Finansial sandwich generation, terjepit antara anak dan orang tua, simak solusinya

Kamis, 23 Juli 2020 | 08:05 WIB   Reporter: Ahmad Febrian
Finansial sandwich generation, terjepit antara anak dan orang tua, simak solusinya


MENATA KEUANGAN - JAKARTA.  Anda pernah mendengar istilah sandwich generation? Sebutan ini disematkan kepada mereka yang harus mencukupi kebutuhan ekonomi banyak pihak dalam waktu bersamaan. Yaitu kebutuhan diri sendiri, keluarga inti dan orang tua. 

Generasi sandwich ini banyak dijumpai  di negara berkembang. Termasuk Indonesia yang nilai-nilai kekerabatannya sangat kuat.

Senior Manager Business Development Sequis Life, Yan Ardhianto Handoyo mengatakan memutuskan pola sandwich generation bukan persoalan mudah. Jika harus terjadi, tidak perlu juga disesalkan. 

Hal yang harus dilakukan adalah mengelola pendapatan sebaik mungkin, bergaya hidup sederhana agar masih dapat menabung dan berinvestasi.  Yan mengakui, terjepit di antara dua kewajiban finansial sebagai seorang sandwich generation bukan hal mudah. Tapi tidak dapat juga dihindari. 

Anda perlu mengomunikasikan batasan pertanggungan. Misalnya pos-pos pengeluaran apa saja dan jumlah yang sanggup Anda penuhi, mengajak keluarga lain  bersama-sama membantu menanggung kehidupan orang tua, dan mengajak semua anggota keluarga berkomitmen hidup hemat. 

Jika bisa berbagi tugas menanggung biaya hidup orang tua bersama anggota keluarga lain tentunya akan meringankan tanggungan Anda. “Namun, harus diingat kerja sama tersebut tetap bergantung kepada kemampuan finansial masing-masing. Tidak perlu memaksakan kontribusi kakak atau adik apabila kondisi keuangan mereka juga sedang sulit,” ujar Yan, dalam penjelasan tertulis, pekan lalu. 

Mengapa komunikasi finansial ini penting? 

Komunikasi mengenai finansial sangat penting. Jika tidak terbuka, bisa melahirkan persoalan baru. Misalnya Anda menjadi stres karena harus memikirkan sendiri persoalan. Selain itu bisa membuat kita berutang karena memaksakan diri menanggung biaya lebih dari kemampuan finansial diri.

Menurut Yan, jika Anda sudah membiayai kebutuhan listrik, belanja bulanan, dan pulsa telepon  tidak perlu membiayai pos-pos kebutuhan tersier. Seperti jalan-jalan atau belanja barang yang bukan kebutuhan pokok. 

Jika pengeluaran sedang meningkat, misalnya ada pembayaran uang masuk sekolah anak,  Anda perlu memberitahukan pada anggota keluarga lain soal ini… Seperti transferan ke orang uta berkurang. 

Hal selanjutnya  mengamankan pos-pos pengeluaran utama, yaitu kebutuhan rumah tangga seperti belanja bahan makanan, biaya listrik dan air, sekolah anak, transportasi, cicilan rumah, kendaraan, dan tagihan kartu kredit. 

Setelah itu, sisihkan dana untuk asuransi. Walaupun ada beberapa kasus gagal bayar,  asuransi adalah pelindung dari risiko hidup yang bisa mengganggu keuangan masa depan. Sisihkan sejumlah dana untuk investasi jangka panjang. 

Jika memiliki cicilan kartu kredit maka wajib dibayar sesuai besaran tagihan bukan pembayaran minimum. Bila menunda pembayaran cicilan dapat membuat tagihan bulan berikutnya menjadi lebih besar karena adanya tagihan berjalan dan sisa cicilan tagihan bulan lalu beserta bunga.

Mengenai belanja rumah tangga, Yan menyarankan  menerapkan prinsip wise spender. Apa maksudnya? 

Ia mencontohkan, bisa memanfaatkan diskon atau cashback atau belanja di tempat yang tidak jauh dari rumah untuk menghemat biaya transportasi. Sebelum berbelanja sebaiknya catat apa yang dibutuhkan. Sehingga saat belanja bisa fokus pada catatan. Sebaiknya tidak mengajak anak belanja agar tidak menambah pengeluaran. Ingatlah, dana belanja tidak harus habis saat itu juga,” sebutnya.

Sandwich generation  dihadapkan pada kewajiban menghidupi keluarga danorang. Tapi juga memastikan diri mereka sendiri  terlindungi dari berbagai risiko kehidupan terutama kebutuhan kesehatan.

Menjaga kesehatan dapat dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan gizi, cukup beristirahat, berolahraga teratur, menghindari stres, dan menjaga kebersihan lingkungan. Tapi sakit tetaplah menjadi risiko yang datangnya tidak kita ketahui. Cara  menanggulangi risiko tersebut adalah dengan memiliki asuransi jiwa dan kesehatan.

Siapa yang harus dilindungi terlebih dahulu? Tentunya Anda sebagai tulang punggung keluarga haruslah memiliki asuransi jiwa. Jika terjadi risiko kehidupan, seperti kecelakaan, sakit atau meninggal dunia maka mereka yang menjadi tanggungan Anda masih dapat tetap melanjutkan hidup karena ada sejumlah uang yang berasal dari Uang Pertanggungan (UP) polis Anda.

Sedangkan asuransi kesehatan sebaiknya dimiliki semua anggota keluarga. Memiliki BPJS sebagai fasilitas kesehatan dasar untuk keluarga tentu akan meringankan beban keluarga. “Tetapi sayangnya tidak semua biaya pengobatan menjadi tanggungan BPJS terutama jika menderita sakit parah sehingga perlu memiliki asuransi kesehatan tambahan agar keuangan keluarga tidak tergerus,” imbuh Yan. 

Dengan disiplin menerapkan tata kelola keuangan keluarga, berkomunikasi, dan terbuka dengan anggota keluarga lain serta memiliki asuransi jiwa dan kesehatan,  beban sandwich generation menjadi tidak terlalu berat. Jangan menunda untuk berasuransi dan berinvestasi selagi sehat dan produktif," terang Yan.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: Ahmad Febrian

Terbaru