JAKARTA. Apakah Anda punya rencana mengajukan kredit pemilikan kendaraan bermotor melalui pembiayaan bank syariah dalam waktu dekat? Jika iya, mungkin kabar penerapan regulasi baru terkait uang muka kredit kendaraan bermotor (KKB) akan membuat degup jantung Anda bergemuruh lebih cepat.
Sekadar mengingatkan, sebetulnya Bank Indonesia (BI) telah mengumumkan rencana penerapan regulasi anyar terkait batas financing to value (FTV), November 2012.
Aturan tersebut mengekor regulasi batas nilai pinjaman atau loan to value (LTV) di perbankan konvensional yang sudah lebih dulu diterapkan pada Juni lalu. Untuk perbankan syariah, penerapan batas FTV untuk kredit konsumtif dimulai 1 April 2013.
Ringkasnya begini, KKB syariah pembelian kendaraan bermotor roda dua atau tiga, uang muka dipatok minimal 25%. Sedangkan mobil yang dibeli melalui KKB syariah dibatasi minimal uang muka sebesar 20%–30%.
Uang muka dipatok 20% jika kendaraan bermotor yang dibeli hendak digunakan untuk kegiatan produktif. Atau uang muka 30% apabila kendaraan bermotor yang hendak diperoleh melalui KKB syariah akan dimanfaatkan untuk keperluan non-produktif. Alhasil, kini akan sulit Anda temui kredit kendaraan bermotor dengan down payment (DP) “duit receh”.
Jika kita mengasumsikan harga rata-rata sepeda motor adalah Rp 15 juta, maka dana yang harus kita siapkan minimal sebesar Rp 3,75 juta. Padahal, biasanya dengan Rp 500.000 saja, Anda sudah bisa membawa pulang sepeda motor. Jamak kita temui iklan-iklan bertebaran di jalanan yang dipasang oleh diler-diler motor dengan keunggulan DP semurah itu.
Lantas, untuk mobil seharga Rp 200 juta, uang muka yang harus disiapkan sedikitnya Rp 40 juta–Rp 60 juta. Lumayan besar juga, kan?
Jumlah itu mungkin tak seberapa bagi kebanyakan orang, namun tetap saja ada “beban” ekstra bagi Anda untuk menambah DP agar kendaraan incaran bisa dibeli.
Nah, sebelum Anda “menyabotase” dana darurat atau dana dalam pos tujuan keuangan lain untuk menomboki kekurangan DP, ada baiknya menghitung lagi kebutuhan Anda atas kendaraan pribadi.
Ingat, meski kini semakin bergeser dari kebutuhan tersier menjadi kebutuhan sekunder, terutama bagi masyarakat urban, kendaraan pribadi belumlah tepat disebut sebagai kebutuhan primer. Sederhananya, tanpa memiliki mobil atau motor, Anda akan tetap bertahan hidup, bukan?
Tunai lebih baik
Diana Sandjaja, perencana keuangan dari MRE Consulting, menilai, kebutuhan kita membeli kendaraan bermotor, sebagaimana kebutuhan atas barang konsumtif lain tetap harus ditimbang berdasarkan ketersediaan dana.
Maksud barang konsumtif di sini adalah barang yang nilainya terus turun dan tidak memberikan nilai tambah terhadap akumulasi kapital kita. “Pastikan dulu bahwa itu memang kebutuhan, tak semata mengejar prestise,” ujar Diana.
Nah, setelah menelaah dan akhirnya memutuskan untuk membeli kendaraan pribadi, yang harus dipikirkan adalah dana pembelian.
Membeli kendaraan bermotor dengan uang tunai lebih disarankan. Selain lebih murah karena bebas bunga, beban pikiran juga lebih enteng karena tidak kepikiran beban utang.
Namun, jika dana belum mencukupi, apa boleh buat? Fasilitas kredit atau pembiayaan dari bank maupun multifinance bisa Anda manfaatkan. Fasilitas pembiayaan di bank membuka peluang Anda mendapatkan mobil dengan biaya lebih murah daripada di multifinance.
Sebaliknya, membeli kendaraan bermotor melalui pembiayaan melalui multifinance juga bisa menjadi pilihan. Bedanya dengan bank, proses pengurusan pembiayaan multifinance jauh lebih cepat dan mudah. Meski biayanya pada umumnya lebih mahal.
Lantas, apa saja langkah-langkah yang perlu kita tempuh demi menyiasati kenaikan batas minimal DP pembiayaan kendaraan bermotor?
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News