Bagi investor pemula dan yang enggak mau pusing, reksadana menjadi pilihan investasi yang paling tepat. Sebab, reksadana merupakan wadah terbaik untuk investasi lantaran dana Anda dikelola oleh manajer investasi (MI) profesional.
Seperti produk investasi lainnya, reksadana bermanfaat sebagai instrumen untuk membiakkan dana. Eko Endarto, bilang, reksadana memiliki sejumlah keunggulan dibanding produk investasi lainnya.
Perencana keuangan Finansia Consulting ini menyebutkan, salah satu kelebihan reksadana adalah memiliki kelengkapan produk dari jangka pendek, menengah, hingga panjang.
Berbeda dengan produk deposito perbankan yang hanya cocok untuk investasi jangka pendek. Begitu pula dengan investasi properti yang lebih cocok buat jangka panjang.
Seperti Anda tahu, setidaknya ada empat jenis reksadana yakni reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap, reksadana campuran, dan reksadana saham. "Anda bisa memilih produk reksadana yang sesuai dengan tujuan keuangan," ujar Eko.
Tentu, ada berbagai keunggulan lainnya. Selain lengkap, reksadana juga relatif lebih likuid dibandingkan dengan produk investasi lain, seperti properti maupun emas.
Tidak seperti investasi properti yang membutuhkan modal besar, dana untuk membeli reksadana sangat murah, mulai Rp 100.000. Selain itu, dana yang ada di reksadana juga aman dan dikelola secara transparan.
Toh, bukan berarti reksadana tak memiliki risiko. Sebagai produk investasi, Rudiyanto, Direktur Panin Asset Management. menyatakan, risiko utama dan paling kentara adalah fluktuasi harga yang disebabkan perubahan faktor pasar.
Secara sederhana, risiko ini menyebabkan nilai aktiva bersih (NAB) per unit atau harga reksadana menjadi turun.
Sesuaikan tujuan
Karena itu, setiap investor reksadana mesti memahami terlebih dahulu risiko investasi reksadana. Enggak cuma itu, calon investor juga harus mengenali profil risiko dalam berinvestasi.
Biasanya, saat ingin membeli produk reksadana untuk pertama kali, Anda akan diminta oleh agen penjual untuk mengisi kuesioner profil risiko. Dari kuesioner tersebut, akan diketahui profil risiko Anda, apakah termasuk investor sangat konservatif, konservatif, moderat, atau agresif.
Profil risiko investor ini menjadi salah satu faktor memilih jenis produk reksadana. Pandji Harsanto, Perencana Keuangan Independen, menuturkan, setiap jenis reksadana memiliki karakteristik yang berbeda. Jangka waktu ideal untuk investasinya juga berbeda.
Reksadana pasar uang, misalnya, relatif aman dari fluktuasi harga, meski hanya mampu memberikan imbal hasil yang mungil. Biasanya, reksadana pasar uang lebih cocok untuk investasi jangka pendek.
Itu sebabnya, sebagian orang menganggap reksadana pasar uang cocok bagi investor dengan profil risiko sangat konservatif. Selanjutnya, reksadana pendapatan tetap cocok untuk investor konservatif.
Reksadana pendapatan tetap untuk investor moderat. Sementara reksadana saham untuk investor dengan profil risiko agresif.
Namun, menurut Rudiyanto, praktik tersebut sebetulnya kurang tepat. Semestinya, ia mengatakan, pemilihan reksadana disesuaikan dengan tujuan investasi investor.
Sebab, pemilihan reksadana yang keliru bisa mengakibatkan tujuan keuangan tidak tercapai. Bisa jadi, profil risiko investor termasuk kategori konservatif.
Namun, tujuan keuangan investor adalah mempersiapkan rencana pensiun untuk 20 tahun ke depan. Dalam kasus ini, Rudiyanto bilang, reksadana saham ialah pilihan yang sesuai untuk mewujudkannya.
Tentu bukan tanpa alasan Rudiyanto lebih menyarankan reksadana saham. Ia bilang, dalam jangka panjang kenaikan harga saham atau reksadana saham akan lebih tinggi dibanding kenaikan harga obligasi dan pasar uang.
Dengan berinvestasi reksadana yang konservatif, investor kehilangan kesempatan untuk membuat dananya tumbuh maksimal.
Berapa, sih, rata-rata keuntungan per tahun dari tiap jenis reksadana?
Rudiyanto mengungkapkan, rata-rata reksadana pasar uang mampu memberikan imbal hasil 5%–6%. Reksadana pendapatan tetap bisa memberikan keuntungan 7%–10%.
Untuk reksadana campuran, rata-rata imbal hasil mencapai 11%–16%. Sedang reksadana saham bisa memberi keuntungan 17%–20%.
Tentu, angka keuntungan di atas bukanlah jaminan. Dalam dua tahun terakhir, rata-rata keuntungan tersebut malah tidak tercapai.
Indeks Reksadana Saham yang diracik Infovesta Utama, misalnya, tahun lalu hanya mampu memberikan return 7,69%. Padahal, sepanjang 2016, IHSG menguat hingga 15,32%.
Return tertinggi pada tahun lalu justru ditorehkan Indeks Reksadana Campuran yang mencapai 9,29%.
Menurut Rudiyanto, kondisi pasar memang fluktuatif. Ada manajer investasi (MI) yang bisa mencetak return bagus, namun ada juga yang tidak. Meski begitu, dalam jangka panjang MI harusnya bisa memberikan return minimal 17% untuk reksadana saham.
Imbal hasil yang tidak sesuai ekspektasi memang menjadi risiko bagi investor reksadana. Hal ini memang merupakan risiko yang harus diterima investor reksadana. Toh, "Tidak berinvestasi sama sekali juga berisiko," ujar Rudiyanto.
Karena adanya risiko, Anda sebaiknya tidak memaksakan untuk berinvestasi pada reksadana saham jika tujuan keuangan untuk jangka pendek. Meskipun, Anda sejatinya tergolong investor yang agresif.
Sebab, fluktuasi reksadana saham cukup tinggi. Salah-salah, saat Anda harus menarik dana untuk membiayai tujuan keuangan. harga reksadana sedang jatuh sangat dalam.
Makanya, jangka waktu juga menjadi pertimbangan dalam memilih jenis reksadana. Pandji bilang, untuk tujuan keuangan yang dananya dibutuhkan dalam waktu kurang dari satu tahun, Anda sebaiknya memakai reksadana pasar uang.
Untuk periode 1 tahun–3 tahun, gunakan reksadana pendapatan tetap. Reksadana campuran cocok untuk tujuan keuangan periode 3 tahun–5 tahun. Sedangkan untuk tujuan keuangan di atas lima tahun, pilih reksadana saham.
Sederhananya, Eko menjelaskan, pilih reksadana sesuai tujuan keuangan. Untuk jangka panjang, gunakan reksadana jangka panjang seperti reksadana saham.
Sebaliknya, untuk tujuan keuangan jangka pendek, pilih reksadana jangka pendek seperti reksadana pasar uang. "Profil risiko juga dipengaruhi tujuan keuangan. Jika tujuan keuangan jangka pendek, maka profil risikonya konservatif," ucap Eko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News