Eggak mau kalah sama mangga, durian, rambutan dan buah-buahan lainnya, menikah dan khitan juga ada musimnya, lo. Biasanya, banyak orang yang menggelar hajatan usai Lebaran.
Bulan ini juga tak sedikit yang menyelenggarakan pernikahan dan khitanan, meski belum musimnya. Nah, kalau sudah musimnya, undangan dari kerabat, tetangga, teman, relasi bisa bejibun. Di akhir pekan, dalam sehari bisa menghadiri dua hingga tiga acara, tentu di tiga lokasi yang berbeda.
Datang ke pesta pernikahan dan khitanan tidak sekadar memberi doa restu, juga amplop berisi uang atau kado. Dan, pengeluarannya bukan cuma tanda kasih untuk penyelenggara hajat, plus transportasi menuju tempat acara. Jika perhelatannya di luar kota, maka pengeluaran lebih banyak lagi.
Meski begitu, Yoddie Frianti, yang kerap menghadiri undangan dari keluarga dan temannya, tak menyiapkan bujet khusus untuk kondangan. “Soalnya, belum tentu datang ke semua acara itu. Kalau memang datang, biasanya saya ambil saja yang ada di dompet,” ujar perempuan 25 tahun ini.
Karyawati swasta ini juga tidak punya patokan khusus setiap menyelipkan uang ke dalam amplop untuk diberikan ke keluarga atau teman yang mengadakan pesta perkawinan atau sunatan. Cuma biasanya, minimal ia memberikan Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per amplop.
Yang jelas, nilainya berbeda-beda untuk kerabat, keluarga jauh, teman dekat, dan teman biasa. “Bila dalam sebulan banyak undangan, biasanya saya tidak mengurangi dari range minimal itu,” ucapnya.
Jika memang harus menghadiri undangan di luar kota, Yoddie dan suami biasanya mengambil dana dari uang tabungan untuk liburan. Sehingga, dia merasa tak keberatan dari sisi dana kalau ada banyak undangan, termasuk bila lokasi acaranya di luar kota. Sebab, kondangan tidak tiap hari.
Hanya, Yoddie berpesan, jika memang banyak undangan, sebaiknya diprioritaskan saja. Dari sisi tempat, waktu, dan kedekatan dengan orang yang mengundang. Bukan cuma dana yang dimasukkan ke amplop yang jadi pertimbangan, tetapi biaya transportasi juga.
Alokasi rutin
Beda dengan Yoddie, Jetty Handajati punya anggaran khusus untuk kondangan yang masuk dalam dana sosial. “Saya dan suami simpan 5% dari pendapatan bulanan untuk dana sosial. Selain kondangan, dana sosial juga bisa untuk membantu kerabat yang sakit,” kata perempuan 50 tahun ini.
Menurut Jetty, seiring jabatan sang suami yang bekerja di sebuah bank yang terus naik, tentu akan menambah kolega. Dengan begitu, ia dan suaminya sering mendapatkan undangan, entah dari rekan kerja satu kantor atau beda kantor.
Biasanya, Jetty mengaku, dana yang dikeluarkan untuk kolega suaminya atau keluarga dan teman dekat, jumlahnya tidak sedikit. Agar tidak memberatkan, dia pun mengalokasikan dana sosial secara rutin tiap bulan.
“Kalau mau kasih di atas Rp 250.000, biasanya kami ambil dari dana ini. Kalau di bawah itu, diambil dari dompet saja. Tapi, tiap bulan pasti kami sisihkan, jadi begitu banyak undangan dalam sebulan tidak berat,” ungkap Jetty.
Meski begitu, jika kondisi keuangan sedang tidak baik, Jetty menambahkan, enggak ada salahnya memberi semampu kita. Sebab, menurut ibu rumah tangga ini, sebenarnya menghadiri undangan tujuan utamanya adalah memberi doa restu dan silahturahmi.
Sementara Deta Soegyono tak melulu memberikan amplop berisi uang. Wanita 58 tahun ini kadang memberi hasil karyanya berupa tas sulam sebagai kado pernikahan.
“Kalau orangnya mampu, biasanya saya beri hasil karya saya. Meski kalau dijual murah, itu akan berkesan. Jika orangnya memang kelihatan butuh uang, baru saya beri uang sesuai kemampuan saya,” ujar wiraswasta ini.
Deta juga kerap menghadiri undangan ke luar kota, baik dari keluarga maupun teman dekatnya. Biasanya, untuk kondangan ke luar kota, fokus Deta lebih pada biaya transportasi, bukan berapa besar uang yang akan dia amplopkan.
Kalau memang tak ingin merasa keberatan dengan dana kondangan, Deta memberi saran, sebaiknya iuran melalui kelompok. Dengan begitu, meski hanya memberi sedikit, tidak akan terlalu terlihat.
Sesuai kemampuan
Rakhmi Permatasari, Perencana Keuangan Safir Senduk & Rekan, mengatakan, uang kondangan bisa Anda masukkan dalam dana sosial. Karena, yang namanya undangan tidak menentu.
Sebaliknya, pemasukan sebagian besar orang sudah tentu. “Jadi, baiknya, sih, ditentukan saja tiap bulan, menyisihkan berapa,” imbuh dia.
Dana sosial, menurut Rakhmi, bisa Anda satukan dengan dana zakat. Misalnya, zakat sebesar 2,5% dari pendapatan, dana sosial juga 2,5%. Alhasil, total menjadi 5%, dan ini mesti dipotong begitu pendapatan Anda sudah masuk rekening.
Tapi, besaran dana sosial bisa menyesuaikan kemampuan keuangan Anda. Dana ini digunakan untuk sumbangan, hadiah, undangan, dan lainnya.
Dengan mengalokasikan secara rutin, dana darurat Anda tidak terganggu jika ada undangan yang datangnya tiba-tiba. “Kalau bulan ini dana sosial masih sisa, bisa dikumpulkan untuk bulan berikutnya. Bukan untuk dihabiskan di bulan itu, ya,” pesan Rakhmi.
Jika Anda mendapatkan undangan yang lokasinya di luar kota, dananya harus disiapkan jauh-jauh hari. Tapi, kalau dananya ternyata tidak mencukupi, jangan memaksakan diri apalagi sampai berutang.
Rakhmi menambahkan, konsep dana sosial adalah memberi. Karena itu, Anda mesti menyiapkan dana yang cukup, bahkan lebih banyak lebih baik. Dan, kalau Anda sudah komitmen mengalokasikan sebesar 5% dari pendapatan, maka pastikan dana itu benar-benar untuk orang lain, bukan buat kepentingan pribadi.
Sebaliknya, Risza Bambang, Chairman One Shildt Personal Financial Planning, justru tak menyarankan untuk menganggarkan dana kondangan. “Untuk masyarakat kebanyakan, tidak perlu bujet khusus. Kalau dibuat skala prioritas pun, dana kondangan sudah jauh di bawah,” ungkap Risza.
Beda dengan yang level sosialnya sudah kelas atas. Mereka akan kerap menerima undangan dari koleganya yang sebetulnya tidak menjalin hubungan terlalu dekat. Nah, untuk orang-orang seperti ini yang mempunyai surplus pendapatan yang besar, bisa mengalokasikan dana sosial tiap bulan.
Tapi, jika memang ada banyak undangan tapi dari segi anggaran pas-pasan, Risza bilang, Anda bisa mengurangi dana sehari-hari. Ambil contoh, jika biasanya makan di luar tiap hari, karena ada teman dekat yang menikah, Anda bisa membawa bekal dari rumah dan uang makan bisa disimpan untuk diberikan ke rekan.
Kecuali, bila yang mau menikah adalah orang yang benar-benar dekat dengan Anda, seperti adik, kakak, atau sepupu. Biasanya, mereka sudah memberi tahu tanggal pernikahan jauh-jauh hari. Dari situlah, Anda mulai menabung. “Anda bisa sisihkan 1%–2%, paling banyak 5%,” ujar Risza.
Hanya, yang kerap jadi pikiran banyak orang adalah jika mendapat undangan dengan lokasi acara di luar kota. Risza pribadi beranggapan, lebih baik uang transportasi atau akomodasi ke luar kota disumbangkan ke orang yang menikah.
Jadi, sesuai kemampuan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News