Kini investor ritel bisa berinvestasi di UMKM dan startup, begini caranya

Kamis, 14 Oktober 2021 | 13:47 WIB   Reporter: Noverius Laoli
Kini investor ritel bisa berinvestasi di UMKM dan startup, begini caranya

ILUSTRASI. Kini investor ritel bisa berinvestasi di UMKM dan startup, begini caranya


INVESTASI -  JAKARTA. Berwirausaha sudah menjadi bagian dari kegiatan ekonomi sebagian masyarakat Indonesia. Saat ini tercatat lebih dari 65 juta UMKM tersebar di seluruh Indonesia. Secara rasio nilainya adalah 3,47%. 

Meskipun mengalami peningkatan hampir dua kali lipat selama dua tahun terakhir, namun angka tersebut masih relatif rendah, bahkan jika dibandingkan dengan negara tetangga kita di Asia Tenggara, yaitu Singapura sebesar 8,76%, Malaysia 4,74 %, dan Thailand 4,26%. Idealnya, tingkat entrepreneurship, jika berkaca pada negara-negara maju adalah sebesar 10%-14%.

Ironisnya, mortality rate UMKM mencapai 60% dalam tiga tahun pertama, padahal UMKM merupakan penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar di Indonesia. Banyak faktor yang menyebabkan UMKM tidak mampu mempertahankan bisnisnya, salah satu yang paling signifikan disebabkan oleh keterbatasan dana. 

Mengutip siaran pers FundEx, Kamis (14/10), berdasarkan data dari Price waterHouse Cooper (PwC) pada 2019, 74% atau sekitar 47 juta UMKM di Indonesia belum mendapatkan akses pembiayaan. Hal ini menunjukkan bahwa inklusi keuangan UMKM masih tergolong rendah.

Baca Juga: Sudah Ada Asosiasi, Jumlah Pelaku Industri Urun Dana Bisa Bertambah

Keterbatasan dana juga menjadi masalah bagi startup yang baru saja tumbuh. Masalah dana ini memperoleh peringkat kedua dari 20 alasan mengapa startup gagal, berdasarkan data dari CB Insight tahun 2019. Bahkan, mortality rate startup mencapai angka 90% pada fase awal perkembangannya (seed). 

Ada kesamaan persoalan yang dihadapi para pebisnis UMKM dan startup, yaitu belum mampu mendapatkan akses pendanaan yang mudah dan inklusif.

FundEx hadir sebagai solusi yang menghubungkan para pebisnis (investee) dengan pemodal (investor), melalui sistem investasi securities crowdfunding, yaitu penawaran efek melalui layanan urun dana berbasis teknologi informasi. 

Per tanggal 6 September 2021, PT Dana Investasi Bersama (FundEx) resmi mendapatkan izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan keputusan nomor KEP-51/D.04/2021.

Melalui FundEx, bisnis bisa mendapatkan pendanaan mulai dari Rp 1 miliar hingga Rp 10 miliar. Pendanaan ini akan memberikan kemudahan bagi bisnis untuk melakukan riset yang lebih baik, mengembangkan produk secara lebih cepat, serta melakukan pemasaran yang lebih masif.

Dampaknya, bisnis dapat bertumbuh dengan pesat, dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Lalu bagaimana peran masyarakat dalam mendukung bisnis karya anak bangsa ini? Melalui FundEx, masyarakat luas dapat berinvestasi pada berbagai jenis bisnis dengan potensi pertumbuhan yang baik. 

Baca Juga: Penuhi ketentuan OJK, ALUDI jadi asosiasi fintech equity crowdfunding

Masyarakat sebagai investor ritel akan mendapatkan kepemilikan saham dari bisnis yang berupa startup, sehingga berpeluang memperoleh dividen bahkan
capital gain yang bersifat eksponensial. 

Sementara dari bisnis yang berupa UMKM, seperti misalnya bisnis kos-kosan, bisnis restoran, atau bisnis minimarket, akan mendapatkan dividen sharing secara rutin, setidaknya satu tahun sekali. Ada pula bisnis yang berupa proyek, di mana investor ritel akan memperoleh pembagian hasil dari profit yang proyek tersebut dapatkan.

Setiap jenis bisnis memiliki instrumen investasi yang berbeda. Ada yang bersifat ekuitas, ada pula yang bersifat utang. Untuk berinvestasi pada startup dan UMKM, investor ritel dapat membeli saham, yang termasuk ke dalam efek bersifat ekuitas (EBE). 

Lain halnya dengan bisnis yang berjenis proyek, instrumen investasinya berupa obligasi dan sukuk, yang merupakan efek bersifat utang (EBU). Dengan tiga instrumen investasi yang FundEx tawarkan ini, masyarakat dapat memiliki diversifikasi investasi dalam satu platform yang sama. 

Dalam  sekali kunjungan ke website fundex.id, investor dapat memilih investasi yang cocok dengan profil risiko masing-masing.

Agung Wibowo, CEO FundEx, mengatakan OJK menyadari bahwa tipikal SCF ini merupakan bisnis yang medium-high dari sisi risikonya. Untuk meminimalisasi risiko, di POJK sendiri dinyatakan bahwa mereka yang memiliki penghasilan kurang dari Rp 500 juta/tahun, hanya bisa menginvestasikan 5% dari seluruh penghasilan tahunannya. 

Baca Juga: Harga saham BBCA hingga Kamis (14/10) siang masih mendaki, bagaimana prospeknya?

Sedangkan untuk mereka yang sudah memiliki penghasilan di atas Rp 500 juta/tahun bisa menginvestasikan lebih dari 5%, maksimal 10% dari penghasilannya per tahun. Itu aturan yang dibuat OJK untuk mitigasi risiko. 

"Setelah resmi mengantongi izin usaha dari OJK, FundEx akan melangsungkan acara Grand Launching yang bertajuk “Indonesia StepUp", ujarnya dalam siaran pers, Kamis (14/10).

Tentunya grand launching ini akan menguatkan komitmen dan mempercepat langkah FundEx untuk menciptakan ekosistem pendanaan dan investasi yang inklusif, sehingga dapat memantik munculnya bisnis-bisnis baru yang potensial, baik itu startup maupun UMKM. Pada akhirnya, semua upaya ini akan berdampak pada kebangkitan ekonomi Indonesia di masa depan.

Selanjutnya: Harga saham BBCA melaju usai stock split, investor harus apa?

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Noverius Laoli

Terbaru