Menyusun keuangan pasangan lintas negara

Senin, 19 Maret 2012 | 10:23 WIB   Reporter: Anastasia Lilin Y
Menyusun keuangan pasangan lintas negara

Sepeda berbahan bambu produksi Spedagi


JAKARTA. Tidak ada yang bisa menebak siapa dan dari mana pasangan yang akan menjadi pendamping kita. Namun, berasal dari mana pun pasangan seseorang, perencanaan keuangan tetap harus diterapkan dalam membangun biduk rumah tangga. Hanya saja, ada usaha lebih yang harus dilakukan bagi pasangan tertentu, misalnya pasangan yang berasal dari dua negara yang berbeda.

Perencana keuangan dari Finansia Consulting Eko Endarto berpendapat, dari sisi budaya, pasangan yang berbeda kewarganegaraan tentu mempunyai pandangan yang berlainan. Padahal, budaya tersebutlah yang ikut menentukan karakter dan sikap seseorang dalam bertindak termasuk dalam mengatur keuangannya.

Eko bilang, ada negara atau ras tertentu yang menempatkan pria sebagai pihak yang dominan mencari penghasilan dan mengatur penghasilan sedangkan perempuan diposisikan sebagai pihak yang hanya menerima sehingga tidak leluasa untuk ikut mengatur keuangan keluarga. Sementara, ada juga negara yang sudah sangat demokratis mengenai pengaturan dan pengelolaan keuangan keluarga bagi laki-laki dan perempuan.

“Jadi, sebelum menikah sebaiknya banyak berkomunikasi tentang budaya dari masing-masing agar bisa saling memahami,” kata Eko.

Perencana keuangan dari MoneynLove Financial Planning & Consulting Freddy Pieloor mengatakan, karena perbedaan jarak, pernikahan berbeda kewarganegaraan mempunyai risiko dari sisi kejelasan asal-usul pasangan. Hal itu bisa merugikan pasangannya jika ternyata orang yang dinikahi tersebut ternyata mempunyai catatan finansial yang buruk.

Oleh karenanya, Freddy menyarankan agar orang yang akan menikah dengan orang yang berbeda kewarganegaraan harus lebih jeli menggali informasi dari calon pasangan hidupnya tersebut. Misalnya, mencari tahu dari kantor tempatnya bekerja. “Tak sedikit, lo, kasus di mana ternyata pasangannya yang orang asing itu cuma menumpang hidup,” kata Freddy.

Mengatur perencanaan keuangan

Mewujudkan rumahtangga yang harmonis tentu tidak cukup hanya dilandasi rasa cinta. Akan lebih selaras jika dalam rumahtangga terdapat adanya keterbukaan dalam pengaturan keuangan. Hal ini juga berlaku bagi pasangan berbeda kewarganegaraan. Berikut ini saran dari para perencana keuangan.

>> Membuat perjanjian pranikah

Membuat perjanjian pranikah (prenuptial agreement) mungkin masih terdengar asing di telinga Anda. Para perencana keuangan mengakui, cara ini belum banyak dilakukan oleh pasangan di Tanah Air. “Karena masyarakat Indonesia masih menganggap hal ini tabu,” kata perencana keuangan dari Safir Senduk & Rekan Rakhmi Permatasari.

Namun, para perencana keuangan kompak menyarankan pisah harta sebagai alternatif yang bisa dipilih pasangan beda kewarganegaraan.

Perjanjian pranikah ini memiliki landasan hukum di Indonesia, yakni Pasal 29 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Beleid tersebut menjelaskan, perjanjian pranikah bisa dibikin sesuai kesepakatan kedua belah pihak yang akan menikah selama tidak melanggar aturan hukum, agama, dan kesusilaan.

Perjanjian pranikah berlaku sejak dilangsungkannya pernikahan dan berlaku selama pernikahan masih terjadi. Bahkan, perjanjian yang sudah dibuat bukan harga mati. Sebab pada pasal yang sama beleid itu menyebutkan, perjanjian bisa diubah atas kesepakatan kedua belah pihak sepanjang tidak merugikan pihak ketiga.

Apa saja yang semestinya dimuat dalam perjanjian pisah harta? Rakhmi mengatakan, sebenarnya tak ada yang baku dalam isi perjanjian pranikah. Namun, setidaknya bisa diatur tentang pemisahan harta, pemisahan utang, pengelolaan penghasilan, investasi setelah menikah, serta bagaimana mengatur pembiayaan untuk pendidikan anak.

Meski isinya bisa disesuaikan dengan keinginan pasangan, perencana keuangan menekankan agar perjanjian tersebut dibuat detail isinya, dengan tujuan untuk menghindarkan dari kesalahpahaman atas penafsiran yang berbeda dari kedua belah pihak di kemudian hari.

Misalnya saja soal pemisahan harta. Apakah pemisahan harta tersebut hanya berlaku bagi harta yang didapat masing-masing sebelum menikah saja sementara harta yang didapat setelah menikah menjadi milik bersama atau perjanjian tersebut juga berlaku bagi harta yang didapat masing-masing setelah kedunya menikah.

Eko mengatakan, harta yang sudah dipisahkan tidak bisa jatuh ke tangan pasangan jika keduanya bercerai atau salah satu meninggal dunia. Jika keduanya mempunyai anak, maka hartanya akan jatuh ke anak mereka, dan jika tidak mempunyai anak maka hartanya akan jatuh ke tangan orangtuanya.

Fungsi klausul pisah utang dalam perjanjian pranikah pun harus jelas. Semisal disepakati bahwa pisah utang tidak hanya berlaku bagi utang yang timbul dari masing-masing sebelum menikah tapi seterusnya sampai setelah menikah, maka hal itu bisa menjadi pegangan ketika keduanya akan mengajukan permohonan kredit setelah menikah kelak.

Soalnya, pengajuan kredit di Indonesia bagi yang sudah menikah biasanya harus mendapatkan persetujuan dari pasangannya. “Dengan menunjukkan perjanjian pranikah itu, maka pasangan bisa terhindar dari tagihan kredit ketika pasangannya yang mengambil kredit meninggal dunia,” beber Eko.

Agar mempunyai kekuatan hukum, tentu perjanjian pranikah tersebut harus disahkan oleh seorang notaris dan dicatatkan pada kantor catatan sipil atau kantor urusan agama (KUA) sebelum pasangan tersebut akan menikah. Umumnya, perjanjian pranikah tersebut juga meminta saksi dari kedua belah pihak.

Lantas, bagaimana dengan pasangan berbeda kewarganegaraan yang sudah menikah? Para perencana keuangan mengatakan, surat perjanjian antara kedua belah pihak tetap bisa dibuat dan harus dilegalkan di depan notaris.

Eko mengatakan, jika surat perjanjian pasangan berbeda kewarganegaraan tersebut tidak bisa berlaku di dua negara sekaligus maka sebaiknya pasangan tersebut membuat surat di masing-masing negara. Tujuannya, untuk menghindari kesulitan melakukan likuidasi atas harta kelak jika hal itu terpaksa dilakukan.

>> Cermat memilih investasi

Ada banyak pilihan instrumen insvestasi. Namun patut disadari oleh tiap pasangan berbeda kewarganegaraan bahwa ada aturan-aturan tertentu yang mungkin menjadi halangan bagi warga negara asing (WNA). Misalnya, di Indonesia yang membatasi kepemilikan WNA atas properti. Peraturannya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Dalam Pasal 52 UU No. 1 Tahun 2011 disebutkan, orang asing hanya boleh menempati hunian dengan cara hak sewa atau hak pakai atas rumah. Adapun, masanya disesuaikan dengan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yakni periode hak pakai selama 25 tahun, kemudian bisa diperpanjang 20 tahun, dan dapat diperpanjang lagi selama 25 tahun. Saat ini, pemerintah berencana mengubah status kepemilikan properti oleh asing ini menjadi hak guna bangunan (HGB) selama maksimal 60 tahun.

Freddy bilang, dengan menyadari peraturan, pasangan bisa lebih bijak dalam berinvestasi properti. Mungkin lebih baik memakai nama pasangan yang warga negara Indonesia (WNI) di akta pembelian. Tentu pasangan yang WNA harus memahami risikonya.

Sementara, untuk penempatan dana di perbankan dan pasar modal, WNA memang bisa lebih leluasa. Rakhmi menyarankan, untuk kebutuhan arus kas rutin (cash flow), pasangan beda warga negara bisa membuka rekening bersama di satu bank yang berskala internasional. Tujuannya agar mudah dicairkan jika keduanya ternyata bolak-balik di dua negara asal mereka.

>> Peluang membuka usaha

Membiakkan kekayaan dengan cara membuka usaha juga tetap bisa dilakukan oleh pasangan berbeda kewarganegaraan. Namun, lagi-lagi ada hal yang membuat WNA tidak leluasa untuk melakukannya. Saran Eko, pasangan bisa membuka usaha dengan menerapkan sistem pinjam dana atau merger di antara keduanya.

Jadi, nama pemilik usaha adalah suami atau istri yang merupakan warga negara asli di mana usaha dibangun. Sementara, pasangannya bertindak sebagai kreditur yang meminjamkan dana atau investor yang melakukan merger usaha. Hal ini juga akan memudahkan urusan pembagian harta seandainya ternyata keduanya sampai bercerai.

Apakah Anda sudah siap menyusun rencana keuangan dengan pasangan hidup Anda?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini
Terbaru