Hati-Hati Menghadapi Jerat Pinjaman Online, Cari Solusi Keuangan Terbaik

Kamis, 14 Maret 2024 | 09:23 WIB   Reporter: Francisca Bertha Vistika
Hati-Hati Menghadapi Jerat Pinjaman Online, Cari Solusi Keuangan Terbaik

ILUSTRASI. Mencari solusi yang terbaik saat terjerat pinjaman online diantaranya dengan menjual aset atau meminta perlindungan pada OJK.


PINJAMAN ONLINE - Pinjaman online alias pinjol memang masih meresahkan banyak orang. Ada baiknya mereka yang sudah terjerat pinjol tak lantas mengambil keputusan buruk, tetapi mencoba memanfaatkan aset yang dimiliki dan juga meminta perlindungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

OJK baru saja meluncurkan aturan bunga untuk fintech peer-to-peer lending menjadi 0,3 persen per hari sejak Januari 2024 lalu. Bunga tersebut juga direncanakan akan menurun di mana 0,2 persen di tahun 2025, dan tahun seterusnya menjadi 0.1 persen. Tak hanya bunga saja, denda keterlambatan untuk pendanaan pun menurun menjadi 0,1 persen di tahun 2024, sedangkan selanjutnya menjadi 0,067 persen. 

Penurunan bunga terhadap fintech lending ini tentunya diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat. Hal ini untuk mencegah terjadinya banyak tragedi yang menghampiri masyarakat ketika gagal bayar ketika meminjam pinjol (pinjaman online) karena bunga yang begitu besar. 

Baru-baru ini misalnya muncul tragedi  di mana empat orang dalam sekeluarga memilih bunuh diri di Penjaringan, Jakarta Utara. Motifnya pun diduga karena tak sanggup membayar pinjaman online (pinjol). Namun sejauh ini kasusnya masih ditelusuri lebih dalam oleh kepolisian setempat. 

Baca Juga: AFPI Buka Suara Soal Kasus Bunuh Diri Satu Keluarga

Tak hanya itu, beragam cerita tentang bunga ini juga dialami oleh beberapa korban pinjol. Hamzah (31) misalnya, warga kawasan Jati Asih, Bekasi. Lelaki yang mengenal pinjol dari iklan di media sosial mengaku menggunakan pinjol karena desakan ekonomi pada 2023 lalu. 

Awalnya Hamzah pakai pinjol dari legal dan diawasi OJK. Namun setelah berhenti bekerja, kewajiban bayar utang pinjol makin seret, hingga akhirnya dia berusaha bangkit dan memutuskan berwirausaha kuliner memanfaatkan pinjol. 

Menurut pengakuan Hamzah gaji sang istri habis untuk bayar cicilan, sehingga ia menggunakan pinjol sebagai modalnya. Ternyata aplikasi ini bunganya lumayan tinggi. Belum lagi ketika saya tak bisa bayar akan kena denda, per hari Rp50 ribu. Jika telat seminggu, dendanya tambah Rp30 ribu. Jadi bunga berbunga gitu,” cerita Hamzah. 

Dari penuturannya, pinjamannya sebenarnya tidak terlalu besar, sekitar Rp500 ribu hingga Rp1 juta. Akan tetapi, keika telat bayar akan terkena denda harian. Terus menerus aka nada denda berjalan

Hal sama dialami oleh Emilia (44). Dirinya meminjam sekitar Rp1,6 juta dan dicairkan hanya Rp1,1 juta. Setiap minggu saya harus membayar Rp600 ribu, dan ini harus terus dibayar selama pokok utang yang Rp1,6 juta belum lunas. 

“Nah, di sini yang bikin saya stres setelah utang tak kunjung lunas. Saya diteleponin terus, dimaki-maki, bahasanya kasar banget. Sampai saya takut,” cerita Lia.

Tidak hanya meneror dengan bahasa yang kasar dia juga dipermalukan ketika fotonya sedang memegang KTP saat meminjam disebar ke semua nomor telepon yang ada di daftar kontak ponselnya. Bahkan tertulis ‘Dicari Buronan Pemakan Uang Perusahaan Saya’. 

Lia yang sempat menghilang selama beberapa hari, akhirnya kembali pulang setelah mendapat dukungan dari suami dan teman-teman

Baik Hamzah dan Lia, keduanya memilih aplikasi pinjaman online karena terdesak keadaan. Mereka pun meminjam di aplikasi yang sudah diakui oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan), namun mereka tidak terlalu memahami tentang bunga yang tercantum dan bagaimana cara kerja bunga yang diatur. 

Menurut pengakuan mereka, bunga-bunga yang diberikan oleh pinjol begitu besar sehingga mereka pun selama ini hanya membayar bunga bukan nominal pinjaman utama. Belum lagi proses debt collector yang meresahkan, membuat mereka perlu gali lubang tutup lubang untuk bisa rutin membayar. 

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) telah mengatur dalam code of conduct AFPI bahwa jumlah total biaya pinjaman tidak melebihi suku bunga flat 0,8% per hari. Juga adanya ketentuan bahwa jumlah total biaya, biaya keterlabatan, dan seluruh biaya lain maksimum 100% dari nilai prinsipal pinjaman. Contohnya, bila pinjam Rp1 juta, maka maksimum jumlah yang dikembalikan adalah Rp2 juta.

Baca Juga: Pembiayaan Fintech Naik Saat Ramadan

Bahaya sistem yang ilegal

Meski OJK menurunkan bungan, tidak menutup celah berkurangnya kecurangan pinjol, khususnya pinjol ilegal. Bahkan masih ada yang semena-mena melakukan transfer, tanpa adanya persetujuan peminjaman. 

Hal ini pun dialami oleh Veri AFI. Alumni Akademi Fantasi Indonesia yang menjadi korban pinjol ilegal, di mana dia mendapatkan sejumlah uang yang ditransfer ke rekeningnya. Namun, dia tidak pernah sama sekali meminjam di aplikasi tersebut.

Berbekal rasa ingin tahu, dia hanya mencoba melakukan registrasi mulai dari mendaftarkan KTP, mengunggah selfie, hingga berbagi kontak dalam aplikasi. Setelah berhasil, dia kaget dengan melihat bunga yang begitu tinggi dengan tenor hanya 7 hari. Dia pun urung mengambil langkah untuk meminjam uangnya. 

Namun pada Desember 2023 lalu, tiba-tiba Veri ditagih debt collector, dia pun heran dan kaget karena merasa tidak pernah meminjam uang dari pinjol. Bahkan tidak pernah memberikan tanda tangan di aplikasinya. Dia pun menelusuri mutasi rekening, dan ternyata oknum pinjol ilegal tersebut memang betul memberikan sejumlah uang ke Veri. 

Veri pun berusaha untuk melunasi hingga merugi puluhan juta rupiah. Dia pun menghapus semua aplikasi pinjaman online karena Veri merasa bahwa sistem pinjol sudah merekam data sejak install aplikasi. 

Baca Juga: Ada Dugaan Keluarga di Penjaringan Bunuh Diri Disebabkan Pinjol, Begini Respons AFPI

Mencari solusi terbaik

Beberapa waktu lalu Freddy Pielor, Perencana keuangan pernah memaparkan kepada KONTAN soal dampak dari pinjol ini pada keuangan dan solusinya untuk keluar dari jeratan pinjol. Menurutnya, pinjaman online ini adalah pinjaman yang tidak terlalu rumit dalam penggunaannya tetapi dari sisi bunganya tinggi dan peminjam harus siap dengan pinjaman. 

Nah, beberapa orang di Indonesia ini hanya ingin meminjamnya, tetapi berasumsi tidak perlu dikembalikan. Pasalnya mereka kebanyakan menggunakan uang tersebut untuk hal yang sifatnya konsumtif. Padahal sebenarnya utang itu hukumnya wajib dikembalikan. 

Etika tidak membayar perusahaan pinjol akan datang menagih. Ada yang sekadar menagih lewat telepon dan tak sedikit yang mendatangkan penagih jahat dan kejam sampai menyebarkan informasi soal peminjam. 

Baca Juga: Lampu Kuning Kredit Fintech Lending

Freddy menyarankan jangan lari jika memang kejadiannya seperti itu. “Bisa minta perlindungan ke OJK atau hubungi saja ke pinjolnya untuk mencari kesepakatan pembayaran. Entah itu restrukturisasi atau sebagainya,” kata Freddy pada KONTAN beberapa waktu lalu. 

Jika memang disetujui dan memang sesuai aturan OJK, mintalah surat perjanjian yang sah. Jangan sampai ketika surat perjanjian itu tidak ada, perusahaan pinjol melakukan hal di luar kesepakatan dengan peminjam. 

Apabila jumlah pinjamannya di berbagai perusahaan pinjol, saran Freddy bayar dahulu yang nominal paling kecil. Lantas apapun aset yang dimiliki sebaginya dijual.

“Bayar mulai dari yang angkanya paling kecil dengan cara menjual apapun yang dimiliki. Daripada Anda bergaya tetapi kepikiran dengan tagihan kan,” ungkap Freddy. 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Francisca bertha
Terbaru