Reksadana dulu, baru merdeka secara finansial

Rabu, 19 Agustus 2015 | 10:05 WIB   Reporter: Agung Jatmiko, Ruisa Khoiriyah
Reksadana dulu, baru merdeka secara finansial


Reksadana bisa menjadi pilihan untuk mencapai tujuan keuangan. Selama tepat dengan tujuan dan profil risiko, reksadana dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya layak menjadi salah satu isi keranjang investasi Anda.

Akhir-akhir ini, Ita Rahma, karyawan sebuah BUMN di sektor keuangan, malas mengakses kanal-kanal berita online yang membahas tentang kabar ekonomi terkini. Padahal, sebelumnya perempuan 30-an tahun ini begitu bersemangat membuka website yang mengupas berita ekonomi. "Membaca berita sekalian mengecek pertumbuhan dana investasi di reksadana saya," ujarnya.

Kemalasan Ita membaca berita tentang kondisi ekonomi terkini dan menengok perkembangan dana investasinya di reksadana bukan tanpa sebab, lo. Situasi perekonomian domestik yang belakangan lebih banyak memberikan kabar buruk membuatnya agak stres. Maklum, kelesuan ekonomi di dalam negeri akibat akumulasi berbagai faktor, baik eksternal maupun internal, nyata-nyata menumbangkan kinerja hampir semua produk investasi keuangan pasar modal. Tak terkecuali produk reksadana.

Dan, Ita hanya satu dari sekian ratus ribu investor reksadana yang dipaksa menghadapi penurunan nilai investasi mereka akibat kondisi pasar yang tengah tidak bersahabat. Memang, separah apa, sih, kinerja reksadana saat ini? Infovesta Utama, lembaga riset reksadana, mencatat, dalam setahun terakhir hingga 29 Juli 2015, Indeks Equity Fund Infovesta amblas 8,06%.

Bahkan dalam enam bulan terakhir, rata-rata penurunan return produk reksadana saham di pasar mencapai 13,54%.  Kinerja reksadana jenis lain juga tidak jauh berbeda. Rata-rata imbal hasilnya tergerus penurunan nilai aset yang menjadi underlying asset.

Nah, bila Anda rajin menyimak artikel atau paparan para pakar investasi pasar modal, kondisi naik turun pasar sejatinya adalah hal yang sangat lumrah. Soalnya, reksadana atawa mutual fund termasuk produk pasar modal yang tidak kalis dari risiko-risiko, termasuk juga risiko turbulensi pasar.

Meski tidak bisa lepas dari berbagai risiko, reksadana sebagai produk investasi pasar modal menjanjikan manfaat yang tidak sedikit, lo. Sudah banyak orang yang merasakan keuntungan berinvestasi di produk yang disebut kontrak investasi kolektif (KIK) ini.

Ita, misalnya, yang berinvestasi di reksadana sekitar empat tahun terakhir, sudah pernah merasakan keuntungan dari memutar duit di produk investasi tersebut. Maka dari itu, walau kini kinerja reksadana tengah amburadul, Ita berusaha tetap tenang dan fokus pada tujuan berinvestasinya.


Cocok bagi pemula
Prihatmo Hari Mulyanto, Direktur Utama Danareksa Investment Management, mengingatkan, reksadana adalah produk investasi untuk tujuan keuangan jangka panjang. Tekanan pasar hanya sebuah kondisi sementara. Kelak, kinerja reksadana akan kembali membaik seiring perbaikan kondisi perekonomian.

Bagi kalangan yang masih belum akrab dengan investasi di pasar modal, istilah saham mungkin lebih akrab terdengar di telinga ketimbang reksadana. Seperti saham, reksadana adalah salah satu produk investasi di pasar modal. Sebagaimana sebuah produk investasi, reksadana bisa Anda manfaatkan untuk membantu pencapaian sebuah tujuan keuangan.

Para perencana keuangan di tanah air banyak yang getol merekomendasikan para kliennya untuk memakai reksadana sebagai instrumen investasi dalam sebuah rencana keuangan. Bukan tanpa sebab mengapa reksadana banyak disarankan oleh para financial planner.

Budi Raharjo, perencana keuangan OneShildt Financial Planning, menilai, ada banyak keunggulan reksadana sehingga bisa menjadi pilihan tepat bagi investor pemula. Produk investasi ini memiliki karakteristik yang relatif mudah dipahami oleh pemodal debutan.

Kendati berisi aset dasar berupa produk pasar modal seperti saham, obligasi, maupun instrumen pasar uang, reksadana relatif cocok bagi investor pemula. Sebab, si investor tidak memutar sendiri uangnya di reksadana miliknya. Ada manajer investasi (MI) atawa fund manager yang mengelola kerja reksadana, agar bisa memenuhi target performanya.

Seorang investor reksadana tidak dituntut memiliki bekal pengetahuan, pengalaman, skill, maupun informasi seluas para trader di pasar saham. "Bila memiliki itu semua, lebih baik Anda terjun langsung menjadi trader," ujar Tri Agung Winantoro, Direktur Utama Asia Kapital Raya.

Nah, lantaran kebanyakan orang tidak punya persyaratan mumpuni untuk terjun langsung sebagai investor atau trader di pasar modal, keberadaan reksadana menjadi pilihan yang tepat bagi mereka yang ingin mencicipi pengalaman sebagai pemodal di pasar finansial.

Lantas, apa saja kekurangan dan kelebihan reksadana bila dibandingkan dengan instrumen investasi lain, seperti saham, obligasi, properti, emas atau deposito? Berikut pemaparan para perencana keuangan dan manajer investasi.


• Modal
Berinvestasi membutuhkan modal. Bayangan seseorang ketika berinvestasi di pasar modal yang lekat dengan kehidupan para yuppies, boleh jadi adalah tuntutan modal yang besar. Pandangan itu tidak terlalu salah, sih. Untuk bisa berinvestasi atau menjadi trader saham, sebagai gambaran, modal ideal yang memungkinkan Anda bisa leluasa menerapkan strategi dan meraup cuan adalah sekitar Rp 50 juta. Tentu akan sulit bila Anda hanya mengandalkan pembelian satu lot saham atau 500 lembar saham saja untuk bisa berselancar mencari keuntungan di lantai bursa.

Begitu juga kalau hendak berinvestasi di pasar obligasi atau surat utang. Modal pembelian satu unit obligasi minimal Rp 5 juta. Tanpa kekuatan modal yang besar, Anda bakal kalah pamor dengan pemodal besar atau investor institusi.

Nah, berinvestasi di reksadana yang merupakan produk pasar modal justru tidak menuntut modal gede. Bahkan, reksadana bisa disebut sebagai investasi bermodal paling minim. Anda bisa memulai investasi di reksadana cuma dengan duit Rp 100.000 atau Rp 250.000.

Mengapa bisa semurah itu modal yang dituntut di reksadana? Anda perlu ingat, nama lain reksadana adalah kontrak investasi kolektif di mana sekian banyak investor menitipkan dana mereka untuk dikelola fund manager di suatu portofolio investasi. Uang dari ratusan investor bahkan ribuan investor di sebuah reksadana itu memungkinkan seorang fund manager melakukan transaksi dengan leluasa di produk-produk yang menjadi aset dasar dari reksadana tersebut.

Dari sisi modal, reksadana juga masih lebih unggul dibanding investasi riil, seperti properti atau emas. Untuk memiliki sebuah properti, Anda harus merogoh kocek hingga ratusan juta rupiah. Emas tak jauh berbeda, menuntut modal minimal ratusan ribu hingga jutaan rupiah untuk menebus sekian gram si kuning menyala itu.

Reksadana pun masih unggul dari sisi modal ringan bila dibandingkan dengan deposito. Deposito perbankan mensyaratkan dana minimal Rp 8 juta dengan pilihan tenor mulai satu bulan hingga 24 bulan.


• Risiko
Meski dikenal sebagai investasi dengan modal ringan, sebagaimana produk investasi lazim, reksadana juga memiliki risiko yang tidak sedikit. "Harga reksadana berfluktuasi sehingga tidak ada kepastian berapa unit reksadana bisa kita dapatkan dari setiap pembelian," ujar Mike Rini, perencana keuangan dan Chief Executive Officer Mitra Rencana Edukasi.

Selain itu, waktu transaksi juga dibatasi waktu yakni maksimal jam 13.00 setiap hari kerja. Kalau transaksi dilakukan melewati cut off time tersebut, harga nilai aktiva bersih (NAB) yang dibeli investor mengikuti NAB hari berikutnya.

Di sisi lain, investor reksadana menanggung risiko biaya pembelian (subscription fee) yang bisa mengurangi modal investasi. Ada pula management fee yang harus dibayar oleh investor reksadana. "Fee ini bisa mengurangi keuntungan investasi," ungkap Mike.

Bila dibanding investasi di produk pasar modal lain, seperti saham atau obligasi, investor sejatinya juga dibebani komisi broker, baik saat pembelian maupun penjualan. Begitu juga jika membeli properti melalui jasa broker, Anda akan terkena komisi makelar sekitar 5%.

Tapi tenang, besar fee atau biaya-biaya yang menyertai investasi reksadana tidak terlalu besar-besar amat, kok. Subscription fee sebagai contoh, maksimal 3%. Tidak sedikit reksadana di pasar yang tidak mengenakan komisi pembelian atau free subscription.

Budi menambahkan, kalau melihat sisi keamanan, reksadana relatif lebih aman dibandingkan dengan investasi di saham atau obligasi. Pasalnya, pengelolanya ialah perusahaan manajemen investasi yang pekerjaan utamanya memang meracik reksadana dengan bekal keahlian dan pengalaman. Bandingkan bila Anda menjalankan sendiri transaksi saham atau obligasi dengan bekal kemampuan minim. Tentu risikonya bisa lebih besar.


• Likuiditas
Reksadana terbilang investasi yang cukup likuid karena bisa mencairkannya kapan saja Anda mau. Waktu pencairannya rata-rata selama H+3 alias tidak bisa serta merta cair seperti dana deposito di bank. "Tapi, bisa pula memakan waktu hingga 14 hari kerja. Cukup lama dibandingkan dengan pencairan deposito," beber Tri.

Investor juga perlu mencermati, apakah ada biaya-biaya tambahan ketika mencairkan investasi di reksadana.  Beberapa produk reksadana di pasar mengenakan fee redemption sekian persen bila investor mencairkan dana sebelum rentang waktu tertentu.

Mike menambahkan, harga reksadana juga berfluktuasi. Dus, walau likuid, ketika NAB turun saat pencairan, Anda berisiko menanggung rugi. Tapi, yang enak dari sifat likuid reksadana, Anda bisa serta merta mencairkan tanpa perlu pusing mencari pembeli sebagaimana halnya bila hendak menjual aset riil semacam properti.

Hanya, reksadana tidak bisa Anda gadaikan sebagaimana emas di jasa gadai bila tiba-tiba membutuhkan dana tunai. Pilihannya hanya menjual. Jika kelak berminat membeli lagi, Anda berisiko terkena harga lebih mahal atau justru bisa memperoleh harga rendah. "Cuma, dari sisi kepraktisan, reksadana lebih menarik dari emas ataupun properti," kata Agus B. Yanuar, Presiden Direktur Samuel Asset Management.


• Besar keuntungan investasi
Sebuah produk investasi dinilai cukup menarik kalau memiliki historis keuntungan yang menawan. Menurut Mike, reksadana menjanjikan return of investment (ROI) yang jauh lebih tinggi dari produk perbankan seperti deposito. Reksadana juga cukup tangguh mengalahkan inflasi dalam jangka panjang. Dalam hal ini, reksadana bersaing ketat dengan saham, obligasi, juga properti.

Sedang dalam rentang jangka pendek atau sekitar satu tahun hingga dua tahun, produk perbankan seperti deposito kadangkala lebih menguntungkan lantaran tidak mengandung risiko fluktuasi pasar.

Ketika kondisi perekonomian tengah bagus dan pasar sedang bullish, return ratusan persen di sebuah produk reksadana bukanlah hal mustahil. Dengan keunggulan modal minim, peluang return tinggi menjadi kelebihan reksadana yang bisa diharapkan. Dengan catatan, selama investor melakukan investasi sesuai tujuan keuangan.

Ambil contoh, berinvestasi di reksadana saham yang bisa memberikan return tinggi dalam jangka panjang. Dus, menjadi tidak realistis bila berharap return tinggi kalau baru berinvestasi di reksadana saham sekian tahun. Namun, Anda perlu ingat, meskipun berpeluang memberi untung tinggi, reksadana hanya mampu mencetak pertumbuhan nilai aset. "Tapi, tidak bisa memberikan pendapatan tetap," kata Mike.

Fluktuasi pasar yang terkadang tajam juga menjadikan nilai sebuah reksadana tidak pasti di masa depan. Seorang fund manager hanya bisa memberikan proyeksi return alih-alih menjanjikan sebuah keuntungan yang tetap. Ini jelas berbeda dengan deposito atau obligasi yang bisa memberikan pendapatan tetap bagi investor.

Jadi, semua risiko ini harus disadari oleh setiap investor reksadana agar tidak terjebak kepanikan setiap kali terjadi turbulensi di pasar modal.


• Variasi pilihan
Reksadana banyak direkomendasikan oleh para perencana keuangan untuk membantu pencapaian tujuan keuangan seseorang. Selain karena berbagai kelebihan yang sudah disebutkan, reksadana menjadi pilihan karena menyediakan banyak jenis yang bisa dipilih investor sesuai profil risiko dan horizon investasi mereka.

Misalnya, reksadana saham akan tepat dipilih untuk membantu pencapaian tujuan keuangan jangka panjang di atas lima tahun atau bahkan 10 tahun lebih. Adapun reksadana pasar uang, sebagai contoh lain, akan lebih tepat bagi tujuan investasi jangka pendek sekitar
1 tahun sampai 2 tahun.

Hal ini berbeda dengan investasi saham, contohnya, yang hanya direkomendasikan untuk investasi jangka panjang. Kalaupun untuk ditransaksikan harian (trading), investasi saham membutuhkan keahlian yang mumpuni dari si trader. Properti pun demikian, hanya tepat untuk investor bermodal besar dan sifatnya adalah untuk investasi jangka panjang.


• Tentukan tujuan
Supaya tidak terjebak kerugian dalam berinvestasi reksadana, Budi menyarankan, agar pembelian reksadana selalu menimbang beberapa faktor.

Pertama, tujuan keuangan. Untuk apa Anda membeli reksadana harus jelas terlebih dahulu. Jangan cuma asal beli, ya. Tujuan berinvestasi akan sangat memengaruhi horizon investasi Anda berikut pemilihan jenis reksadana yang cocok. Contoh, Anda berniat merenovasi rumah enam tahun lagi, maka reksadana saham akan lebih tepat menjadi pilihan (lihat tabel simulasi investasi).

Kedua, profil risiko. Selain menimbang tujuan keuangan sebagai dasar utama pembelian, Anda perlu juga menimbang profil risiko sebagai investor. Ketika membeli reksadana, fund manager akan memberikan assestment pada Anda untuk mengetahui profil risiko, apakah  konservatif, moderat, atau agresif. Sebab, membeli reksadana sesuai profil risiko akan membuat Anda nyaman dalam berinvestasi.

Ketiga, kondisi finansial. Pastikan sebelum berinvestasi jenis apapun, kondisi keuangan Anda sudah aman. Dana darurat serta asuransi jiwa dan kesehatan sudah ada dan sudah terbebas dari utang besar. Keuangan yang sehat hanya menanggung maksimal 35% utang.

Dana darurat perlu supaya Anda tidak tergoda mencairkan duit di reksadana setiap kali membutuhkan uang tunai. Ingat betul, reksadana lebih tepat kalau  diperlakukan sebagai investasi jangka panjang.

Rudiyanto, Head of Operation and Bussiness Development Panin Asset Management, menambahkan, agar lebih tuntas,  jangan lupa rutin mengevaluasi kinerja reksadana. Dus, jangan beli lantas tutup mata, ya. "Evaluasi berkala perlu dilakukan untuk melihat, apakah hasil investasi masih sesuai dengan tujuan keuangan," kata dia.

Selamat berinvestasi!       

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi

Terbaru