REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Kinerja emiten perbankan tahun 2023 diprediksi berlanjut membaik menyusul pendapatan dan pertumbuhan laba operasi sebelum pencadangan atau pre-provisioning operating profit (PPOP) tahun 2022 yang kuat.
Analis RHB Sekuritas Andrey Wijaya mengatakan, meskipun pertumbuhan laba pada November 2022 menurun secara bulanan, sektor bank tercatat membukukan pertumbuhan laba yang kuat, yaitu sebesar 44,6% secara tahunan atau year on year (yoy).
“Ini sesuai dengan harapan kami. Biaya kredit atau Cost of credit (CoC) yang lebih rendah menjadi 1,6% pada September 2022, sehingga mendorong pertumbuhan laba bersih yang kuat,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (3/2).
Andrey mengatakan, CoC dari 4 bank besar (BBNI, BMRI, BBRI, dan BBCA) terpantau stabil. Sementara, CoC dari bank kecil/menengah sedikit naik karena stimulus kenaikan CoC Bank Danamon yang lebih tinggi.
Dalam riset RHB Sekuritas tanggal 20 Januari 2023, tercatat bahwa pertumbuhan PPOP perbankan yang mencapai 15,2% yoy per November 2022, dipimpin 4 bank besar (naik 16,3% yoy). Sedangkan bank-bank small-mid cap meningkat 7,7% yoy.
“Pada tahun 2023, pertumbuhan laba diperkirakan akan kembali normal dengan peningkatan 17% yoy. Itu didorong biaya kredit yang lebih rendah, pertumbuhan pinjaman yang sehat, dan Net Interest Margin (NIM) yang lebih luas,” ungkapnya.
Baca Juga: Saham-Saham Ini Menarik Dikoleksi Pasca The Fed Kerek Suku Bunga 25 Bps
Menurut Andrey, pertumbuhan kredit perbankan meningkat 10,2% yoy pada November 2022, naik dari 10,7% yoy pada Oktober 2022.
Sedikit penurunan itu berasal dari sektor-sektor tertentu seperti penerbangan, hotel dan restoran, tekstil, dan alas kaki.
Secara keseluruhan, pertumbuhan kredit pada November 2022 didorong peningkatan pada semua jenis kredit dan mayoritas sektor ekonomi, khususnya segmen UMKM dan pembiayaan syariah.
Untuk tahun 2023, diperkirakan pertumbuhan kredit berada di satu digit yang tinggi. Menurut Andrey, hal tersebut masih sehat, meskipun ada sedikit penurunan pertumbuhan kredit secara tahunan sebagai akibat dari suku bunga yang lebih tinggi.
“Penurunan pertumbuhan kredit di tahun 2023 itu diakibatkan Indonesia mendekati tahun pemilu (tahun 2024). Sehingga, bisnis cenderung menunda ekspansinya. Ini juga memperlambat pertumbuhan permintaan pinjaman investasi,” paparnya.
Andrey menuturkan, rasio Current Account Saving Account (CASA) bank pada akhir November 2022 meningkat menjadi 69,5% dari sebelumnya 66,8% pada Oktober 2022.
Peningkatan simpanan dengan biaya bunga rendah, kata Andrey, seharusnya menghasilkan cost of fund (CoF) yang lebih rendah. Namun, NIM pada November 2022 tetap stabil di 5,2%.
Menurut Andrey, bank cenderung akan mempertahankan tingkat suku bunga kredit mereka, meskipun ada kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).
“Bank percaya bahwa mereka dapat menjaga CoF tetap rendah, karena likuiditas yang cukup. ini dibuktikan oleh Loan to Deposit Ratio (LDR) yang sedikit lebih rendah sebesar 80,4% pada November 2022,” ujar Andrey.
Menurut Andrey, likuiditas 4 bank besar berada dalam kondisi yang baik, yaitu pada 78,6% pada November 2022, tetapi bank-bank kecil/menengah berada di 89%.
“Perbankan kemungkinan besar akan meninjau kembali dan merevisi suku bunga pinjaman mereka pada 1Q23, agar selaras dengan tren kenaikan suku bunga BI,” ungkapnya.
Diantara saham perbankan, Andrey merekomendasikan buy saham BBNI dan BBRI. Masing-masing dengan target harga BBNI sebesar Rp 11.600 per saham. Sementara, target harga saham BBRI sebesar Rp 5.800 per saham.
Baca Juga: Kinerja Emiten Bank Diprediksi Makin Membaik Membaik Tahun Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News