Agar anak tak terlantar saat bercerai

Selasa, 23 Februari 2016 | 16:12 WIB   Reporter: Harris Hadinata
Agar anak tak terlantar saat bercerai


JAKARTA. Anda mungkin kerap mendengar kisah seorang anak menjadi pembuat masalah gara-gara orangtuanya bercerai. Istilah bekennya, anak-anak dari keluarga broken home.

Perceraian orangtua memang seringkali membuat anak menjadi terlantar. Baik suami maupun istri kerap sudah terlalu emosi, sehingga justru menumpahkan kemarahan ke anak atau bahkan sama sekali tidak memperhatikan anak. Orangtua yang bercerai juga kerap lebih sibuk memikirkan hak masing-masing ketimbang hak anak.

Menurut Direktur Tatadana Consulting Tejasari, kejadian seperti ini bisa dihindari bila orangtua sejak awal sudah membuat perjanjian pranikah. Dengan demikian, kepemilikan masing-masing pihak, baik suami atau istri, sudah jelas dan dilindungi hukum. Dus, suami dan istri tidak perlu lagi berebut aset.

Bila memang masih ada pembagian harta yang dipermasalahkan, suami maupun istri bisa membuat perjanjian lagi.

"Sampai sebelum ada keputusan cerai dari hakim, suami istri bisa membuat perjanjian soal aset," jelas Ade Novita, pendiri AN Partnership.

Tentu saja, kebutuhan anak jangan sampai terlantar. Misalnya saja kebutuhan biaya sekolah, uang saku sehari-hari dan sebagainya. Karena itu, pasangan yang bercerai perlu memperhatikan hal-hal berikut selama masa perceraian diproses.

Pertama, pastikan komitmen suami dan istri dalam merawat anak. Bila selama ini pemasukan bagi keluarga hanya dari suami, maka pastikan komitmen suami dalam memberi nafkah bagi anaknya. Apakah suami tetap bersedia memberi nafkah untuk anak selama proses perceraian masih berlangsung?

Sedang bila pemasukan datang baik dari suami atau istri, maka kebutuhan anak bisa dipenuhi oleh salah satunya. Tentu saja, istri juga tetap bisa meminta komitmen suami ikut berkontribusi memenuhi kebutuhan anak selama proses cerai berlangsung.

Kedua, bila misalnya salah satu pihak yang bercerai tidak bersedia ikut berkomitmen menafkahi si anak, tabungan keluarga bisa digunakan. "Boleh memakai dana darurat," kata Tejasari.

Ketiga, masa depan anak juga perlu dipikirkan. Karena itu, ada baiknya suami dan istri yang bercerai juga memikirkan warisan untuk si anak. Bahkan, "Pihak yang menuntut cerai bisa memasukkan masalah warisan anak ke dalam tuntutan cerai," papar Ade.

Karena itu, saat mengurus proses perceraian, baik suami atau istri sebaiknya jangan terlalu emosi. "Untuk membantu, ada baiknya berkonsultasi dulu dengan psikolog dan financial planner," imbuh Ade. Dengan demikian, suami dan istri bisa membagi harta dengan adil. Anak pun tidak terlantar.

Keempat, biasanya suami tetap dituntut memberi sebagian pendapatannya untuk anak. Bila suami ternyata ingkar dan tidak memberi nafkah untuk anak, istri bisa meminta pengadilan melakukan eksekusi untuk memastikan si suami melaksanakan kewajibannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Harris Hadinata

Terbaru