Rencana keuangan bagi pemilik income tak tetap (1)

Selasa, 19 Agustus 2014 | 14:51 WIB   Reporter: Maria Elga Ratri, Sri Sayekti
Rencana keuangan bagi pemilik income tak tetap (1)

ILUSTRASI. Normalisasi perdagangan di bursa dalam jangka pendek berpotensi menimbulkan tekanan pada pergerakan pasar saham. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/YU


MENJADI pekerja profesional atau pengusaha tentu menyenangkan. Sebab Anda bekerja tidak memiliki atasan dan semua kendali benar-benar di tangan Anda sendiri. Seberapa banyak waktu yang Anda alokasikan untuk pekerjaan dan seberapa besar penghasilan yang ingin Anda raih juga di tangan Anda. Kenaikan penghasilan per tahun pun bisa mengalahkan kenaikan karyawan kantoran yang kebanyakan berkisar 10%, bahkan kurang dari itu.

Tetapi di sisi lain, Anda juga dituntut memiliki kemampuan jitu dan cermat dalam mengelola penghasilan yang Anda peroleh, baik di saat penghasilan tinggi maupun saat penghasilan lebih kecil ketimbang biasanya. Para profesional seperti artis, dokter, desainer, pekerja lepas adalah pekerja yang memiliki pendapatan tidak pasti setiap bulan.

Seringkali, gaya hidup dan pergaulan membuat mereka lupa bahwa ada saat-saat tertentu di mana penghasilan menurun. Jika tidak hati-hati, penghasilan sebesar apa pun bisa lenyap tanpa bekas.Jika penghasilan bisa tidak tetap, naik dan turun, lain halnya dengan pengeluaran. Sebagian pengeluaran, seperti listrik, transportasi, makan setiap bulan relatif tetap.

Para perencana keuangan selalu menganjurkan Anda yang memiliki penghasilan tidak tetap untuk menghitung terlebih dahulu penghasilan rata-rata per bulan. "Penghasilan setahun total berapa dibagi 12, nah, itu penghasilan rata-rata dijadikan patokan dalam merencanakan berbagai tujuan keuangan," ujar Lisa Soemarto, perencana keuangan dari AFC.

Bahkan, menurut Freddy Pieloor, perencana keuangan dari Money and Love Planning and Consulting, para profesional atau pekerja lepas dengan penghasilan tidak tetap per bulan ini harus waspada dalam mengelola uangnya. "Apalagi untuk pengeluaran tak terduga," imbuh Freddy.

Utamakan yang rutin

Lantas bagaimana Anda harus mengatur seluruh pengeluaran agar tetap bisa dibiayai dengan penghasilan yang tidak tetap tadi? Farah Dini Novita, perencana keuangan senior dari Zelts - Janus Consulting, menambahkan, pencatatan semua pengeluaran ini lebih wajib dilakukan oleh pekerja dengan penghasilan tidak tetap. Sebab, dari angka yang didapatkan, si pekerja tersebut bisa menjadikannya patokan. "Untuk gambaran berapa penghasilan yang harus didapat setiap bulannya," ujar Dini, sapaan akrabnya.

Lalu bagaimana kalau angka pengeluaran rutin dan pemasukan rata-ratanya tidak klop, seperti kata pepatah, besar pasak daripada tiang? Nah, kalau itu terjadi, Dini menyarankan untuk menekan anggaran pengeluaran yang ada dalam daftar pengeluaran non-rutin. "Utamakan yang rutin dulu," kata dia.

Freddy juga menyarankan hal serupa. Menurutnya, ada beberapa pengeluaran yang bisa ditunda lebih dulu seperti zakat atau investasi, misalnya. "Tapi kalau utang tidak bisa ditunda. Misalnya punya KPR, kalau tidak dicicil, rumahnya bisa disita," kata Freddy.

Siapkan dana darurat

Lantaran penghasilan tidak pasti besarannya setiap bulan, mau tidak mau, Anda harus bisa mengantisipasinya. Salah satu cara untuk mengantisipasi masa-masa "paceklik" adalah dengan menyiapkan cadangan dana alias dana darurat.

Dibanding dengan karyawan bergaji tetap, besarnya dana darurat pemilik penghasilan tak tetap jauh lebih besar. "Individu yang memiliki penghasilan tidak tetap harus memiliki dana darurat sebesar minimum 12 kali pengeluaran bulanan," saran Dini. Sebab, tujuan dana ini menjadi pengaman bila menghadapi bulan-bulan tertentu, ketika yang bersangkutan minim penghasilan atau bahkan tidak mendapat sama sekali, sementara pengeluaran rutin bulanan tetap ada.

Bisa jadi besarnya dana darurat yang harus tersedia membuat Anda ternganga. Sebesar pengeluaran bulanan selama setahun! Padahal, uang masuk tidak bisa dipastikan. Nah, jangan khawatir. "Dana darurat ini tidak harus langsung dimiliki sejumlah itu, tetapi bisa dicicil dengan menabung setiap bulan dan menambah setiap kali ada proyek besar hingga angka tersebut semua terpenuhi," kata Dini.

Menurut Freddy, dana darurat ini penting sekali karena bisa digunakan pada saat-saat terdesak. "Sehingga jangan sampai harus mengencangkan ikat pinggang," imbuh Freddy. Hal terpenting adalah komitmen untuk menyisihkan dana bagi keperluan dana darurat. "Jangan sampai saat pemasukan sedikit berutang, tapi saat pemasukan lebih besar dari anggaran pengeluaran malah foya-foya," ujar Freddy.

Selain itu, sebaiknya Anda juga menyebar instrumen penempatan dana ini. Beberapa instrumen yang bisa dipakai selain tabungan, juga ada deposito dan logam mulia. Menempatkan dana di sana pun jangan sekaligus, melainkan dibagi besaran mulai dari kecil hingga besar. Dengan demikian, saat diperlukan, Anda bisa mengambil dananya dari berbagai instrumen tadi sesuai jumlah yang diperlukan.

Anda pun perlu waspada terhadap penggunaan dana darurat melewati batas. Misalnya saja, Anda terus memakai dana simpanan ini tanpa berusaha mencari dana ganti untuk dimasukkan kembali. "Kalau tidak terus ditambah, apabila Anda tidak mendapat penghasilan dalam jangka waktu lebih dari 1 bulan, Anda akan cenderung berutang kesana-kemari," kata Dini. Maka, ia menyarankan, setiap kali Anda menerima penghasilan dalam jumlah besar, pos yang harus disisihkan setelah pembayaran utang adalah dana darurat. "Setiap kali Anda menggunakan dana darurat, Anda harus menyisihkan lagi hingga jumlah dana darurat kembali seperti semula," ujar Dini mengingatkan.

Dana darurat ini juga bisa menjadi sumber dana bagi pengeluaran rutin yang tak bisa ditekan. Misalnya, menggaji asisten rumah tangga (ART) atau pegawai. "Inilah gunanya dana darurat juga, karena apabila penghasilan tidak cukup, anda bisa menggunakan dana darurat untuk membayar gaji pegawai Anda," ujar Dini.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Cipta Wahyana

Terbaru