Kiat mementukan uang muka dan tenor KPR

Senin, 13 Maret 2017 | 16:29 WIB   Reporter: Herry Prasetyo, Klaudia Molasiarani
Kiat mementukan uang muka dan tenor KPR


JAKARTA. Uang muka biasanya jadi kendala pertama saat seseorang ingin membeli hunian melalui kredit pemilikan rumah (KPR). Jika tak punya dana cukup untuk membayar uang muka alias down payment (DP), impian beli rumah pun sulit menjadi kenyataan.

Bagi sebagian calon pembeli rumah, tawaran keringanan DP niscaya jadi berkah yang perlu disambut dengan meriah. Apalagi, kalau janji Program DP KPR Nol Rupiah pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga S. Uno benar-benar menjadi kenyataan.

Cuma paling tidak, gara-gara pertumbuhan penjualan properti melambat, Bank Indonesia (BI) tahun lalu menurunkan rasio loan to value (LTV) KPR. Singkatnya, untuk KPR rumah pertama, uang muka yang harus disiapkan calon pembeli turun dari 20% menjadi 15%.

Meski begitu, bukan berarti masalah DP menguap begitu saja. Sebagian orang tampaknya masih merasa keberatan. Makanya, untuk meringankan beban sekaligus menjaring pembeli, ada pengembang perumahan yang menawarkan skema cicilan uang muka. Alhasil, konsumen bisa mencicil DP untuk jangka waktu tertentu.

Toh, tak setiap tawaran DP ringan menyelesaikan semua persoalan KPR. Karena itu, sebagian orang memilih mempersiapkan DP lebih besar dari DP minimal yang diatur BI.

Atok, misalnya, sengaja mengumpulkan uang sejak dua tahun lalu untuk membiayai uang muka pembelian rumah. Kebetulan, akhir tahun lalu karyawan swasta di Jakarta ini tertarik membeli rumah seken di daerah Sawangan, Depok. Setelah melalui proses tawar-menawar, penjual pun sepakat menjual rumahnya dengan luas tanah 104 meter persegi (m2) itu seharga Rp 365 juta.

 Untungnya, tabungan pria 33 tahun ini sudah cukup untuk membayar uang muka sebesar 30% dari harga rumah. Memang, Atok sebetulnya bisa memilih DP sebesar 20%. Namun, ia memilih membayar DP lebih besar. “Supaya aman,” kata dia.

Setelah DP aman, Atok segera mencari bank penyedia KPR. Tentu, ia membidik bank yang menawarkan suku bunga paling ringan. Pilihannya jatuh ke sebuah bank syariah milik bank BUMN. Alasannya, bank syariah tersebut memberikan suku bunga flat hingga 20 tahun.

Setelah mengajukan berbagai persyaratan, permohonan KPR yang diajukan Atok diterima. Sayang, bank syariah itu hanya memberikan plafon kredit sebesar Rp 200 juta. Artinya, Atok harus menyediakan uang muka sebesar Rp 165 juta, jauh lebih besar dibandingkan dengan dana yang sudah ia miliki.

Atok lantas membatalkan pengajuan KPR di bank syariah tersebut. Ia beralih ke sebuah bank BUMN yang saat itu tengah menggelar promosi suku bunga tetap alias fixed selama lima tahun sebesar 8,25%. Di pengajuan kali kedua ini, prosesnya berjalan lancar. Bank bersedia memberikan pinjaman sesuai plafon yang Atok ajukan, yakni sebesar Rp 265 juta.

Para perencana keuangan sepakat, dalam mengajukan KPR tingkat suku bunga harus jadi perhatian utama. Maklum, Pandji Harsanto, Perencana Keuangan Independen, mengatakan, utang yang bagus adalah utang berbunga rendah. Jadi, selama bunga tetap rendah hingga akhir periode, utang tidak akan memberatkan. Sebaliknya, jika bunga utang tinggi, KPR bisa menjadi beban.

Berbagai pertimbangan

Taruh kata, Anda sudah membidik rumah idaman dan menyeleksi bank penyedia KPR yang menawarkan bunga rendah. Pilihan berikutnya ialah berapa persen uang muka yang hendak Anda bayarkan dan berapa lama jangka waktu utang yang hendak Anda pilih.

Maklum, selain bunga, uang muka dan tenor utang akan menentukan nilai cicilan yang harus Anda tanggung per bulan. Itu sebabnya, DP ringan belum tentu menguntungkan.

Nah, bagi Anda yang hendak membeli rumah via KPR untuk pertama kali, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan uang muka dan jangka waktu kredit. Jangan sampai, KPR justru menjadi beban di kemudian hari. Berikut pertimbangannya:

  • Aturan dasar

Ada aturan dasar dalam berutang, entah utang dalam bentuk KPR maupun kredit lainnya. Risza Bambang, Chairman One Shildt Financial Planning, bilang, nilai cicilan utang per bulan tidak boleh melebihi sepertiga dari total pendapatan.

Artinya, porsi cicilan utang per bulan maksimal 35% dari total pendapatan. Contoh, pendapatan Anda sebesar Rp 10 juta per bulan. Maka, cicilan utang maksimal adalah Rp 3,5 juta tiap bulan. Jika lebih dari itu, bank biasanya juga enggak mau menyalurkan kredit. Sebab, potensi kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL) akan lebih besar.

Karena termasuk biaya untuk menutupi kebutuhan primer,  Risza menyatakan, cicilan rumah dibolehkan mencapai 35% dari total pendapatan. Namun jangan lupa, porsi 35% dari total pendapatan ini sudah menghitung cicilan utang lainnya.

Menurut Panji, porsi cicilan utang sebaiknya dibatasi maksimal 30% dari total penghasilan. Ruang sebesar 5% dialokasikan untuk mengantisipasi kenaikan bunga di masa mendatang. Sehingga, saat bank penyedia KPR mengerek suku bunga, Anda tidak perlu terlalu mengkhawatirkan kenaikan cicilan.

  • Uang muka

Jika sudah mengetahui cicilan maksimal yang bisa ditanggung, saatnya menentukan besar uang muka yang Anda bayarkan saat mengajukan KPR. Memang, uang muka dalam jumlah kecil akan meringankan di awal pengajuan KPR.

Tapi, rumus umum yang perlu Anda tahu, nilai uang muka berbanding terbalik dengan nilai pokok utang. Artinya, semakin besar uang muka yang Anda bayar, maka nilai utang semakin kecil. Begitu juga sebaliknya. Lalu, apa efeknya?

Rakhmi Permatasari, Perencana Keuangan Safir Senduk & Rekan, mengatakan, jika pokok utang semakin kecil, otomatis cicilan utang juga semakin menciut. Dengan begitu, makin besar uang muka yang Anda bayar, cicilan utang tiap bulan juga akan makin kecil.

Begitu pun sebaliknya. Kian kecil uang muka, cicilan otomatis jadi kian besar. Oleh karena itu, Pandji menuturkan, sebelum memutuskan persentase uang muka yang hendak dibayarkan, hitung terlebih dahulu kira-kira berapa cicilan yang bisa Anda tanggung.

Jika setelah dihitung ternyata cicilan melebihi 35% dari total pendapatan, ada baiknya Anda memperbesar uang muka. Selain sulit memperoleh persetujuan bank sebagai pemberi kredit, jika memaksa memilih DP kecil, maka beban cicilan tiap bulan akan lebih berat. Selain itu, total beban bunga yang harus Anda bayar juga akan lebih besar (lihat tabel).

Bagaimana dengan tawaran cicilan DP yang ditawarkan pengembang? Jika memang ada, tentu Anda bisa mengambilnya. Cuma, Risza mengingatkan, bila ada tawaran DP bisa dicicil, artinya rumah belum selesai dibangun. Sebab itu, Anda harus memastikan terlebih dahulu, kapan properti akan dibangun dan kapan selesainya.

Lihat juga ketentuan dalam perjanjian pengikatan jual beli (PPJB), apakah pengembang akan membayar penalti jika tidak bisa memenuhi tenggat penyelesaian pembangunan rumah. “Jika pengembang bisa menepati penyelesaian pembangunan rumah, maka tawaran cicilan DP sebetulnya akan meringankan dan menguntungkan,” ungkap Risza.

  • Jangka waktu

Memperbesar uang muka tentu tidak mudah. Bisa jadi, dana yang terkumpul memang terbatas. Sebagai alternatifnya, Pandji bilang, Anda bisa memperpanjang tenor kredit.

Rumus umumnya, semakin panjang jangka waktu kredit yang Anda ambil, jumlah cicilan akan semakin kecil. Begitu juga sebaliknya (lihat tabel).

Dalam memilih tenor KPR, Risza mengingatkan, Anda sebaiknya memperhatikan potensi pendapatan dan karier ke depan. Begitu pula, perhatikan usia saat Anda mengajukan KPR. Biasanya, bank akan memberikan jangka waktu KPR hingga batas usia pensiun. Artinya, jika Anda berusia 30 tahun saat mengajukan KPR, maka bank bisa memberikan tenor KPR hingga 25 tahun.

Dengan tenor semakin panjang, cicilan KPR akan semakin ringan. Namun, Pandji mengingatkan, makin panjang tenor kredit, total bunga yang harus Anda bayar ke bank akan makin besar. Bahkan, dengan jangka waktu KPR di atas 20 tahun, total bunga akan lebih gede dibandingkan dengan jumlah pokok pinjaman (lihat tabel).

Simulasi Besaran Cicilan dan Bunga KPR      
Asumsi harga rumah Rp 500 juta dengan suku bunga tetap 10% hingga akhir periode  
Uang Muka dan Tenor Uang Muka 15% Tenor 8 Tahun Uang Muka 30% Tenor 8 Tahun Uang Muka 15% Tenor 20 Tahun

Uang Muka 30%  Tenor 20 Tahun

Uang Muka Rp 75.000.000 Rp 150.000.000 Rp 75.000.000 Rp 150.000.000
Jumlah Pokok Pinjaman Rp 425.000.000 Rp 350.000.000 Rp 425.000.000 Rp 350.000.000
Jangka Waktu Pinjaman 120 bulan 120 bulan 240 bulan 240 bulan
Cicilan Per Bulan Rp 6.449.020 Rp 5.301.957 Rp 4.101.342 Rp 3.377.576
Total Bunga Rp 194.105.885 Rp 159.851.932 Rp 559.322.082 Rp 460.618.069
Total Pembayaran Rp 748.355.885 Rp 713.351.932 Rp 1.113.572.082 Rp 1.014.118.069
Sumber: Riset KONTAN        

Bagi Anda yang memiliki keterbatasan dana, memilih tenor panjang sebetulnya tidak masalah. Toh, nilai uang semakin lama semakin menurun. Sementara, penghasilan Anda ke depan akan makin besar.

Namun, bagi Anda yang tidak mengalami persoalan dalam arus kas keuangan, ada baiknya memilik tenor lebih pendek. Dengan begitu, utang KPR akan lebih cepat lunas. Beban bunga yang harus Anda bayar juga lebih kecil. Sehingga, Rakhmi mengatakan, Anda bisa fokus menabung untuk menyiapkan rencana keuangan lainnya. “Kalau kita bisa melepaskan beban lebih cepat, mengapa harus menunda?” kata Rakhmi.

  • Pelunasan sebagian

Dan, ada alternatif untuk mengurangi beban utang Anda, agar cicilan lebih ringan atau utang lebih cepat lunas. Perencana keuangan menganjurkan untuk melakukan pelunasan sebagian utang lebih cepat.

Pandji bilang, jika mendapat rezeki entah dalam bentuk bonus gaji atau tunjangan hari raya (THR), ada baiknya Anda menggunakan untuk melakukan pelunasan sebagian utang.  Dengan begitu, jumlah pokok pinjaman akan berkurang.

Sebagian orang memang lebih senang memegang uang THR maupun bonus. Tapi, menurut Risza, di sisi lain dia memiliki beban bunga. Karena itu,  dana tambahan dari bonus maupun THR lebih baik dipakai untuk pelunasan sebagian utang. “Jika tidak, akan terkena rugi bunga,” ujar Risza.

  • Alternatif lain

Anda mungkin sudah memilih uang muka paling ringan dan tenor paling panjang. Tapi, pengajuan KPR tetap mentok karena pendapatan terbatas. Risza menyarankan, Anda bisa mempertimbangkan menjual aset untuk menambah uang muka. Atau, siapa tahu orangtua memiliki simpanan atau aset yang bisa dilikuidasi.

Anda juga bisa memanfaatkan pinjaman dari kerabat. Pandji menjelaskan, pinjaman dari saudara biasanya tanpa bunga dan lebih fleksibel. Sehingga, bisa membantu Anda meringankan pembayaran DP KPR.

Jika tidak ada aset yang bisa dijual dan kerabat yang dapat memberikan pinjaman, Rakhmi memberi saran, ada baiknya Anda lebih sabar dengan menabung terlebih dahulu. Memang, bunga deposito kalah tinggi dibandingkan dengan kenaikan harga rumah. Karena itu, sebaiknya Anda memilih instrumen investasi yang memberikan imbal hasil yang lebih tinggi.

Jika berbagai alternatif masih mentok juga, barangkali Anda harus realistis untuk membidik rumah dengan harga lebih terjangkau. Tidak ada salahnya membeli rumah di daerah pinggiran kota asal akses transportasi mudah dan murah.

Yang jelas, memiliki rumah sebagai tempat tinggal harus menjadi prioritas. Banyak alternatif yang bisa Anda jajaki.          

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: A.Herry Prasetyo

Terbaru