Sementara terkait kinerja obligasi, Reza menilai tertekannya obligasi pemerintah pada awal tahun ini dipicu oleh kenaikan yield dari US Treasury. Selain itu, pelemahan yang terjadi di rupiah pada akhirnya semakin membuat investor asing memutuskan untuk sell off di obligasi Indonesia.
Ke depan, untuk itu Reza meyakini investor sebaiknya wait and see terlebih dahulu untuk pasar obligasi. Ia melihat pasar saham yang akan punya prospek lebih menarik. Apalagi, proses vaksinasi yang terus berjalan dan mulai menurunnya angka penularan Covid-19 dapat menjadi katalis positif.
Baca juga: Sarimelati (PZZA) optimistis tidak restrukturisasi utang meski terdampak pandemi
Belum lagi, program-program stimulus ekonomi baik dari dalam negeri maupun global masih akan terus dilakukan. Dengan adanya omnibus law dan SWF juga akan memicu investor asing untuk masuk ke pasar saham. Reza optimists, berbagai faktor tersebut dapat mengerek IHSG naik ke level 6.700 pada akhir tahun ini.
“Saham-saham siklikal, lalu saham yang terpengaruh oleh pemulihan ekonomi seperti sektor konsumer menarik untuk dipertimbangkan. Belum lagi, saham dari sektor properti dan otomotif yang terkena dampak positif dari stimulus pajak. Lalu, saham-saham yang mendukung bisnis digital dan ESG (Environmental, Sustainable, dan Governance) juga cukup menarik,” imbuh Reza.
Dengan kondisi saat ini, Reza merekomendasikan susunan portofolio dapat dibagi menjadi 60% pada reksadana saham, 25% reksadana pasar uang, serta 15% reksadana campuran atau pendapatan tetap.
Selanjutnya: Rekomendasi saham ASII di tengah insentif pajak PPnBM hingga 0 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News