Demam uang digital ubah gaya hidup masyarakat

Senin, 18 November 2019 | 11:30 WIB   Reporter: Maizal Walfajri
Demam uang digital ubah gaya hidup masyarakat


Perencana keuangan Zelts Consulting Ahmad Gozali mengamini terjadinya perubahan perilaku konsumsi masyarakat dengan kehadiran uang elektronik.

Ia bilang perubahan perilaku pasti akan terjadi. Biasanya terdapat setidaknya terdapat tiga faktor pendorong masyarakat agar makin boros atau malah makin hemat.

Baca Juga: WeChat dan Alipay bakal legal masuk Indonesia di 2020, seperti apa layanannya?

Pertama, faktor potongan harga atau promo. Ia melihat banyaknya penawaran promo dari dompet digital membuat konsumen terdorong untuk membeli lebih banyak walaupun tidak terlalu dibutuhkan. Namun faktor ini bermata dua, yang justru bisa membuat pengguna lebih hemat bila bijak menggunakannya.

Ia bila konsumen kerap menggunakan uang digital untuk biaya transportasi atau makanan yang sering kali mendapatkan promo. Bila hal ini rutin dipakai maka pengeluaran pun menjadi lebih kecil. Sehingga dompet masih akan tetap gemuk di akhir bulan tertolong oleh potongan harga.

Ahmad melihat faktor ini memang lebih banyak dirasakan di kota besar saja. Lantaran ketersediaan merchant merchant yang bekerjasama dengan uang elektronik lebih banyak berada di kota besar.

Baca Juga: Group Salim bakal luncurkan uang digital, ini kata GoPay

Kedua, faktor non-tunai atau cashless. Ia mengatakan belanja dengan menggunakan uang tunai membuat masyarakat lebih sadar karena ada uang fisik yang dipegang. Lalu uang tersebut diserahkan kepada penjual.

“Sedangkan dengan metode cashless pengeluaran menjadi lebih tidak terasa. Belanja uang tunai Rp 500.000 terasa lebih berat dibandingkan belanja Rp 100.000 lantaran uang yang diserahkan terasa lebih banyak. Namun dengan transaksi cashless, belanja Rp 5.000 atau Rp 500.000 pun sama saja prosesnya, tinggal satu kali klik atau konfirmasi,” tutur Ahmad.

Kendati demikian, Ia melihat ada fenomena pada awal-awal penggunaan cashless hal ini membuat konsumen menjadi kurang hati-hati dan cenderung boros. Tapi faktor ini hanya sementara saja sampai sudah terbiasa melihat angka di layar bukan uang fisik di tangan.

Baca Juga: Go-Jek dan Go-Pay jalin kerjasama dengan Muslimat NU dorong economy digital

Ia melihat tidak masalah bagi pengguna menggunakan lebih dari satu layanan uang elektronik. Sebab boros atau tidaknya tidak tergantung dari jumlah uang digital yang dimiliki. Namun kemampuan manfaatkan promosi yang ada.

“Caranya rajin-rajin saja cek saldo dan pantau histori transaksi, biar belanja tidak kebablasan. Boleh juga bagi dompet tadi per pos pengeluaran. Ada yang khusus buat transport, ada yang buat jajan, ada yang buat belanja,” pungkas Ahmad.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto

Terbaru