Bocor halus bikin gembos keuangan

Selasa, 27 Juni 2017 | 10:10 WIB   Reporter: Francisca Bertha Vistika
Bocor halus bikin gembos keuangan


Sebagai pegawai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Tari harus memiliki rekening tabungan di Bank DKI. Rekening bank pembangunan daerah itu untuk menampung gaji pokok dan tunjangan perempuan 33 tahun ini.

Cuma, Tari sehari-hari tinggal di Tangerang, Banten. Di daerah pinggiran Jakarta ini, jarang sekali ada ATM Bank DKI.

Alhasil, dia sering menarik tunai di mesin teller otomatis bank anggota jaringan ATM Bersama. Tentu, ia harus keluar biaya ekstra Rp 7.500 per transaksi lantaran terkena fee tarik tunai.

Bukan angka yang besar, memang. Tapi, bila setiap bulan Tari mengambil uang tunai di ATM bukan Bank DKI sebanyak lima kali, maka total dia harus merogoh kocek sebesar Rp 37.500.

Itu baru biaya tarik tunai, belum kalau melakukan transfer atau sekadar cek saldo di ATM non-Bank DKI.

Dalam keuangan keluarga, pengeluaran tersebut populer dengan sebutan bocor halus. Memiliki rekening bank yang banyak biaya administrasinya juga bisa membuat bocor halus keuangan rumahtangga.

Menurut Budi Raharjo, Perencana Keuangan Oneshildt, bocor halus dalam keuangan keluarga adalah pengeluaran yang tidak terdeteksi. Gara-garanya, pengawasan yang lemah terhadap pengeluaran-pengeluaran kecil yang tidak tentu jumlahnya dan tak disadari namun cukup sering terjadi.

Contoh lain bocor halus dalam keuangan keluarga yang sering terjadi: mengeluarkan uang untuk parkir liar dan membeli camilan di perjalanan menuju lokasi kerja. “Jika bocor halus harian ini sering terjadi, maka akhirnya menjadi besar dan menggembosi keuangan keluarga,” kata Budi.

Dan, meski namanya bocor halus, pengeluarannya tidak semata yang bernilai kecil. Pengeluaran dengan nilai besar juga masuk kategori bocor halus, lo. “Selama sudah keluar dari anggaran Anda, sebenarnya sudah bocor halus,” ujar Pandji Harsanto, Perencana Keuangan Finansia Consulting.

Penyebab utama

Penyebab utama bocor halus, Budi bilang, ya, itu tadi, pengawasan keuangan yang lemah. Pengeluaran-pengeluaran yang masuk kategori bocor halus memang sering tidak memungkinkan Anda mencatat karena tanpa bukti pembelian.

Waktunya bisa kapan saja. Ini semua yang membuat Anda lalai dalam mengawasi keuangan.

Terkadang, bocor halus dalam keuangan keluarga juga bisa terjadi akibat pola belanja tanpa rencana. Ambil contoh, ketika melakukan belanja bulanan di supermarket, Anda membeli barang yang sebetulnya enggak butuh-butuh amat.

Anda membelinya hanya karena kemasannya menarik, lagi promosi, atau lapar mata. “Jelas, kebiasaan ini bisa mengganggu keuangan,” ucap Budi.

Kebiasaan impulse buying itu, Budi menegaskan, sangat merusak keuangan keluarga. Seseorang bisa saja dengan mudah tergoda membelanjakan uangnya untuk barang yang tidak direncanakan untuk dibeli semata-mata karena diskon, misalnya.

Atau, menggunakan kartu kredit secara tidak bijaksana lantaran tidak memiliki cukup uang untuk membeli barang secara kontan.

Sumber bocor halus, Pandji menambahkan, bisa juga karena hobi. Koleksi barang-barang tertentu, contohnya. Memang, membelinya sedikit-sedikit tapi lama-lama jadi banyak.

Sejatinya, Budi mengatakan, pengeluaran bocor halus masih dalam batas toleransi jika besarannya tidak lebih dari 5% penghasilan bulanan Anda. Tapi, kalau mencapai 10% bahkan lebih, bocor halus memerlukan perlakuan khusus agar tak terus-menerus terjadi.

Makin bahaya, Pandji melanjutkan, jika pengeluaran bocor halus dibiayai dari utang. Atau, pengeluaran tersebut sampai membuat Anda tidak bisa menabung lagi. “Bahkan, membikin Anda jadi enggak punya dana darurat. Pengeluaran itu tidak bisa direm,” ujar dia.

Cara mengatasi

Perlakuan khusus seperti apa agar bocor halus keuangan tidak terus-menerus terjadi? Tentu, Budi menuturkan, saban hari Anda tidak mungkin mengawasi setiap uang kecil yang keluar dari saku.

Salah satu cara paling gampang mengawasinya adalah, dengan membatasi konsumsi duit yang Anda belanjakan sehari-hari. Misalnya, uang yang Ada di dompet Anda maksimal Rp 100.000 per hari dan berkomitmen untuk tidak mengambil duit lagi jika ada kekurangan. Kecuali, untuk kebutuhan mendesak.

Dengan demikian, berapapun uang yang Anda keluarkan, baik untuk hal-hal penting maupun kurang penting, pengeluaran tetap terkendali secara harian, maksimal Rp 100.000. “Jika keuangan sudah menipis, maka Anda dengan mudah bisa me-review ke mana saja uang itu dibelanjakan,” kata Budi.

Lalu, cara sederhana mengatasi impulse buying ialah, dengan membuat catatan rencana belanja bulanan dan berkomitmen untuk tidak keluar dari rencana itu. Sekaligus, ini berfungsi sebagai terapi agar Anda tak mudah tergoda oleh keinginan-keinginan yang mengakibatkan impulse buying.

Cara lain untuk menghindari bocor halus keuangan: dengan menyadari, apakah dorongan belanja atau mengeluarkan uang untuk suatu kebutuhan atawa emosional sesaat. “Terkadang, saat sedang dalam kondisi emosi yang kurang baik, itu bisa mendorong Anda jadi lebih konsumtif demi memuaskan atau melepas stres melalui terapi belanja,” ujar Budi.

Dengan lebih menyadari apa yang sebenarnya sedang terjadi terhadap kondisi emosional, maka Anda bisa berpikir logis bahwa keinginan atau dorongan belanja tersebut sifatnya hanya sementara. Ini sebelum akhirnya membeli suatu barang yang akhirnya Anda sesali.

Sedang menurut Pandji, ada tiga langkah untuk mengatasi bocor halus keuangan.

Pertama, Anda harus punya rekening khusus. Ini terutama untuk Anda yang hobi mengoleksi barang tertentu.

Kedua, mulai mempertanyakan ketika membeli atau bertransaksi sesuatu, apakah itu keinginan atawa kebutuhan. Tapi celakanya, kadang orang melakukan pembenaran sehingga keinginan jadi kebutuhan. “Karena kepikiran terus, keinginan akhirnya menjadi kebutuhan,” ujar Pandji.

Ketiga, membuat rekam jejak. Tujuannya: mendeteksi pengeluaran keuangan di luar kewajaran. Misalnya, nonton film di bioskop. Biasanya hanya dua kali sebulan jadi empat kali.

Kemudian, bisanya ke jalan-jalan ke tempat wisata cuma sebulan sekali menjadi dua kali. “Itu bujet sudah 30% dari gaji. Padahal, buat hobi, kan, maksimal 10%,” tegas Pandji.

Awas bocor halus, lama-lama bisa bikin gembos juga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan

Terbaru