HARGA BITCOIN - NEW YORK. Markus Thielen, kepala penelitian di penyedia layanan kripto Matrixport dan pendiri portal analitik DeFi Research mengatakan, momentum bullish Bitcoin (BTC) kemungkinan akan tetap berlangsung hingga menjelang akhir tahun.
Melansir CoinDesk, dia memprediksi, kondisi tersebut akan mengangkat harga Bitcoin hingga mencapai US$ 40.000.
“Bitcoin akan mencapai US$ 40.000 – bahkan US$ 45.000 – pada akhir tahun ini,” kata Thielen dalam catatan yang dibagikan kepada CoinDesk.
Dia mengutip posisi option market dan ekspektasi Federal Reserve (Fed) yang dovish sebagai katalis untuk kenaikan harga Bitcoin yang berkelanjutan.
Mata uang kripto tersebut sudah meningkat lebih dari dua kali lipat tahun ini, dengan harga naik hampir 40% dalam empat minggu terakhir saja.
Kondisi bullish baru-baru ini mendorong permintaan call options atau derivatif, memberikan pembeli hak untuk mengeksekusi aset dasarnya pada harga yang telah ditentukan nantinya.
Menurut Thielen, meningkatnya permintaan akibat taruhan bullish telah membuat beberapa pelaku pasar, terutama penentu pasar, yang selalu berada di sisi berlawanan dari perdagangan klien, terpapar pada kenaikan mata uang kripto yang berkelanjutan.
Baca Juga: Transaksi Kripto Anjlok 224%, Industri Kripto Tanah Air Terus Berbenah
Entitas-entitas ini kemungkinan akan membeli Bitcoin dan melakukan lindung nilai terhadap diri mereka sendiri seiring kenaikan harga Bitcoin. Kondisi tersebut akan menambah tekanan bullish di sekitar mata uang kripto tersebut.
Menurutnya, faktor lain yang mendukung kondisi bullish ini adalah menurunnya tingkat inflasi AS dan harapan penurunan suku bunga atau pelonggaran likuiditas oleh The Fed.
The Fed menaikkan suku bunga sebesar 525 basis poin dalam 14 bulan hingga Mei 2023 untuk menjinakkan inflasi yang merajalela.
Pengetatan likuiditas The Fed yang cepat membuat investasi pada aset berisiko mengalami penurunan dan ikut bertanggung jawab atas jatuhnya kripto tahun lalu.
Namun, tingkat inflasi telah melambat secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir.
Data yang dirilis Selasa menunjukkan Inflasi AS naik 3,2% dalam 12 bulan hingga Oktober, menyusul kenaikan 3,7% di bulan September.
Baca Juga: Investor Semakin Optimistis, Dana Terus Mengalir ke Pasar Kripto
Menurut UBS, melambatnya inflasi berarti The Fed dapat menurunkan separuh suku bunga acuannya menjadi 2,75% dari kisaran saat ini sebesar 5,25% menjadi 5,5%.
Thielen memperkirakan inflasi, yang diukur dengan indeks harga konsumen (CPI), akan turun di bawah target The Fed sebesar 2% pada tahun 2024.
Trader Tokocrypto Fyqieh Fachrur juga mengungkapkan hal senada.
Melansir Kontan, Fyqieh mengatakan, meskipun ada hambatan makro, harga Bitcoin diprediksi akan terus melonjak lebih tinggi. Terlebih data inflasi dan penjualan ritel AS yang dirilis minggu ini sangat mendukung narasi bahwa siklus pengetatan The Fed telah berakhir dan siklus penurunan suku bunga akan segera terjadi.
Fyqieh menjelaskan, mendinginnya inflasi dapat mendukung Bitcoin dalam jangka pendek karena beberapa pelaku pasar mungkin bersedia mengambil lebih banyak risiko. Ketika inflasi turun, mata uang radisional cenderung lebih stabil nilainya, yang dapat mengurangi daya tarik investasi dalam aset-aset seperti obligasi dan tabungan.
Baca Juga: 3 Aset yang Direkomendasikan Robert Kiyosaki Saat Perang Meletus
“Dalam situasi ini, beberapa investor mungkin mencari alternatif yang lebih potensial untuk pertumbuhan modal, dan Bitcoin dapat menjadi salah satu pilihan mereka," kata Fyqieh dalam siaran pers, Kamis (16/11).
Fyqieh menambahkan, adanya ketidakpastian ekonomi yang sering terkait dengan inflasi tinggi kemungkinan mendorong beberapa orang untuk melihat Bitcoin sebagai perlindungan terhadap potensi depresiasi mata uang tradisional.
Selain itu, lanjutnya, harapan akan persetujuan ETF Bitcoin spot di AS masih tetap tinggi. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menjaga semangat investor untuk terus mengakumulasi aset ini meskipun terjadi penurunan harga jangka pendek pada Bitcoin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News