ANGGARAN - JAKARTA.Kuliah di luar negeri, bagi kebanyakan mahasiswa, berarti identik dengan urusan menghemat duit. Mahasiswa yang menempuh pendidikan di luar negeri harus pandai mengatur keuangan.
Kuliah di luar negeri jadi impian sebagian kaum millenial. Umumnya, mereka mengikuti program beasiswa untuk dapat mewujudkan impiannya.
Baca Juga: Cukup dua tahun nabung, karyawan pemula sudah bisa umrah sendiri
Budi Raharjo, Financial Planner OneShildt bercerita millenial yang kuliah di luar negeri cenderung ingin jalan-jalan ke negara lain.
Apakah Anda begitu? Jika jawaban Anda iya, segera singkirkan dulu agenda jalan-jalan itu.
Karena, Anda harus berhitung dan membuat daftar anggaran biaya hidup selama kuliah di luar negeri.
Namun, sebelumnya Anda harus mengetahui nilai uang saku dan fasilitas yang didapatkan. Karena, kedua hal tersebut menjadi bekal membuat anggaran biaya bulanan.
Pertama, yang harus Anda lakukan adalah membuat anggaran biaya kebutuhan pokok seperti tempat tinggal, makan dan transportasi. Anda dapat mencari referensi biaya tersebut melalui internet atau teman yang sudah berpengalaman.
Selain mencari tempat tinggal yang nyaman, sebaiknya Anda menyewa kamar sesuai dengan kemampuan finansial. Sehingga, uang bulanan Anda tidak habis untuk membayar biaya tempat tinggal.
Baca Juga: Generasi millenial wajib memupuk dana darurat sejak dini
Anda dapat mencari tempat tinggal yang tidak terlalu jauh dari kampus. Sehingga, Anda tidak harus menganggarkan dana terlalu besar untuk biaya transportasi.
Untuk urusan makan, sebaiknya Anda mulai belajar memasak. Agar Anda tidak perlu merogoh kocek dalam-dalam untuk menyiapkan biaya makan saban harinya.
"Biaya makan di restoran cukup mahal di luar negeri, sebaiknya Anda masak sendiri," kata Budi.
Namun bila Anda ingin sekali makan di restoran sebaiknya pilih waktu siang atau malam hari. Anda dapat menggabung waktu makan siang dan malam.
Anda tidak perlu khawatir kelaparan, karena restoran di luar negeri menyajikan makanan dalam porsi besar.
Kedua, Anda wajib menyisihkan uang saku bulanan untuk dana darurat. Budi menjelaskan dana tersebut dapat Anda gunakan ketika kiriman uang bulan terlambat.
Dengan begitu, Anda tetap dapat beraktivitas seperti biasa meski uang bulanan belum di tangan.
Baca Juga: Gaji Rp 8 juta per bulan, ini saran perencana keuangan untuk mengolahnya
Budi menyarankan Anda sebaiknya memiliki dana darurat minimal senilai satu bulan pengeluaran. Anda dapat menyisihkan sekitar 10%-20% dari uang saku bulanan untuk tabungan dana darurat.
Anda dapat menyimpan dana darurat di dalam rekening yang terpisah. Sehingga, Anda tidak sampai menggunakan dana tersebut untuk kebutuhan konsumtif.
Setelah dana darurat terkumpul, Anda dapat menyisihkan sekitar 10%-20% uang saku untuk tabungan. Anda dapat menggunakan tabungan tersebut untuk kebutuhan entertaiment. Atau, Anda dapat menggunakannya untuk kebutuhan lain yang tidak terduga.
Eko Endarto, Financial Planner mengatakan Anda sebaiknya menunda agenda jalan-jalan bila belum memiliki dana darurat dan tabungan.
Bila ingin menjelajah negara lain, Anda sebaiknya menabung sejak jauh-jauh hari. Agar Anda tidak sampai menggunakan dana darurat untuk aktivitas tersebut.
Baca Juga: Milenial penting untuk punya rumah
Ketiga, Anda harus mempunyai sifat disiplin. Anda harus mengutamakan kebutuhan pokok dan menabung baru kebutuhan konsumtif lainnya.
Anda sebaiknya mencatat seluruh pengeluaran harian secara teratur. Jadi, Anda tahu nilai pengeluaran yang dilakukan saban harinya.
Anda dapat mencatat pengeluaran tersebut secara manual menggunakan Microsoft Excel atau buku catatan. Bila ingin praktis, Anda dapat menggunakan aplikasi akuntasi yang tersedia di App Store atau Play Store.
Cari pendapatan tambahan
Bila uang saku tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidup. Anda dapat mencari pendapatan tambahan dengan bekerja paruh waktu.
Baca Juga: Cepat bebas dari tagihan kartu kredit, bukan impian mustahil
Anda dapat bekerja di restoran, cafe, kantin kampus, atau lainnya. Perlu diingat, Anda harus pastikan pekerjaan tersebut tidak sampai mengganggu waktu belajar dan kuliah.
Selain itu, Anda pastikan apakah pihak pemberi beasiswa memperbolehkan untuk bekerja paruh waktu. "Beberapa program ada yang melarang penerima beasiswa bekerja selama kuliah," kata Budi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News