Pakai kartu kredit untuk modal bisnis, berbahaya?

Kamis, 13 Juni 2013 | 09:00 WIB   Reporter: Ruisa Khoiriyah, Christine Novita Nababan, Nina Dwiantika
Pakai kartu kredit untuk modal bisnis, berbahaya?

ILUSTRASI. Tempat kopi yang buka pagi hari di Bandung.


Tawaran kartu kredit berlimit besar semakin banyak di pasar. Bahkan, ada yang khusus menyasar entrepreneur kelas rumahan atau UKM. Mengembangkan usaha bermodal utang konsumtif pun menjadi alternatif. Bukan hal haram, namun perlu hitungan cermat agar tak terjebak cekikan bunga hingga merugi.

Bukan rahasia lagi jika mengajukan kredit usaha ke bank tidaklah semudah mendapatkan pinjaman konsumtif, seperti kredit pemilikan kendaraan bermotor apalagi sekadar kartu kredit. Pengusaha kelas rumahan atau usaha kecil dan menengah (UKM), terlebih yang baru sampai di tahap merintis, rada mustahil mendapatkan kredit modal kerja di perbankan.

Maklum, bank lazim mensyaratkan keterangan tentang usaha yang sudah dimiliki si calon debitur dan sudah berapa lama  usaha yang tengah Anda ajukan kreditnya itu. Alhasil, sulit bagi perintis usaha mendapatkan talangan modal dari bank.

Namun, bukan berarti kesempatan memperoleh kredit untuk pengembangan usaha benar-benar tertutup. Bagaimanapun, bank berkepentingan menyalurkan kredit agar bisa mendapatkan laba.

Anda masih bisa memanfaatkan jenis kredit atau utang bank lain untuk mendukung permodalan usaha, yaitu kredit tanpa agunan (KTA) atau kartu kredit. Yang terbaru adalah tawaran produk anyar dari Bank Danamon, akhir Mei lalu.

Bank, yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh BUMN Singapura, Temasek, ini menawarkan kartu kredit yang khusus menyasar kalangan entrepreneur. “Sifat produk ini adalah by invitation. Jadi, Danamon menawarkan pada nasabah terpilih, yaitu nasabah tabungan FlexiMax minimal selama enam bulan,” jelas Bimo, bagian layanan pelanggan Danamon yang dihubungi KONTAN.

Nasabah produk ini bisa menikmati fitur kartu kredit berlimit tinggi hingga Rp 500 juta. “Kartu kredit ini adalah jawaban dari survei ke pengusaha yang membutuhkan dana tunai cepat agar perputaran bisnis berjalan lancar,” jelas Sonny Wahyubrata, Head of Product Management Danamon.

Tarif bunga transaksi tarik tunai kartu kredit ini dibanderol 2,75% per bulan. Adapun, transaksi ritel dibebani bunga sebesar 2,5% per bulan. Biaya tahunan dibebaskan untuk nasabah FlexiMax.

Jika dibandingkan dengan bunga kartu kredit lain yang lazim dibanderol 2,95% per bulan dengan limit terbatas, tawaran produk baru Danamon ini boleh jadi cukup menarik. Namun, seberapa ekonomiskah memanfaatkan utang konsumtif sebagai alternatif modal usaha?

Utang berharga mahal

Sejatinya, Danamon bukanlah satu-satunya bank yang menawarkan kartu kredit untuk pelaku usaha yang butuh likuiditas bagi bisnisnya. Bank BNI  Syariah, sebagai misal, sudah lama menawarkan kartu sejenis bernama Hasanah Card.

Namun, limit kartu pembiayaan ini maksimal hanya Rp 50 juta. “Sebenarnya tidak sebatas ke pebisnis saja, semua kalangan bisa asal memenuhi persyaratan,” ujar Imam T. Saptono, Direktur Bisnis BNI Syariah.

Beberapa kalangan bahkan biasa memanfaatkan KTA untuk menambah permodalan, meski bunganya sangat mahal. Berbahayakah?

Sebetulnya, dalam dunia bisnis, memanfaatkan utang sebagai salah satu sumber modal pengembangan usaha sudah lazim dilakukan. Mulai dari pengusaha kelas UKM hingga pengusaha global, banyak yang memanfaatkan utang sebagai modal pengembangan usaha.

Namun, bagaimana jika utang yang digunakan itu berjenis utang konsumtif? “Big no! Saya sangat tidak menyarankan penggunaan kredit untuk berbisnis, apalagi kredit konsumtif yang biayanya mahal. Lebih baik memakai sistem bagi hasil dengan mencari investor,” tandas Fauziah Arsiyanti, Financial Advisor Fahima Advisory.

Farah Dini, perencana keuangan FinAlly Planning and Consulting, berpendapat, utang konsumtif bisa saja diubah menjadi utang produktif jika digunakan untuk keperluan produktif, seperti pengembangan usaha.

Kendati begitu, melihat bunga kreditnya yang mahal, Anda yang terpikat memanfaatkan utang konsumtif untuk keperluan bisnis, tetap harus berhitung cermat dan berhati-hati menimbang segenap manfaat dan mudaratnya. “Saya sarankan tetap memakai utang sesuai tujuan. Jika untuk usaha, ya, pakailah kredit modal kerja yang bunganya lebih ringan,” imbuh Diana Sandjaja, perencana keuangan MRE Consulting.

Bunga kredit modal kerja di perbankan saat ini berkisar 14% per tahun. Untuk jenis kredit usaha rakyat (KUR) yang plafonnya relatif kecil, bunganya bisa lebih mahal meski masih di bawah bunga kredit konsumtif.

Namun, jika Anda sangat membutuhkan likuiditas dan terpaksa harus memanfaatkan kartu kredit untuk mendukung modal usaha, ada baiknya memperhatikan advis dari para perencana keuangan sebelum menubruk tawaran kredit nan menggiurkan itu.

Berikut hal yang perlu Anda timbang sebelum memutuskan memanfaatkan kartu kredit khusus pengusaha untuk mendukung permodalan bisnis Anda.

Cermati syaratnya
Tidak ada makan siang gratis. Tawaran likuiditas melimpah dalam bentuk kredit akan selalu mensyaratkan “harga” tertentu. Sebagai misal, untuk produk kartu kredit khusus pebisnis tawaran Danamon tersebut, si debitur harus menjadi nasabah tabungan FlexiMax minimal selama enam bulan.

Informasi yang didapatkan KONTAN, untuk menjadi nasabah FlexiMax, Anda harus menempatkan setoran awal minimal Rp 1 juta. Sedang saldo minimal dibanderol Rp 250.000.

Tapi, harap perhatikan, tabungan tersebut juga harus memiliki saldo rata-rata senilai Rp 50 juta per bulan. Jika tidak, maka nasabah bakal terkena penalti Rp 250.000 per bulan. Danamon memberikan bunga tabungan mulai 2,5% per tahun untuk saldo di atas Rp 50 juta, hingga 5% untuk saldo tabungan di atas Rp 2,5 miliar.

Jadi, tengok saja, apakah Anda memenuhi persyaratan tersebut? Jika belum, tidak ada perlunya juga memaksakan diri hanya demi mendapatkan fasilitas kredit berlimit tinggi.

Pelajari skema
Nah, jika memang Anda memenuhi syarat dan mendapatkan tawaran kepemilikan kartu kredit spesial itu, sebelum terburu mengambil, coba pelajari dahulu skema kreditnya.

Berapa tawaran bunganya? Bunga kartu kredit pebisnis dari Danamon itu mencapai 33% per tahun untuk transaksi tarik tunai. Sedang bunga transaksi ritel dibanderol 30% per tahun. Mahal? Maklumlah, ini adalah kredit konsumtif yang persyaratannya relatif lebih simpel dibanding dengan kredit modal kerja atau kredit investasi. “Perhatikan berapa lama batas tempo pembayaran,” kata Dini.

Kartu kredit pada umumnya tidak mengenakan bunga jika Anda membayar tagihan penuh sebelum jatuh tempo. Produk ini tak berbeda dengan kartu kredit umum. Tanggal jatuh temponya adalah 20 hari setelah tanggal cetak tagihan. Jadi, jika cetak tagihan turun tanggal 1 Juni, jatuh tempo tagihan kartu kredit Anda adalah pada tanggal 21 Juni.

Nah, jika ingin memanfaatkan kartu kredit itu tanpa dibebani biaya bunga, pastikan arus kas bisnis Anda bisa memenuhi pembayaran tagihan sebelum jatuh tempo. “Sebagai pengusaha, Anda harus sudah paham karakteristik penjualan produknya,” kata Diana.

Perlu juga Anda mengalokasikan dana cadangan pembayaran tagihan kartu kredit agar jika penghitungan arus kas perusahaan Anda meleset, beban bunga yang harus Anda tanggung tidak membengkak.

Perlu disiplin tinggi
Banyak kalangan masih beranggapan bahwa kartu kredit adalah tambahan uang. Jangan salah. Tetap ingat bahwa dana yang diperoleh dari kepemilikan kartu kredit adalah utang.

Utang memiliki biaya yang harus dibayar, apakah itu bernama annual fee, bunga, maupun penalti. Jika memang membutuhkan kartu kredit untuk bisnis, pastikan Anda khusus menggunakan untuk keperluan bisnis. Jangan pernah tergoda menalangi keperluan pribadi. Tujuannya agar penghitungan pemakaian dan pelunasannya mudah dan terarah.

Sesuaikan dengan karakter bisnis
Membiayai usaha dengan utang konsumtif memerlukan kejelian khusus agar utang nan mudah didapat namun mahal itu tidak makin menjebak pebisnis ke jurang kerugian.

Para perencana keuangan menilai, tak semua jenis bisnis cocok dibiayai dengan utang konsumtif seperti kartu kredit. “Sebaiknya bisnis yang dijalankan adalah bisnis dengan perputaran kas cepat,” ujar Diana.

Maksudnya, barang dan tagihan bisa cepat menjadi uang kembali sehingga Anda bisa langsung melunasi utang sebelum jatuh tempo. “Yang tricky dari kartu kredit untuk pembiayaan usaha adalah: Anda bisa mendapat dana tunai dalam jumlah besar namun cuma punya waktu pendek untuk membayar lagi. Apakah Anda yakin, usaha Anda bisa menutup utang dan bunganya?” beber Dini.

Selain itu, tidak elok jika menjadikan likuiditas dari kartu kredit tersebut sebagai modal utama bisnis Anda. Lebih ideal jika kartu hanya menjadi pendukung modal manakala terpaksa membutuhkan suntikan likuiditas tambahan.

Pantau kesehatan
Kesehatan likuiditas menjadi pekerjaan rumah utama Anda sebagai pebisnis jika Anda ingin memanfaatkan utang konsumtif sebagai pendukung modal usaha. Diana membeberkan beberapa rasio keuangan untuk mengukur tingkat kesehatan bisnis kita, terutama dari sisi likuiditas.

Pertama, current ratio atau rasio lancar, yakni sejauh mana utang lancar dijamin pembayarannya oleh aktiva lancar. Angkanya bisa didapatkan dari hasil pembagian aktiva lancar dengan utang lancar. Utang kartu kredit hitungannya masuk utang lancar. Jadi, pastikan Anda punya aktiva lancar sebagai penjamin utang itu.

Kedua, average collection period alias periode waktu yang dibutuhkan untuk menagih kredit kepada pelanggan. Angkanya didapatkan dari nilai piutang usaha dibagi penjualan kredit harian. Semakin besar angka maka mengindikasikan makin besar keperluan modal. Sebagai contoh, piutang usaha Rp 430, sedang penjualan Rp 1.450. Maka, ACP sebesar 108 hari atau hampir 3,5 bulan.

Ketiga, inventory turnover ratio, yaitu berapa lama inventori alias barang dari masuk gudang hingga kemudian terjual. Angkanya diperoleh dari harga pokok penjualan dibagi persedian barang. Sebagai contoh, persediaan senilai Rp 625, harga pokok penjualan Rp 875. Maka, ITR adalah sebesar 1,4 kali. Sedangkan, jangka waktu yakni 365 hari dibagi 1,4 kali menjadi 260 hari. Ini berarti, dari persediaan menjadi barang terjual memerlukan waktu selama 260 hari.

Keempat, account payable  (A/P) turnover, yaitu rasio untuk mengukur jumlah perputaran utang usaha. Anda bisa mengetahuinya dengan membagi harga pokok penjualan dengan utang usaha.

Misal, utang usaha Rp 115, sedang harga pokok penjualan Rp 875. Maka, perputaran utang usaha adalah 7,6 kali. Lalu, A/P payment period berarti 365 hari dibagi 7,6 kali menjadi 48 hari. Dengan begitu, pembayaran ke supplier rata-rata adalah per 48 hari sekali.

Dari angka-angka di atas, di mana A/P turnover 48 hari sekali, sedang A/R turnover 108 hari sekali, bisa disimpulkan perusahaan itu memerlukan modal kerja yang besar. “Hal-hal seperti ini perlu dipahami agar pebisnis tidak terjebak dalam kesulitan likuiditas,” tandas Diana. Ingat, kesulitan likuiditas bisa menjadi awal petaka.

Setelah menimbang risiko dan manfaatnya, putusan akhir tetap di tangan Anda

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ruisa Khoiriyah
Terbaru