INVESTASI REKSADANA - JAKARTA. Pandemi virus korona (Covid-19) berdampak negatif terhadap kinerja reksadana. Hal ini tercermin dari data yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Di mana total nilai aktiva bersih (NAB) atau dana kelolaan industri reksadana nasional per akhir September 2020 mencapai Rp 510,14 triliun. Angka ini menurun lebih dari 5% dibandingkan akhir Desember 2019 yang mencapai Rp 542,2 triliun.
Hampir semua jenis dan produk reksadana mengalami penurunan dana kelolaan. Reksadana saham tercatat mengalami penurunan terdalam sebanyak 35,5%.
Hanya reksadana pasar uang yang berhasil tumbuh positif 6,1% dibanding Desember 2019, dengan jumlah dana kelolaan per September 2020 mencapai Rp 75,8 triliun. Namun, angka itu memang turun sekitar 3,3% dibanding dana kelolaan bulan Agustus 2020.
“Efek pemberlakuan kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB) membuat dana kelolaan reksadana pasar uang ikut turun,” ujar Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana.
Kendati dana kelolaan turun, reksadana pasar uang tetap menjadi alternatif, terutama bagi pemodal besar, untuk memarkir dananya sementara. Pasalnya, potensi imbal hasilnya bisa di atas bunga deposito perbankan yang cenderung turun sejak 2019 silam.
Reksadana ini membukukan rata-rata return 3,60% per September lalu, Selain imbal hasil, produk reksadana ini juga memiliki beberapa keunggulan lain.
Beda dengan deposito, reksadana pasar uang memiliki likuiditas tinggi. Subscription (pembelian unit reksadana) ataupun redemption (penjualan kembali unit reksadana) dapat dilakukan kapanpun tanpa biaya.
Komplementer deposito
Dengan kelebihannya itu, reksadana pasar uang paling tepat dipilih untuk jangka pendek. Reksadana tersebut juga bisa menggantikan atau komplementer terhadap deposito.
Artinya, bila investor merasa saat ini deposito terlalu kecil return-nya, maka sebagian atau seluruh dananya bisa parkir di pasar uang.
“Jangka waktu investasinya juga sangat fleksibel serta potensi hasil investasi yang lebih baik dari deposito,” ujar Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen, Yulius Manto.
Selain itu, reksadana pasar uang juga cocok bagi investor tipe risk taker karena bisa digunakan untuk parkir sementara, menunggu momen yang tepat masuk ke pasar saham atau reksadana campuran atau saham.
"Karena itu bisa untuk semua kalangan dan direkomendasikan untuk orang yang pertama memulai investasi reksadana," ujar Rudiyanto, Direktur Panin Asset Management (PAM).
Hambatannya lebih ke kinerja karena tingkat suku bunga deposito di perbankan terus menurun, sehingga mempengaruhi imbal hasil reksadana pasar uang.
Namun demikian, ia memprediksi kinerja reksadana pasar uang, baik dana kelolaan maupun imbal hasil kemungkinan tetap akan positif sampai akhir tahun.
Kalau berkaca lima tahun ke belakang, banyak produk reksadana pasar uang yang berhasil mencetak imbal hasil di atas 30%. Sebut saja, Batavia Dana Kas Maxima yang berhasil mencetak return lima tahunan 32,85%.
Produk reksadana ini menempati peringkat keempat reksadana pasar uang periode lima tahun di kelas dana kelolan jumbo versi Bareksa-Kontan-OVO 4th Fund Awards 2020.
Lalu, ada Panin Dana Likuid yang menempati peringkat kedua kategori reksadana pasar uang kelas NAB menengah. Produk besutan PT Panin Asset Management (PAM) ini berhasil mencetak imbal hasil total 31,43%. Ada imbal hasil sepanjang tahun ini sudah mencapai 5,36% per 16 Okober.
Nah, sebagai bahan pertimbangan Anda memilih, berikut strategi sejumlah produk yang masuk lima besar reksadana pasar uang periode lima tahun terbaik versi Bareksa:
Batavia Dana Kas Maxima
Produk besutan PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen ini berhasil mencetak imbal hasil selama lima tahun di angka 32,85%, atau rerata per tahunnya mencapai 6,49%.
Sementara tahun ini, Batavia memperkirakan potensial return tahun ini di kisaran 5,1% hingga 5,7% dengan target dana kelolaan di kisaran Rp 5 triliun.
Untuk mencapai target imbal hasil tersebut, Batavia Prosperindo Aset manajemen bakal menempatkan kelolaan produknya ke deposito dan obligasi. Untuk obligasi korporasi pihaknya memilih obligasi yang mendapatkan rating AAA dari PT pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo).
Reksadana BDKM menaruh portofolio investasinya, baik di deposito maupun obligasi yang jatuh temponya kurang dari setahun.
“Pilihan untuk porsi surat utang yang akan jatuh tempo kurang dari 1 tahun lagi berasal dari sektor-sektor emiten yang kami anggap resilient selama kondisi pandemi Covid-19,” ujar Yulius.
BDKM diluncurkan 20 Februari 2007. Bagi yang berminat bisa menggenggam produk ini dengan minimal pembelian Rp 100.000. Hingga kini, BDKM sudah mengempit dana kelolaan Rp 5 triliun.
Panin Dana Likuid
Sama dengan BDKM, produk reksadana besutan PAM ini juga fokus melakukan diversifikasi penempatan pada instrumen pasar uang dan pasar utang dalam negeri yang mempunyai jatuh tempo kurang dari 1 tahun.
Strategi itu dilakukan guna menurunkan tingkat risiko agar tetap mampu memberikan pertumbuhan investasi yang relatif stabil. “Kebijakan investasinya adalah kombinasi pada obligasi jangka pendek dan deposito,” ujar Rudiyanto.
Saat ini Panin Dana Likuid lebih berorientasi pada likuiditas, sehingga memilih bank besar dalam openepatan deposito. Akibatnya secara imbal hasil mungkin agak kurang kompetitif.
Dari sisi redemption, secara aturan adalah pembayaran maksimal T+7. "Dalam reksadana ini, kami mengupayakan T+1 sudah masuk ke rekening nasabah," ujarnya.
Produk yang ditawarkan 23 Juli 2012 ini sudah mengempit dana kelolaan Rp 448,35 miliar. Nasabah bisa membeli produk ini dengan minimal investasi Rp 250.000.
Baca Juga: Inilah 50 Produk Reksadana Ciamik dengan Reputasi Baik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News