KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kalau Anda sering mencari tip-tip investasi atau bocoran peluang cuan di pasar keuangan dari TikTok, hati-hatilah. Sebuah riset menemukan, sebagian besar saran investasi yang ada di TikTok adalah saran investasi yang buruk.
Riset tersebut dipublikasikan oleh DayTrader.com, situs yang menyediakan informasi dan edukasi bagi investor individu, pada 25 September lalu. Hasil riset DayTrader.com tersebut mendapati, 70% konten finansial di TikTok menyesatkan.
DayTrader melakukan riset di periode September. “Tujuannya adalah mendapatkan daftar final selama September 10 TikTok yang menyediakan kombinasi realistis apa yang dilihat oleh investor ritel dan melakukan analisis detail,” kata James Barra, editor riset tersebut dari DayTrader.com, kepada Business Insider, Senin (29/9).
Untuk mendapatkan hasil tersebut, DayTrader.com menelisik tagar popular di TikTok. Tentu saja, akun yang diriset adalah akun berbahasa Inggris. Tagar yang diteliti antara lain #StockTok, #FinTok, #FinanceTok, dan #CryptoTok.
Baca Juga: Tips Investasi Theodora V. N. Manik: Tidak Buru-Buru Investasi Tanpa Pahami Risiko
Riset ini memfokuskan pada video yang memenuhi tiga kriteria, hitungan view yang tinggi, menyertakan klaim finansial yang jelas, serta membicarakan perpaduan tema investasi dan keuangan.
Masing-masing video kemudian diberi peringkat A sampai F. Peringkat A untuk yang mendapat nilai paling bagus, sementara F berarti paling buruk.
Hasil dari penelitian tersebut mendapati, sekitar 70% video yang diteliti mendapat nilai di bawah B. Artinya, video-video tersebut dianggap menyesatkan.
Riset tersebut juga mendapati banyak video tidak menyertakan disclaimer risiko. Terkait poin ini, 30% video mendapat nilai F. Hanya 10% video yang mendapat nilai A.
Selain itu, riset ini mendapati banyak video melakukan penyederhanaan terhadap masalah. Ada 60% video yang mendapat nilai D hingga F, karena terlalu menyederhanakan masalah.
Baca Juga: Bos Hartadinata Sandra Sunanto Lebih Suka Investasi Emas Batangan, Ini Alasannya
Terkait akurasi, 40% video mendapat nilai C, 30% dinilai D, hanya 20% mendapat nilai A. Selain itu, hanya ada 20% video yang dianggap memiliki nilai edukasi.
Paul Holmes, penulis riset, menyebut, kebanyakan video hanya tertarik mendapatkan klik, suka, serta tentu saja mendapat duit. “Tapi kalau mereka harus memakai saran yang mereka berikan, apa mereka akan melakukannya juga?,” tanya Holmes.
Holmes menyebut, para pembuat konten yang membahas saham seringkali berfokus pada perusahaan teknologi terkemuka dan saham meme. Selain itu, sebagian besar video yang ia tonton berfokus pada kripto, seringkali token meme, dan aset digital yang kurang dikenal.
Selanjutnya: Dorong Literasi Keuangan Generasi Muda, Bank Jakarta Dukung Abang None
Menarik Dibaca: Rekor Lagi, Harga Emas Mencapai Level US$ 3.799 per troi ons
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News