JAKARTA. Kecil dimanja, muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga. Itu guyonan lama yang masih relevan hingga kini. Siapa, coba, yang tak kepingin hidup (dan mati) senikmat itu?
Menjadi kaya boleh jadi merupakan mimpi standar orang dewasa. Bayangan tinggal di rumah berlantai marmer impor dari Italia, berendam di bath tub seharga ratusan juta perak, naik limosin keliling kota, serta mendapat pelayanan ekstra istimewa dari bank ala Malinda Dee, jelas begitu menggoda. Siapa yang berani menampik anugerah hidup seperti itu?
Sayang sekali, menjadi kaya bukan garis hidup otomatis bagi semua orang. Kebanyakan dari kita harus berjuang ekstra keras agar menjadi kaya. Masalahnya, tak semua orang bisa tekun, sabar, dan gigih mengejar mimpi untuk menjadi kaya. Mungkin karena itu pula, banyak orang tergoda untuk menempuh cara agar bisa menjadi kaya secara “instan”. Kalau tak menghimpun uang haram sebagai modal menumpuk harta, mereka mengandalkan utang sebagai senjata untuk memupuk kekayaan.
Bagi mereka kaya identik dengan tumpukan harta. Semakin banyak harta yang mereka kuasai, semakin mereka merasa kaya. Benarkah cara pandang seperti itu? Kalau Anda bertanya kepada para perencana keuangan atau financial planner, tentu, mereka akan menjawab kompak: tidak!
Di dunia keuangan berlaku sebuah persamaan ampuh: Harta = Utang + Modal. Banyak orang mengira bahwa status kaya identik dengan Harta sehingga mereka memupuk harta, apa pun caranya. Itu adalah anggapan salah.
Status kaya, sejatinya, bukan berada di sisi Harta, melainkan pada sisi Modal. Meski menghuni townhouse berharga miliaran dan mengendarai sedan cabriolet saban sore, Anda bukan orang kaya apabila membiayai semua harga tersebut dengan pinjaman atawa utang. Sebaliknya, Anda berhak mengklaim sebagai orang kaya walau cuma mengendarai bebek matik, selama semua harta Anda beli dengan uang sendiri. Kesalahan mengidentifikasi status diri sendiri ini bisa berakibat fatal. Orang yang “kaya” dari utang bisa melarat tiba-tiba ketika gagal membayar angsuran pinjaman mereka.
Para pakar keuangan menyebut catatan yang merangkum posisi harta, utang, dan modal ini sebagai neraca keuangan. Nah, setiap individu atau keluarga wajib menyusun neraca keluarga seperti di atas sebelum menyusun rencana-rencana finansial lain. Ini ibarat sebuah pemeriksaan kesehatan (medical check up) di klinik kesehatan, sebelum Anda berlari maraton. Tujuan pemeriksaan kesehatan keuangan (financial diagnosis atau financial check up) tak lain adalah untuk mengetahui fakta sesungguhnya tentang kondisi keuangan kita di saat pemeriksaan tersebut.
Selain menyusun neraca keuangan keluarga, dalam financial diagnosis, Anda juga perlu membuat daftar yang berisi perincian seluruh penghasilan dan pengeluaran selama setahun terakhir. Daftar ini untuk mengetahui apakah Anda mencatatkan surplus pendapatan, defisit, atau keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran.
Jika nilai penghasilan atau pendapatan Anda dalam periode tertentu lebih besar daripada total pengeluaran, berbahagialah. Sebab, itu berarti keuangan Anda cukup sehat dan Anda bisa menabung untuk mencapai tujuan-tujuan finansial di masa mendatang.
Sementara, apabila pendapatan Anda kurang lebih sama dengan pengeluaran, waspadalah! Berarti, selama ini, Anda tak bisa menabung. Kalau ada kebutuhan mendadak, pasti Anda bakal kelabakan. Ujung-ujungnya, mungkin, Anda terpaksa harus berutang kepada pihak lain.
Kalau sampai pengeluaran Anda lebih besar daripada penghasilan, sinyal bahaya sudah menyala. Itu namanya besar pasak daripada tiang alias defisit. Kalau kondisi ini dibiarkan, keuangan keluarga Anda menuju kehancuran.
Jadi, bagaimanakah kondisi keuangan Anda? Sehat? Segera lakukan financial diagnosis secara sederhana jika Anda belum mengetahuinya. Sebagai langkah awal, Anda bisa mencoba memanfaatkan aplikasi Financial Diagnosis yang tersedia di portal finansial www.kontan.co.id. Dengan cara ini, kita bisa mendeteksi sejak dini jika ada “penyakit” yang menggerogoti kesehatan dompet.
Jika tak cukup percaya diri untuk melaksanakan financial diagnosis sendiri, Anda bisa meminta bantuan dari pakarnya, yaitu para perencana keuangan. Firma perencana keuangan, biasanya, telah memiliki alat bantu (tools) yang lengkap untuk melaksanakan financial diagnosis secara lebih komprehensif. Jika Anda beruntung, mungkin, sang perencana keuangan bersedia membagikan kiat-kiat praktis untuk mengatasi gejala-gejala penyakit finansial yang terlihat setelah proses financial diagnosis.
Ke mana kita harus mencari para financial planner itu? Tak perlu pusing. Kunjungi saja Indonesia Financial Expo & Forum (2013) yang akan diselenggarakan di Gramedia Expo, Surabaya, pada 27 September - 29 September 2013 serta di Jakarta Convention Center (JCC) pada 4 Oktober - 6 Oktober 2013. Beberapa firma perencanaan keuangan akan ikut hadir di ajang pameran produk investasi terbesar ini. Di lokasi IFEF, Anda juga bisa langsung memeriksa kondisi keuangan Anda dengan memanfaatkan aplikasi Financial Diagnosis yang disediakan oleh KONTAN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News