FINTECH - JAKARTA. Berutang ke lembaga keuangan berteknologi digital yang biasa kita kenal dengan sebutan financial technology (fintech) tak sepenuhnya aman. Tidak kurang cerita orang yang berutang ke fintech mendapat perlakuan keterlaluan. Ada yang terjebak bunga mencekik leher sampai dipermalukan ketika telat membayar.
Fintech memang semakin populer sebagai solusi ketika kesulitan keuangan. Ketika hari gajian masih lama, misalnya, tapi tiba-tiba ada kebutuhan mendadak. Minta bantuan teman belum tentu diberi pinjaman. bisa-bisa malah jadi omongan.
Dulu kredit tanpa agunan dari bank menjadi jalan pintas pemecah masalah. Kini, layanan semacam itu ditawarkan pula oleh perusahaan-perusahaan fintech yang bergerak di bidang peer to peer lending alias perantara pinjam-meminjam.
Tapi hati-hati, ya, dalam memilih fintech yang menawarkan pinjaman. Banyak fintech abal-abal yang pada dasarnya rentenir biasa namun seolah berbaju teknologi. Maklum saja fintech kian diminati oleh masyarakat sehingga bisnis fintech tumbuh subur di tanah air.
Meski terbilang jenis baru di industri keuangan, usaha fintech sudah diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lewat Peraturan OJK No.77 tahun 2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Dalam aturan di atas disebutkan bahwa fintech harus berbentuk perseroan terbatas (PT) atau koperasi, serta wajib memiliki modal setoran awal minimal Rp 1 miliar saat pendaftaran.
Laman resmi OJK (www.ojk.go.id) juga mencantumkan 88 perusahaan fintech (86 konvensional dan dua syariah) pemberi pinjaman yang sudah terdaftar dan legal. Sebagian di antaranya tertera nama-nama Danacepat, Dana Merdeka, Koinworks, dan Dompet Kilat.
Nah, memeriksa keabsahan fintech yang hendak Anda tuju saat isi dompet kering di website OJK cuma satu dari serangkain tahap agar berhubungan dengan fintech yang aman.
Apa langkah yang lain? Silakan simak.
1. Cek and ricek perizinan fintech
Langkah pertama yang wajib dilakukan adalah cek izin usaha fintech, apakah sudah mendapatkan izin usaha dari Otoritas Jasa Keungan (IJK) atau belum. Pastikan pula sudah masuk dalam daftar Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI).
Cara memeriksanya bagaimana? Mungkin itu pertanyaan Anda.
Mudah kok, cukup buka laman resmi OJK atau hubungi hotline OJK di nomor telepon 157. Di sana telah disebutkan nama-nama fintech yang telah mengantongi izin dari OJK.
Selain itu, Anda juga bisa membuka juga laman resmi AFPI (www.afpi.id) untuk melihat status keanggotaan fintech.
Kuseryansyah, Ketua Asosiasi Fintech Penadaan Indonesia (AFPI) mengingatkan agar kita jangan hanya melihat merek atau nama fintech, tapi juga cek nama PT-nya. Banyak fintech abal-abal yang meniru nama fintech legal.
2. Harus transparan
Yang juga harus diperhatikan dalam memilih fintech adalah transparansi informasi.
"Karena berbasis teknologi seharusnya tidak ada informasi yang ditutup-tutupi. Semuanya harus transparan dan disampaikan kepada calon peminjam," kata Kuseryansyah pada KONTAN.
Idealnya, dalam masing-masing website dan aplikasi resmi fintech tersedia informasi mengenai legalitas, identitas perusahaan, rincian biaya yang dikenakan kepada peminjam, sampai kondisi non-performing loan (NPL) alias kredit macet.
Tidak hanya itu, dalam aplikasi dan website juga tersedia simulasi perhitungan pengembalian pinjaman. Tujuannya, agar calon peminjam dapat mengukur kemampuan pengembalian utang.
3. Pelajari kontrak perjanjian
Sebelum benar-benar mengajukan pinjaman melalui fintech sebaiknya Anda mempelajari secara detail kontrak perjanjian yang dibuat oleh fintech yang dipilih.
Juru Bicara OJK Sekar Putih Jarot mengingatkan agar kita membaca dengan teliti dan memahami syarat, ketentuan, serta pasal-pasal dalam perjanjian terutama pada bagian kewajiban, biaya yang dibebankan dan mekanisme transaksi dari awal hingga pembayaran kembali.
4. Jangan terjebak praktis dan cepat
Menggunakan teknologi membuat pengajuan pinjaman melalui fintech terasa lebih cepat dan praktis. Namun, Anda tetap harus kritis terhadap persyaratan pengajuan dan rentang waktu pemprosesan pencarian dana. Fintech selalu meminta sejumlah dokumen seperti KTP, slip gaji atau surat keterangan usaha, dan foto diri saat pengajuan pinjaman.
Mohamad Andoko, Perencana Keuangan Independen OneShildt Financial Planning mengingatkan untuk waspada bila pihak fintech tidak meminta sejumlah dokumen tersebut. Meski tidak ada aturan khusus yang mengatur lamanya waktu pemprosesan pinjaman, peminjam kembali diminta kritis jangan sampai terjebak janji kecepatan proses pencairan dana.
Logikanya, pihak fintech membutuhkan waktu memverifikasi data calon peminjam untuk menentukan diterima atau ditolak pengajuan pinjaman tersebut. "Biasanya untuk pinjaman konsumtif waktu prosesnya sekitar satu sampai dua hari. Namun, ada pula yang hitungan jam sudah cair, biasanya ini berlaku untuk jumlah pinjaman kecil," jelas Kuseryansyah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News