan AS, hingga ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Federal Reserve.
Dalam beberapa bulan terakhir, logam mulia ini terus menguat secara konsisten, memperkokoh posisinya sebagai aset lindung nilai (safe haven) di tengah ketidakpastian ekonomi dan geopolitik dunia.
Baca Juga: Harga Emas Cetak Rekor, Investor Mulai Galau — Terlambatkah Jika Mau Beli Sekarang?
Namun, muncul pertanyaan penting: apakah lonjakan harga ini wajar atau justru anomali pasar yang berisiko mengalami koreksi tajam?
“Investor Sedang Takut, dan Emas Jadi Pelarian”
Menurut ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Eddy Junarsin, lonjakan harga emas dunia kali ini adalah reaksi alami terhadap meningkatnya risiko global.
“Ketika ketidakpastian meningkat, investor cenderung memindahkan uangnya ke aset aman seperti emas dan perak sebagai store of value,”
ujarnya kepada Kompas.com, Senin (20/10/2025).
Eddy menilai, kenaikan harga emas mencerminkan kegelisahan pasar akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia dan meningkatnya kebijakan proteksionis seperti tarif impor dan perang dagang.
Kondisi ini diperburuk oleh ketegangan geopolitik di berbagai kawasan, mulai dari Timur Tengah hingga perang yang belum berakhir di Ukraina.
“Perekonomian global sedang galau karena pertumbuhan melambat dan kebijakan proteksionis di mana-mana,”
jelasnya.
Baca Juga: 10 Negara Penghasil Emas Terbesar di Dunia, Indonesia Salah Satunya