Perang bunga kredit pemilikan rumah (KPR). Itu yang terjadi sekarang.
Bank berlomba-lomba menawarkan pinjaman buat pembelian hunian dengan bunga di bawah 10%. Dan, bunga satu digit ini berlaku juga untuk pengalihan KPR dari bank lain.
Bank Maybank Indonesia, misalnya, memberikan bunga 9% per tahun fixed selama dua tahun bagi yang mau mengalihkan KPR ke bank asal Malaysia ini. Lalu, Bank Mandiri menjanjikan bunga KPR take over mulai 8,75% fixed tiga tahun.
Tak mau kalah, Bank Central Asia (BCA) dan Bank CIMB Niaga sama-sama menjanjikan bunga KPR untuk alih pinjaman 7,99% fixed selama tiga tahun.
Ya, perang bunga KPR yang berkecamuk saat ini seiring dengan tren penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Tahun ini, bank sentral sudah enam kali memangkas suku bunga acuan yang kini bernama BI 7-day repo rate.
Terakhir, mereka menggunting BI 7-day repo rate pada Kamis (20/10) pekan lalu sebesar 25 basis poin menjadi 4,75%. Total, BI sudah mengurangi 150 basis poin bunga acuannya yang dulu bertajuk BI rate tersebut.
“Transmisi pelonggaran kebijakan moneter melalui jalur suku bunga terus berlangsung, tercermin dari berlanjutnya penurunan bunga deposito dan bunga kredit,” kata Tirta Segara, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI.
Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur BCA, menuturkan, bagi debitur yang sensitif dengan bunga khususnya saat promosi bunga KPR fixed berakhir dan masuki tahap bunga floating, take over kredit biasanya menjadi pilihan mereka untuk mengurangi angsuran bulanan yang bengkak.
Namun, Taswin Zakaria, Presiden Direktur Bank Maybank, menyatakan, pertimbangan nasabah dalam mengambil fasilitas pengalihan KPR ke bank lain banyak, tidak semata bunga yang murah. “Sejauh ini di Maybank belum ada peningkatan permintaan KPR take over yang signifikan,” ucap Taswin kepada Tabloid KONTAN.
Yang jelas, tawaran KPR take over berbunga satu digit menggiurkan. Terlebih, bagi nasabah yang sebelumnya mendapat bunga dua digit atau di atas 10%.
“Ini jadi peluang nasabah untuk mengalihkan KPR ke bank lain atau restructuring utang istilah kerennya di dunia keuangan,” ujar Risza Bambang, perencana keuangan.
Dengan mengoper KPR ke bank lain yang menawarkan bunga lebih rendah, Risza bilang, tentu cicilan bulannya bisa lebih murah. Dengan catatan, tenor pinjamannya tetap sama atau lebih panjang.
Contoh, Anda mengambil KPR dengan jangka waktu 10 tahun dan sudah berjalan 3 tahun sehingga tersisa 7 tahun lagi. Maka, kredit yang dialihkan ke bank lain juga 7 tahun atau lebih.
Keuntungan lain dari KPR take over, dengan cicilan yang lebih ringan, ada sisa uang yang bisa masuk kocek nasabah. Misalnya, sebelumnya angka angsurannya sebesar Rp 3 juta per bulan. Setelah kreditnya dialihkan ke bank lain, besaran cicilan jadi Rp 2,8 juta.
Itu berarti, ada selisih Rp 200.000 yang bisa jadi “pendapatan” baru si nasabah. “Jadi menambah nilai tabungan dia,” kata Risza.
Banyak biaya
Tapi, Budi Raharjo, Perencana Keuangan OneShildt Financial Planning, mewanti-wanti agar “pendapatan” baru tersebut tidak dipakai untuk kebutuhan konsumsi. Uang sisa hasil cicilan KPR yang lebih rendah mesti masuk ke sebuah rekening khusus atau keranjang investasi.
Setelah terkumpul, uangnya buat melunasi sisa pokok utang KPR. “Itu jauh lebih baik daripada dipakai untuk konsumsi,” tegas dia.
Cuma, Risza mengatakan, nasabah bisa mengambil tawaran KPR take over berbunga lebih mini untuk mempercepat pelunasan pinjaman. Contohnya, masa angsuran masih 7 tahun dipercepat jadi 5 tahun.
Tentu ada konsekuensinya: cicilan menjadi lebih besar. “Ini untuk nasabah yang kemampuan finansialnya meningkat, ya, seperti gajinya naik lumayan tinggi,” ungkap Risza yang juga berprofesi sebagai aktuaris di Padma Radya Aktuaria.
Meski begitu, Risza mengingatkan, ada banyak biaya yang timbul dari proses pengalihan KPR ke bank lain. Yang pertama, biaya penalti pelunasan dari bank yang lama. Berikutnya, biaya provisi, administrasi, asuransi, hingga notaris dari bank yang baru.
Memang, ada bank yang membebaskan biaya provisi atau administrasi untuk KPR take over. “Tapi, biaya notaris dan asuransi kemungkinan besar mahal. Harus dihitung secara jelas,” imbuhnya.
Budi menambahkan, jangan sampai biaya-biaya yang muncul tidak sebanding dengan penghematan dari cicilan KPR yang lebih rendah. Kalau begitu, Anda jangan mengalihkan KPR ke bank lain.
“Enggak ada untungnya. Take over kredit bisa dilakukan bila memberi penghematan,” tegasnya.
Bahkan sebenarnya, menurut Budi, secara administrasi memindahkan KPR ke bank lain bikin repot. Belum lagi, sebelum mengambil KPR take over, nasabah mesti membanding-bandingkan tawaran dari banyak bank.
Tetap hati-hati
Namun, bagi yang tetap ingin mengalihkan kredit, Risza menyarankan, agar nasabah melakukannya saat KPR baru berjalan tiga tahun. Dengan catatan, KPR-nya bertenor 10 tahun atau lebih.
Ini bisa menekan biaya asuransi. Berdasarkan Undang-Undang Perasuransian, perusahaan asuransi harus mengembalikan premi yang tidak terpakai.
Jika KPR dengan tenor 10 tahun dan sudah berjalan 3 tahun, maka ada sisa premi asuransi selama 7 tahun yang belum terpakai. “Uangnya bisa digunakan buat membayar premi asuransi KPR take over,” ujar Risza.
Sekalipun banjir tawaran KPR take over berbunga rendah, Risza meminta nasabah hati-hati. Sebab, bisa saja biaya pengalihan kredit ke bank lain malah lebih besar ketimbang angka penghematan.
Kemudian, lihat dengan cermat besaran bunga KPR take over yang ditawarkan bank. Jangan tergoda bunga murah di tiga bahkan lima tahun pertama.
Kalau ekonomi terus membaik, bunga bisa turun lagi. “Kalau sudah ikut yang fixed, tidak bisa turun,” katanya.
Timbang dan putuskan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News