UNITLINK - JAKARTA. Belum lama ini terjadi protes dari beberapa nasabah yang mengklaim telah dirugikan oleh produk unit link yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi. Pasalnya nilai tunai yang mereka peroleh dirasa tidak sesuai dengan premi yang sudah dibayarkan.
Hal tersebut semakin menunjukkan pentingnya pemahaman nasabah sebelum membeli produk unit link. Perlu dipahami bahwa produk unit link, merupakan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi dan memberikan dua manfaat sekaligus dalam satu polis, yaitu manfaat perlindungan serta investasi yang memiliki risiko sesuai dengan dana investasi yang dipilih.
Hasil investasi atau nilai tunai berasal dari pengembangan dana di produk pasar modal seperti di antaranya adalah saham (stock) dan obligasi (bond). Oleh karena itu, nilai tunai pada produk unit link bergerak fluktuatif seiring dengan perkembangan pasar modal. Akan tetapi, data dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menunjukkan bahwa produk unit link tetap menjadi pilihan konsumen atau nasabah di Indonesia.
Hal ini terlihat dari perolehan premi produk unit link yang masih menunjukkan kinerja positif sepanjang semester I/2021. AAJI mencatat sampai dengan Juni 2021, pendapatan premi produk unit link mencapai Rp 64,44 triliun atau tumbuh 17% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kontribusi dari produk ini juga mencapai 62% terhadap total pendapatan premi industri asuransi jiwa.
Baca Juga: Pefindo menegaskan peringkat idAA untuk Indonesia Re
Menanggapi maraknya protes pemilik polis unit link, perencana keuangan Mada Aryanugraha SE. RFA, CFP mengatakan, unit link merupakan produk asuransi yang unik, karena merupakan produk perlindungan untuk nasabah yang dilengkapi alokasi investasi yang memungkinkan nasabah bisa menikmati nilai tunai yang lebih besar dari premi yang dibayarkan.
“Tanpa bermaksud berdiri di sisi salah satu pihak, jika ditanya apakah produk unit link bagus buat masyarakat, saya akan bilang bagus. Karena produk ini tak hanya memberikan manfaat perlindungan buat nasabah, tapi juga ada produk investasi di dalamnya,” kata Mada dalam keterangannya, Jumat (10/12).
Perihal alokasi investasi inilah yang menurut Mada harus benar-benar dipahami oleh nasabah. Karena besar kecil sebuah investasi, ia masih mengandung risiko penurunan nilai aktiva bersih (NAB) per unit dari produk unit link yang dimiliki.
Seperti halnya produk investasi seperti reksadana maupun saham yang diperuntukkan bagi investor berkarakter jangka panjang, maka unit link sejatinya merupakan produk perlindungan plus investasi untuk jangka panjang.
Nasabah idealnya tidak menarik hasil investasi yang diperoleh dari produk unit link saat NAB-nya meningkat, namun tetap disimpan untuk bisa dijadikan semacam jaring pengaman sosial ketika dalam satu waktu tertentu si nasabah mengalami kesulitan untuk membayar premi.
“Hasil investasi di unit link dapat menjaga keberlangsungan polis, sehingga nasabah tetap mendapatkan perlindungan. Jadi hasil investasi di unit link bisa digunakan untuk membayar premi di saat nasabah mengalami kesulitan. Demi mencegah lapse atau berhentinya pertanggungan,” kata pria yang juga seorang COO firma konsultan keuangan PT Solusi Pundi Indonesia (Sipundi) ini.
Baca Juga: Askrindo gandeng RNI Group salurkan PUMK senilai Rp 5 miliar
“Idealnya hasil investasi di unit link memang bisa dimanfaatkan untuk menjaga polis nasabah tetap aktif,” terangnya.
Dengan demikian, maka target nasabah untuk tak lagi membayar premi setelah kontrak polis berakhir bisa terwujud. Pasalnya penyelenggara asuransi bisa mengalihkan hasil investasi yang diperoleh untuk menutupi insurance cost yang dibutuhkan.
Berikutnya Mada menyebutkan, hal terpenting dari upaya memperoleh manfaat lebih dari unit link adalah, pemahaman yang utuh. Nasabah harus memahami bahwa selain proteksi, ada unsur investasi yang bisa dipilih sesuai risk profile dari nasabah.
Semisal si nasabah adalah tipikal pengambil risiko yang rendah atau konservatif, maka unit link berbasis reksa dana pasar uang adalah pilihan yang tepat. Sementara buat mereka yang moderat bisa memilih unit link berbasis reksa dana campuran atau pendapatan tetap.
Sedangkan buat mereka dengan risk profile tinggi, maka unit link dengan underlying asset pada reksa dana saham adalah pilihan yang terbaik.
Hal yang perlu diingat oleh para nasabah pemilik unit link, kata Mada, adalah prinsip investasi high risk, high return. Low risk, low return. Semakin besar potensi kenaikan nilai investasi akan diiringi oleh besarnya risiko penurunan nilai. Sementara rendahnya potensi kenaikan nilai investasi akan diiikuti oleh risiko yang rendah pula.
Lantas bagaimana jika kondisi instrumen investasi yang anjlok? Mereka dipastikan memiliki potential lost yang besar jika ingin mengambil manfaat tunai dari unit link yang dimiliki.
Baca Juga: EzyPolis gaet Citilink menyediakan produk asuransi proteksi kecelakaan dan Covid-1
“Di saat pasar modal sedang anjlok, seharusnya mereka tidak mencairkannya. Jika mereka memilih mencairkan karena merasa rugi, maka mereka akan merealisasikan kerugiannya. Seharusnya mereka menunggu hingga kondisi pasar membaik,” tegas Mada.
Ia pun kembali menegaskan, karakter jangka panjang yang dimiliki unit link. “Hasil investasi ini akan menjadikan unit link benar-benar menjadi produk perlindungan buat nasabah dan keluarga. Tak terkecuali di saat sulit, karena saat itu hasil investasi unit link bisa dijadikan sebagai penutup premi yang tak mampu mereka bayar,” tandasnya.
Mada juga menegaskan bahwa pada dasarnya unit link adalah salah satu produk perlindungan, maka masyarakat harus menetapkan mind set utama bahwa mereka membeli unit link untuk perlindungan diri maupun keluarga.
Nasabah pun harus teliti membaca prospektus produk unit link, dan memahami risiko apa saja yang ditanggung oleh produk tersebut. “Jangan sampai terulang kejadian seorang nasabah yang mengajukan klaim atas sakit yang dideritanya, namun klaim tidak bisa dicairkan. Setelah diteliti, risiko sakit yang diklaim ternyata tidak masuk dalam risiko yang di-cover asuransi,” ujar Mada.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News