Menelisik untung rugi membeli rumah lewat sistem KPR

Rabu, 28 Juli 2021 | 04:45 WIB   Reporter: Dikky Setiawan
Menelisik untung rugi membeli rumah lewat sistem KPR


PERENCANA KEUANGAN -Memiliki rumah sendiri merupakan idaman setiap rumahtangga. Dengan mempunyai rumah sendiri, kita bisa leluasa mengatur rumahtangga, memilih desain rumah, dan mengatur tata letak barang-barang sesuai dengan selera. 

Walhasil, rumah yang kita tempati akan memberikan rasa aman dan nyaman. Jadi, wajar jika banyak di antara kita yang bekerja pontang-panting, siang dan malam, demi mengumpulkan uang agar dapat membeli rumah. Meskipun, pembelian itu ditempuh dengan cara kredit atau mencicil pembayarannya lewat bank (kredit pemilikan rumah/KPR). 

Bahkan, alih-alih bisa mendapatkan rumah idaman yang sesuai anggaran, kini banyak orang membeli rumah dengan cara oper kredit (take over credit). 

Lazimnya, istilah ini didefinisikan sebagai bentuk dari pengalihan kredit KPR atau kredit pemilikan apartemen (KPA) dari pihak pemilik lama kepada pemilik baru. 

Baca Juga: Pandemi yang berlarut telah membuat rasio kredit bermasalah di perbankan menanjak

Namun, dalam banyak kasus, proses membeli rumah dengan sistem oper kredit lebih sulit ketimbang membeli rumah dari pengembang dengan cara mengajukan kredit langsung kepada bank. Maklum, biasanya dokumen-dokumen rumah yang akan dibeli sudah tersimpan di sebuah bank, misalnya bank A. 

Jadi, apabila pihak debitur baru ingin mendapatkan kredit dari bank B, belum tentu bank A bersedia memberikan dokumen tersebut dengan proses yang cepat dan mudah. 

Lebih celaka lagi, tak sedikit masyarakat di negeri ini yang tak memahami betul tata cara dan prosedur pengalihan KPR atau KPA tadi. 

Walhasil, niat semula ingin mendapatkan keuntungan dari membeli rumah atau apartemen dengan oper kredit, mereka justru rugi. 

Baca Juga: Promo Superindo 28 Juli 2021, diskonan tengah pekan!

"Sistem ini bisa sangat berbahaya kalau si pembeli tidak memahami aturannya," kata Rakhmi Pematasari, perencana keuangan dari Safir Senduk & Rekan. 

Menurut Rakhmi, bisa saja para debitur lama memiliki masalah pada KPR-nya. Atau, ketika membeli rumah, si debitur baru lebih memilih cara pengalihan kuasa. 

Padahal, ternyata surat-surat pendukung untuk pengalihan kuasa oper kredit tadi tidak cukup lengkap, sehingga bank menolak memberikan sertifikat asli rumah kepada debitur baru ketika kreditnya telah selesai. 

Editor: Dikky Setiawan

Terbaru