Kesalahan generasi milenial dalam atur keuangan

Minggu, 10 Desember 2017 | 22:37 WIB   Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang
Kesalahan generasi milenial dalam atur keuangan


EDUKASI FINANSIAL - JAKARTA. Generasi milenial disebut-sebut memiliki potensi besar di masa mendatang untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi. Hanya saja, ada beberapa kesalahan yang kerap dilakukan oleh generasi milenial dalam mengatur keuangan.

Berdasarkan riset yang dilakukan George Washington Global Financial Literacy Excellence Center terhadap 5.500 milenial menunjukan bahwa hanya 24% dari total sampel yang mengerti prinsip keuangan.

Pengarang buku Financially Fearless Alexa von Tobel yang dikutip dalam rilis PT Bank DBS Indonesia yang diterima Kontan.co.id, Jumat (8/12) mengatakan, mayoritas generasi milenial cenderung memilih untuk memakai uang pribadi ketimbang memakai produk keuangan.

Adapun, beberapa kesalahan yang sering dilakukan oleh generasi ini dirangkum menjadi empat pokok masalah: 

1. Pengeluaran berlebihan untuk biaya sewa tempat tinggal. Alexa Von Tobel mengatakan, demi alasan efisiensi dan kenyamanan banyak milenial yang lebih memilih untuk tinggal sendiri dekat dengan area kantor.

Padahal, menurut studi yang diterbitkan oleh Personallity and Social Psychology Bulletin menyewa kos-kosan atau tempat tinggal sementara di dekat kantor justru merogoh kocek 30% lebih banyak dari kantong kita.

Menurut Alexa Von Tobel, uang sewa tempat tinggal, belanja kebutuhan sehari-hari, bayar tagihan listrik, air dan transportasi harus masuk dalam 50% dari pendapatan. Jadi kalau kita tetap kekeuh memasukkan uang sewa apartemen atau kost  misalnya, 40% dari pendapatan, maka cari pos pengeluaran lain sejumlah 10% pendapatan yang harus dihilangkan. Seperti gym membership atau tv cable.

2. Tidak punya dana darurat. Padahal hal ini sangat penting dan idealnya dana darurat ini merupakan 3-6 bulan biaya hidup yang dibutuhkan.

Biaya hidup dihitung dari rata-rata uang yang dibutuhkan untuk keperluan makan, transportasi, belanja kebutuhan pokok, biaya sewa tempat tinggal, bayar utang atau tagihan rutin.

3. Utang kartu kredit yang berlebihan. Alasannya, tingginya beban bunga kartu kredit bisa menjadi bumerang di kemudian hari jika dana yang disiapkan tidak mencukupi.

Belum lagi, jika kartu kredit sering over limit atau tidak tepat waktu membayar kartu kredit maka ini menjadi catatan yang kurang baik di masa depan bila ingin mengajukan kredit lain. Rencana KPR bahkan bisa tidak disetujui dan permohonan pinjam modal wirausaha mungkin gagal.

4. Boros mengalokasikan dana untuk soal percintaan. Terakhir, generasi ini juga tidak memiliki kesiapan keuangan di hari tua alias tidak memiliki tabungan pensiun.

Dalam riset yang dilakukan Bank DBS, setiap individu paling tidak harus sudah memupuk uang untuk tabungan di hari tua sejak usia 25 tahun hingga ke usia 60 tahun.

Melihat hal ini, Leonardo Koesmanto, Head of Digital Banking Bank DBS Indonesia mengatakan, kesalahan para minenial dalam pengelolaan keuangan dapat dimaklumi karena hal ini bukan sesuatu yang mudah bagi mereka karena laporan lengkap transaksi rekening harus diakses melalui desktop atau cetak buku tabungan.

“Bagi para millenials yang biasa melakukan segala sesuatu melalui ponsel, hal ini menjadi sangat menganggu. Tapi semua itu bisa diatasi dengan hadirnya cara baru beraktivitas perbankan berbasis digital seperti spending tracker berbasis virtual assistant dengan artificial intelligent bisa menjadi pilihan terbaik bagi para milenial dalam melakukan kegiatan perbankan,” tambah Leo.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini

Terbaru