Tetapi, saat jumlah peminat turun, maka harga juga bisa turun. Sebab, emas berbeda dengan minyak atau kopi, emas tidak dikonsumsi.
Hampir semua emas yang pernah ditambang masih ada dan lebih banyak emas yang ditambang setiap hari. Meskipun negara-negara, seperti India dan China, memperlakukan emas sebagai penyimpan nilai, orang-orang yang membelinya di kedua negara itu tidak secara teratur memperdagangkannya atau menggunakannya sebagai alat pembayaran.
3. Kebijakan Bank Sentral
Penggerak pasar harga emas terkadang adalah bank sentral. Setiap negara pasti memiliki bank sentral masing-masing. Bank sentral di negara kita adalah Bank Indonesia.
Pada saat cadangan devisa besar dan perekonomian terus berjalan, bank sentral ingin mengurangi jumlah emas yang mereka miliki. Sebab, emas adalah aset mati, tidak seperti obligasi atau bahkan uang di rekening deposito, tidak menghasilkan pengembalian.
Baca Juga: Rekor, harga emas diramal bisa menyentuh US$ 3.000 dalam 18 bulan ke depan
Masalah bagi bank sentral adalah justru ketika investor lain di luar sana tidak begitu tertarik pada emas. Akibatnya, harga emas jatuh.
4. Suku bunga
Suku bunga juga berpengaruh terhadap kenaikan harga emas. Saat suku bunga rendah, maka harga emas akan naik. Sementara harga emas akan cenderung stabil atau turun saat suku bunga naik.
Soalnya, ketika suku bunga naik, masyarakat lebih memilih menyimpan uang mereka dalam bentuk deposito yang memiliki bunga tinggi.
Perpaduan antara kenaikan inflasi dan penurunan suku bunga akan membuat harga emas semakin mahal.
Baca Juga: Siap-siap, harga emas spot berpotensi menyentuh US$ 2.200 per ons troi