Namun, Rudiyanto mengingatkan bahwasanya efek tersebut punya kecenderungan bersifat sementara. Pasar nantinya akan melihat kebijakan yang akan diambil terkait stimulus, pajak, dagang dan sebagainya, yang baru terlihat pada tahun depan. Belum lagi ada potensi gugatan hukum atas suara yang akan berlangsung.
Lebih lanjut, Rudiyanto melihat volatilitas di pasar saham masih akan tetap tinggi karena sekarang sedang terjadi gelombang kedua atau ketiga virus corona di beberapa negara seperti Eropa dan Amerika Serikat.
Sementara untuk obligasi, dari segi valuasi Surat Utang Negara (SUN) juga harus diperhatikan mengingat kenaikan harga yang tinggi bisa menyebabkan valuasi menjadi mahal. Untuk tahun depan ia memperkirakan yield wajar ada di level 6%. Saat ini yield berada di level 6.3% sehingga masih ada potensi kenaikan harga walaupun tidak besar.
Baca Juga: Pemerintah siapkan draf RPP Lembaga Pengelola Investasi (LPI), apa saja isinya?
“Lalu kalau valuta asing, saat ini dolar AS juga sedang terlalu murah saat ini. Level wajar di 2020 adalah Rp 14.500 dan tahun depan diperkirakan Rp 14.500 - Rp 14.700. Dengan saat ini ada di level Rp 14.100 - Rp 14.300, maka bisa menjadi salah satu momen untuk menukarkan rupiah ke dolar dan menginvestasikan ke reksadana USD berbasis obligasi,” tambah Rudiyanto.
Sedangkan untuk susunan portofolio, Rudiyanto mengingatkan tidak ada rumus pasti karena berbeda setiap orangnya. Hal ini dikarenakan portofolio dibuat berdasarkan tujuan investasi, keadaan keuangan dan profil risiko.
“Namun untuk yang sederhananya, bisa dibagi rata saja pada beberapa jenis kelas aset berbeda. Misalkan reksadana saham, reksadana pendapatan tetap dan reksadana USD masing-masing sepertiga,” tandas Rudiyanto.
Selanjutnya: Pernah Rugi di Saham, Direktur MAMI Ezra Nazula Pilih Reksadana
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News