KPR -JAKARTA. Dai kondang Yusuf Mansur melontarkan kritik lewat media sosialnya. Yusuf Mansur menyebut kalau praktik perbankan syariah berbiaya tinggi, bahkan jika dibandingkan dengan bisnis perbankan konvensional.
Kritik ini dilontarkan Yusuf Mansur setelah mendapat aduan mahalnya cicilan pembiayaan syariah dari salah satu jamaahnya.
Gara gara pembiayaan mahal Ini pula, kata Yusuf Mansur, membuat pembiayaan di bank syariah sulit dijangkau masyarakat. Padahal seharusnya sebagai bank syariah bisa menyentuh masyarakat bawah.
Yusuf Mansur juga mengaku siap membuka mahalnya pembiayaan di bank syariah. Hal ini dilakukan agar masyarakat mengetahui fakta di lapangan.
"Ini baru permulaan, saya mau buka mahalnya pembiayaan dibandingkan konvensional, biar masyarakat melek," kata dia dalam instagram resminya, Rabu (19/5)
Menurutnya, masyarakat seharusnya bisa mendapatkan pembiayaan yang murah. Kata Yusuf Mansyur, bank syariah mestinya berpihak kepada masyarakat, tak sekadar menjual embel-embel syariah dan umat untuk pengembangan ekonomi syariah.
Apalagi, saat ini, bank BUMN menggabungnya bank syariahnya menjadi PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS). Bank hasil merger ini seharusnya bisa menawarkan pembiayaan yang lebih kompetitif dari perbankan konvensional.
Kata Yusuf Mansur, BSI harus memelopori pembauaan murah, apalagi BSI adalah bank besar hasil merger Bank BNI Syariah, Bank Mandiri Syariah serta BRI Syariah.
“Nggak ada alasan buat gak murah dan nggak bisa bersaing dengan kompetitor,” ujar Yusuf Mansur.
Nah, sebelum kabar ini menguar kemana-mana, yuk kita lihat perbedaan skema KPR syariah dan konvensional berikut untung ruginya bagi nasabah perbankan.
Dari sisi persyaratan kredit, dokumen dan proses kredit tidak ada perbedaan. Perbedaannya: cara perhitungan kewajiban (angsuran) setiap bulan.
KPR konvensional menetapkan sistem suku bunga, umumnya bunga tetap (fixed rate) di awal masa kredit (1-3 tahun), selanjutnya mengikuti fluktuasi ekonomi sehingga besaran cicilan berubah setiap waktu (floating) tergantun besaran bunga.
Namun, ada juga KPR konvensional dengan sistem flat atau cicilan tetap selama masa kredit.
Lantas bagaimana dengan pembiayaan syariah?
Pembiayaan syariah tidak menghitung cicilan dengan suku bunga, tapi sistem bagi hasil.
Nilai pinjaman syariah merupakan hasil jumlah harga pembelian rumah dan margin (keuntungan) yang ditetapkan perusahaan pembiayaan. Informasi margin diberitahukan ke konsumen di awal kredit.
Ada beberapa jenis skema pembiayaan rumah syariah, tapi yang paling banyak dipergunakan adalah jual beli (murabahah).
Baca Juga: BSI dan Sinarmas Land bidik penyaluran pembiayaan rumah ke milenial
Trasaksi murabahah sejatinya transaksi jual beli biasa. Yakni bank membeli barang dari produsen, kemudian dijual ke ke nasabah ditambahkan keuntungan atau margin yang disepakati bank dan nasabah.
Semisal, harga beli rumah Rp 1 miliar. Jangka waktu 10 tahun, bank syariah mengambil margin Rp 200 juta, maka harga jual rumah ke nasabah Rp 1,2 miliar.
Angsuran nasabah setiap bulan Rp 1,2 miliar dibagi 120 bulan bulan (10 tahun), yaknu Rp 10 juta per bulan. Ini artinya, nasabah harus membayar cicilan Rp 10 juta per bulan.
KPR konvensional maupun syariah memiliki keunggulan dan kelemahan. Dengan fixed rate di awal masa kredit dan selanjutnya floating, besar cicilan pada KPR konvensional bisa berubah-ubah setiap saat.
Ini jelas rentan bagi nasabah. Jika Anda mengingat krisis tahun 1997/1998, banyak orang dibuat kalang kabut karena cicilan KPR yang semula cuma Rp 300.000 tiba-tiba meledak menjadi lebih dari satu juta rupiah. .
Berbeda dengan syariah yang menawarkan cicilan dengan jumlah tetap sampai kredit berakhir. Sehingga tidak ada kekhawatiran cicilan mendadak melonjak karena ketidakpastian suku bunga.
Meski begitu, tidak tertutup kemungkinan pembiayaan KPR Syariah justru jatuhnya lebih mahal dibanding dengan KPR umum.
Ini terutama terjadi pada tahun pertama kredit, atau karena ada penurunan bunga KPR konvensional yang sangat drastis.
Sebagai perbandingan, dengan tingkat keuntungan sebesar 19% per tahun, jatuhnya hampir sama dengan 12% bunga efektif KPR konvensional
Lalu, di KPR syariah, Anda dimungkinkan melunasi keseluruhan kredit lebih awal tanpa terkena biaya tambahan. Ini berbeda dengan KPR konvensional yang biasanya mengenakan denda bila pelunasan dipercepat.
Denda pada KPR konvensional biasanya berdasarkan suku bunga berjalan. Sedangkan di syariah denda/tawid untuk dana sosial.
Mana yang akan dipilih tentu kembali disesuaikan keinginan dan kebutuhan Anda.
Semoga bermanfaat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News