JAKARTA. Kebutuhan hidup kian banyak dan beragam. Apa boleh buat, banyak orang terdorong mencari penghasilan ekstra lewat kerja atau bisnis sampingan (side-job), selain tetap menikmati upah sebagai pegawai. Namun, tak jarang dari mereka akhirnya ingin melepas pekerjaan utama.
Merasakan nikmat rezeki dari pekerjaan sampingan, banyak orang tertarik memulai hidup sebagai wira-swastawan penuh. Mereka tak tertarik lagi bekerja pada orang atau perusahaan lain.
Salah seorang di antaranya adalah Hendi Wibisono, karyawan perusahaan swasta di Jakarta Pusat. Hendi berniat menjalankan bisnis online shopping yang telah dia rintis tiga tahun terakhir, sepenuh waktu (full-time). Namun, dia masih bimbang memikirkan risiko bakal kehilangan anekamacam fasilitas yang selama ini dia dapatkan dari tempat kerjanya.
Kebimbangan seperti itu sangat manusiawi. Namun, seperti kata pepatah, setiap kesuksesan butuh pengorbanan. Setiap pilihan memiliki konsekuensi tersendiri. Keleluasaan menjalankan dan mengeksplorasi bisnis pribadi harus dibayar kehilangan beragam fasilitas sebagai pegawai kantoran.
Ketika melepas status sebagai pegawai, seseorang setidaknya akan kehilangan berbagai jenis fasilitas. Pertama, pendapatan rutin berjumlah tetap. Ini adalah salah satu keunggulan menjadi karyawan. Dengan mengetahui dengan pasti berapa arus dana masuk setiap bulan, Anda bisa leluasa membuat perencanaan keuangan.
Nah, ketika beralih menjadi wiraswastawan, Anda harus siap dengan pendapatan yang tidak menentu. Ujung-ujungnya, perlu dipikirkan bagaimana pengaturan arus kas keluarga kelak.
Kedua, fasilitas kesehatan. Para pegawai umumnya menerima perlindungan kesehatan dari pemberi kerja, baik dalam bentuk asuransi kesehatan maupun dana kesehatan berplafon tertentu. Fasilitas serupa bahkan menjangkau anggota keluarga. Sebagai pengusaha, semua itu harus Anda tanggung sendiri, sepenuhnya.
Ketiga, beragam pendapatan tidak tetap, seperti bonus kinerja dan tunjangan hari raya (THR). Banyak karyawan mengandalkan pendapatan ekstra tersebut untuk memenuhi kebutuhan yang memakan dana besar.
Lagi-lagi, cadangan pendapatan seperti ini tak bisa lagi bisa diharapkan secara rutin, begitu seseorang menjalankan usahanya sendiri. Risiko-risiko tersebut tentu sudah Anda ketahui jauh-jauh hari. Namun, sangat mungkin risiko itu sebanding dengan apa yang akan Anda dapatkan begitu benar-benar terlepas dari status pegawai.
Supaya tidak berhenti sebatas kebimbangan, sebaiknya Anda mulai menempuh persiapan yang matang, terutama dari segi pengaturan kocek. Jangan sampai upaya Anda meningkatkan taraf hidup, justru tak tercapai hanya karena persiapan yang kurang matang.
Apa saja yang perlu Anda persiapkan? Simak saran dan paparan dari perencana keuangan berikut.
Periksa arus kas
Menengok lagi kondisi kocek wajib Anda lakukan sebelum mengajukan surat pengunduran diri ke kantor. Coba hitung semua pengeluaran Anda dalam satu bulan, mulai dari pengeluaran rumahtangga rutin, pengeluaran untuk kebutuhan anak, pengeluaran kebutuhan investasi, cicilan utang, asuransi, dan sebagainya. “Angka yang Anda dapat dari situ merupakan target pendapatan minimal yang harus Anda dapatkan setiap bulan kelak,” jelas Farah Dini, perencana keuangan Janus Consulting.
Hitung pula angka pendapatan dalam skenario terburuk. Ambil contoh, pengeluaran per bulan atau target minimal penghasilan Anda sebesar Rp 10 juta. Tetap ada kemungkinan penghasilan Anda kelak di bawah itu. Sudahkan Anda menyiapkan strategi untuk mengatasinya? “Tanpa mengetahui angka terburuk, kecenderungan berutang akan sangat besar,” imbuh Dini.
Anda bisa menyisir lagi pos-pos pengeluaran mana yang bisa ditekan agar ketika terjadi skenario terburuk, Anda tak perlu berutang untuk menambalnya. Contoh, pos listrik dan air, pos rekreasi, atau pos transportasi.
Pos-pos pembayaran cicilan utang harus Anda pastikan tetap lancar agar tidak menuai masalah lebih besar. Bagaimana dengan kartu kredit?Tetaplah dengan prinsip membayar penuh tagihan sebelum jatuh tempo!
Dana darurat
Dana darurat atau emergency fund sejatinya wajib Anda siapkan, tak peduli status Anda adalah karyawan atau wiraswastawan. “Saat berwiraswasta, umumnya pemasukan menjadi berfluktuasi sehingga keberadaan dana darurat malah penting sekali,” kata Mohamad Andoko, perencana keuangan OneShildt Financial Planning.
Berapa besarnya? Menurut Andoko, emergency fund senilai enam hingga 12 kali pengeluaran bulanan terbilang cukup. Besar pengeluaran bulanan sudah Anda ketahui dari pemeriksaan arus kas. Nah, ada baiknya sebelum beralih menjadi pengusaha, Anda juga telah memiliki proyeksi pendapatan bulanan. Alhasil, besar dana darurat yang harus Anda siapkan lebbih presisi nilainya.
Dini berpendapat, besar dana darurat untuk situasi seperti itu idealnya senilai 12 kali pengeluaran bulanan. “Sebagai antisipasi jika di bulan-bulan ke depan penghasilan menurun atau tidak ada sama sekali,” jelas dia.
Asuransi kesehatan
Hilang status karyawan, hilang pula fasilitas kesehatan yang Anda nikmati selama ini. Mau tidak mau, Anda perlu membeli sendiri asuransi kesehatan agar kelak saat terjadi risiko kesehatan pada Anda dan keluarga, bisnis Anda tidak terganggu.
Tentukan dulu asuransi kesehatan seperti apa yang Anda cari. Selain tarif kamar rawat inap yang Anda butuhkan, biaya dokter, obat-obatan, dan biaya operasi, tengok pula manfaat lain seperti perlindungan kecelakaan. Sebagai langkah awal, kepala keluarga lebih diutamakan mendapat fitur asuransi kesehatan yang lengkap. Sisihkan waktu untuk memilih produk yang tepat. Perusahaan asuransi kerap memberikan diskon premi jika Anda membeli sekaligus untuk anggota keluarga.
Andoko menambahkan, pembayaran premi asuransi bagi seorang wirusahawan sejatinya bisa menjadi komponen biaya di perusahaan yang dia rintis, sehingga akan mengurangi pajak perusahaan.
Asuransi jiwa
Bila Anda punya tanggungan, asuransi jiwa alias term life wajib Anda penuhi, tidak peduli apakah Anda karyawan atau wirausahawan. Sebab, itu berkaitan dengan kelangsungan hidup tanggungan Anda bila Anda meninggal dunia.
Hitung kebutuhan uang pertanggungan dengan rumus sederhana. “Potensi penghasilan dikalikan 12 bulan dikalikan jangka waktu Anda ingin proteksi tersebut tersedia untuk keluarga,” jelas Andoko.
Misal, potensi penghasilan Rp 10 juta dan anak Anda baru mandiri sekitar 15 tahun lagi. Maka, uang pertanggungan yang Anda butuhkan adalah
Rp 10 juta x 12 x 15 tahun alias Rp 1,8 miliar. Pilih produk term life murni dengan pembayaran premi tahunan.
Investasi jalan terus
Andoko menilai, menjadi wirausahawan bukan berarti melupakan kebutuhan investasi. Apalagi, jika selama ini Anda sudah menjalankan berbagai rencana keuangan, seperti rencana dana pensiun atau dana pendidikan anak.
Sangat sayang bila hal itu terhenti hanya karena penghasilan tak lagi rutin setiap bulan. Anda bisa mengubah pola investasi dari bulanan menjadi tahunan mengikuti siklus penghasilan Anda sebagai usahawan. Untuk dana pensiun dari kantor terdahulu, sebagai contoh, bisa Anda cairkan dan tempatkan di instrumen investasi yang lebih agresif agar mampu memenuhi target kebutuhan pensiun.
Nah, dengan menyiapkan kondisi kocek terlebih dulu, melakoni status baru sebagai wirausahawan yang mandiri dapat berjalan lebih lancar dan nyaman. o
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News