Dollar kuat atau lemah, kocek tidak bermasalah

Senin, 06 April 2015 | 11:57 WIB   Reporter: Galvan Yudistira, Ruisa Khoiriyah
Dollar kuat atau lemah, kocek tidak bermasalah

ILUSTRASI. Berikut ini ada beberapa jenis pakaian yang sebaiknya mulai dihindari bagi pemilik perut buncit agar penampilan tersamarkan.


Tren penguatan dollar Amerika Serikat (AS) telah berlangsung sejak tahun 2013 silam, seiring dengan kondisi perekonomian AS yang mulai menggeliat bangkit. Salah satu indikasi yang mencerminkan dominasi the greenback ini adalah indeks dollar.

Indeks yang mengukur bobot dollar AS melawan sejumlah mata uang utama dunia itu grafiknya terus menanjak. Sampai akhirnya, pada Jumat dua pekan lalu (13/3), indeks dollar AS menembus 100,33. Itu adalah rekor tertinggi indeks dollar AS dalam 11 tahun terakhir.

Hampir seluruh valuta di dunia terkapar melawan dollar AS, tak terkecuali rupiah. Mata uang Garuda itu bahkan sampai terlempar ke posisi Rp 13.237 per dollar AS, menurut kurs tengah Bank Indonesia (BI), pada Senin (16/3). Nilai rupiah itu merupakan yang terendah sejak Agustus 1998.

Bagi Anda yang memiliki simpanan dollar AS dalam jumlah signifikan, kejatuhan nilai tukar rupiah ini menjadi berkah besar. Betapa tidak? Bila Anda membeli dollar AS ketika harganya masih bertengger di kisaran Rp 10.000 pada pertengahan Juli 2013, Anda sudah mengantongi keuntungan 30% bila melepasnya ketika dollar AS di kisaran Rp 13.000!

Sebaliknya, bagi kalangan dengan kebutuhan dollar AS cukup besar, nilai rupiah yang berfluktuasi tajam dan cenderung melemah seperti saat ini, jelas bikin pusing. Bukan cuma pebisnis atau importir yang terganggu, keluarga atau personal berkebutuhan dollar AS juga terdampak. Misalnya, mereka yang menyekolahkan anak di luar negeri atau kalangan yang hendak berlibur ke mancanegara. Anda yang memiliki tujuan keuangan berupa dana dollar AS juga mungkin ikut galau.

Harga dollar AS memang  sempat kembali kalem di area Rp 12.900-an meski pada Kamis (26/3), USD/IDR kembali lagi ke Rp 13.003. Nilai tukar rupiah bisa kembali jatuh ketika sentimen utama yang memengaruhi pergerakan dollar, yaitu arah kebijakan The Federal Reserves, bank sentral AS, berbalik lagi melambungkan the greenback.

Para analis valas memperkirakan, tekanan terhadap nilai tukar rupiah akan kembali menajam ketika gong kenaikan bunga The Fed ditabuh. Dari hasil rapat terakhir bank sentral Paman Sam, bunga The Fed dipastikan bakal naik tahun ini. Kapan waktu persis kenaikan masih menjadi tanda tanya. Namun, gelagatnya bisa Anda baca dari kabar perkembangan perekonomian AS.
Lihat historis kurs

Nah, bila salah satu tujuan keuangan Anda adalah dana dollar AS, apakah untuk dana pendidikan anak atau dana liburan, mau tidak mau Anda harus menghadapi risiko volatilitas kurs. Antisipasi terhadap risiko nilai tukar, menurut para perencana keuangan, sebenarnya sudah harus Anda masukkan di awal penyusunan rencana keuangan dollar AS.

Jadi, selain menentukan tujuan keuangan, target jumlah dan target penggunaan dana, Anda perlu memasukkan asumsi inflasi kurs valas, asumsi nilai tukar, berikut batas-batas toleransi kenaikan nilai tukar.

Sebagai contoh, Anda berencana menguliahkan anak sulung Anda ke AS, 10 tahun lagi. Bila melihat kondisi saat ini, biaya kuliah anak di negeri orang, Anda perkirakan mencapai
US$ 100.000. Selain harus menentukan asumsi return instrumen investasi yang dipilih, Anda juga perlu menentukan kurs dollar AS yang menjadi asumsi hitungan dana tersebut. “Asumsinya perlu lebih tinggi dari posisi saat ini sebagai antisipasi,” kata Taufik Gumulya, financial planner dari TGRM Perencana Keuangan.

Menilik historis, kurs dollar AS rata-rata bergerak di kisaran Rp 9.825 dalam 10 tahun terakhir. Tahun 2005 silam, dollar AS bertahan di kisaran Rp 9.300, kemudian pernah parkir di
Rp 8.464 di tahun 2011. Sedangkan kini, dollar AS ajek di atas Rp 12.500–Rp 13.000.

Memakai asumsi sederhana, kenaikan dollar AS dalam 10 tahun bisa mencapai 30%. Dengan demikian, untuk tujuan keuangan dana kuliah anak US$ 100.000 pada tahun 2025. Asumsi kurs US$ 1 lebih baik Anda naikkan sekitar 30% menjadi setara Rp 17.000.

Jangan lupa, menambahkan asumsi inflasi dana pendidikan dalam hitungan. Setelah itu, Anda tinggal mencari instrumen investasi yang cocok dengan tujuan keuangan tersebut. “Bila nanti dalam perjalanan ternyata harga dollar AS turun, kelebihan dana yang Anda tabung dari selisih kurs menjadi bonus investasi Anda,” kata Taufik.

Oh, iya, untuk target keuangan jangka panjang, perencana keuangan kebanyakan menyarankan Anda berinvestasi dalam rupiah saja. Ketika waktu pemakaian menjelang, Anda baru konversikan ke dollar AS. “Pasalnya, imbal hasil investasi rupiah masih lebih menarik ketimbang dollar AS,” kata Diana Sandjaja, perencana keuangan dari Tatadana Consulting.

Sedang tujuan keuangan dollar AS untuk rencana penggunaan dana di bawah 3 tahun, Taufik menyarankan Anda untuk langsung investasi dalam dollar AS. “Adapun, untuk target pemakaian dana 3 tahun–5 tahun, bisa kita kombinasikan berinvestasi dalam valas langsung maupun rupiah,” ujar dia.

Tujuan keuangan jangka panjang dalam dollar AS mau tidak mau memang  menanggung risiko lebih banyak ketimbang tujuan keuangan dalam rupiah. Selain risiko inflasi dan risiko pasar atau imbal hasil instrumen investasi, Anda juga harus menanggung risiko kurs.

Maka itu, perencana keuangan menilai, pemantauan rencana keuangan dalam dollar AS harus lebih ketat. Menurut Taufik, dalam rentang 3 tahun sebelum target pemakaian dana, Anda sudah harus mewaspadai pergerakan kurs dollar AS lebih seksama. Itu untuk mengantisipasi apabila terjadi perubahan tren kurs yang melampaui asumsi hitungan awal.  

Berikut pilihan instrumen simpanan dan investasi dollar AS yang bisa Anda timbang:

Tabungan dollar AS
Hampir semua bank menawarkan produk simpanan valas. Perencana keuangan Finansia Consulting Eko Endarto menilai, tabungan valas cocok dipilih  sebagai tempat parkir sementara dana jangka pendek. “Bila ada kebutuhan dollar AS di bawah 6 bulan, bisa jadi pilihan,” kata dia.

Dibandingkan menyimpan sendiri di rumah membuka risiko valas Anda terlipat, lusuh, apalagi sampai sobek. Ingat, dollar AS yang kondisinya sudah lusuh akan memengaruhi nilai konversinya kelak.

Produk tabungan mungkin cocok menjadi pilihan namun produk ini memiliki banyak kelemahan. Pertama, setoran awal cukup besar, rata-rata US$ 100. Kebanyakan bank juga mewajibkan nasabah menjaga saldo tabungan valas di angka itu.

Kedua, bunga sangat rendah. Kendati Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mematok bunga penjaminan simpanan valas 1,5%, jarang bank yang menawarkan tabungan valas berbunga setinggi itu. Maklum, acuan bunga simpanan valas adalah bunga The Fed yang saat ini di bawah 1%.

Data Bank Indonesia (BI)  terbaru, Januari 2015, rata-rata bunga tabungan valas di bank umum cuma 0,34%. Nasabah tabungan valas juga dibebani biaya administrasi bulanan seperti tabungan rupiah.

Deposito dollar AS
Tidak jauh berbeda dengan tabungan dollar AS, deposito valas di bank domestik juga menawarkan bunga yang relatif rendah. Data BI mencatat, rata-rata bunga deposito valas di bank umum pada Januari 2015 adalah 2,06% hingga 2,30% tergantung dari tenor deposito.

Bank umumnya mematok nilai minimal deposito valas sebesar US$ 1.000. Pencairan deposito valas juga kerap dikenai komisi di jumlah tertentu. Contohnya, deposito valas Bank Mandiri. Apabila mencairkan deposito valas dengan nilai di bawah US$ 20.000, deposan terkena biaya komisi 0,5% dari nilai pencairan.

Rizsa Bambang, Chairman dan perencana keuangan One-Shildt Financial Planning, menilai, meski bunga deposito valas rendah, keuntungan deposito valas berpeluang lebih besar daripada deposito rupiah.

Sebagai gambaran, Anda menyimpan dana US$ 10.000 di deposito valas berbunga 2% nett. Kurs pembelian valas Rp 12.000 per dollar AS. Ketika jatuh tempo, kurs dollar AS menguat menjadi Rp 13.000. Selain menikmati bunga 2%, Anda juga memperoleh untung dari kenaikan kurs 8,34% apabila valas tersebut Anda konversi ke rupiah. “Bila deposito rupiah berbunga, misalkan sesuai LPS 7,75%, namun depresiasi rupiah mencapai 6%, maka untung riil kita cuma 1,75%,” kata Risza.

Reksadana dollar AS
Bila tabungan dan deposito lebih cocok sebagai tempat parkir sementara, reksadana dollar AS bisa menjadi pilihan apabila Anda ingin imbal hasil lebih tinggi dan sesuai dengan tujuan keuangan. Untuk target pemakaian dana kurang dari 3 tahun, Taufik merekomendasikan reksadana fixed income dollar AS atau reksadana terproteksi dalam dollar AS.

Di pasar, mengutip data Infovesta, reksadana pendapatan tetap dollar AS ada yang mampu mencetak return 19,1% setahun terakhir, yaitu Danareksa Melati Dollar. Sedang reksadana terproteksi valas, ada yang membuahkan imbal hasil 13,47%, seperti Bahana Optima Protected Fund USD 8.

Adapun, untuk tujuan keuangan jangka menengah antara 3 tahun–5 tahun, Taufik menyarankan reksadana dollar AS berjenis campuran (balanced fund). Imbal hasil produk ini bisa 11%, seperti dicetak oleh Panin Dana US Dollar. Sedang untuk tujuan keuangan jangka panjang, perencana keuangan cenderung merekomendasikan reksadana saham rupiah ketimbang saham.

Selain potensi return kalah dibanding reksadana saham rupiah, reksadana dollar AS berisi saham cenderung terbatas pergerakannya karena penempatan aset dasar di offshore dibatasi maksimal 15%. Alhasil, risiko nilai tukar juga lebih tinggi.

Sedang untuk fixed income, money market atau balanced fund, manajer investasi bisa optimal memburu aset dasar dalam dollar AS, seperti global bond sehingga risiko kurs bisa lebih minimal.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can

Terbaru