INVESTASI - Apakah salah satu resolusi tahun 2023 Anda adalah berinvestasi? Agar resolusi ini tercapai, Anda perlu mempersiapkan strategi dan memilih investasi yang paling aman.
Kenaikan suku bunga di Amerika (The Fed) juga mempengaruhi naiknya suku bunga di Indonesia (BI).
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair), Rossanto Dwi Handoyo, memberikan tanggapan dan saran mengenai instrumen investasi yang aman untuk menyelamatkan ekonomi makro.
Salah satunya adalah memegang mata uang asing, saham, properti, emas, dan obligasi (surat hutang). Agar lebih berhati-hati saat berinvestasi, Rossanto menekankan masing-masing investasi harus memahami polanya.
Baca Juga: TNI AL Buka Pendaftaran Calon Prajurit Bintara Tahun 2023, Minimal SMA Bisa Daftar
Rekomendasi investasi paling aman 2023
Menurutnya, untuk sekarang lebih baik tidak bermain mata uang asing. Hal ini dikarenakan, rupiah sedang mengalami depresiasi 7 hingga 8 persen sehingga akan mempengaruhi faktor kurs dollar di pasar valas.
Hal ini dipicu oleh investor yang sedang banyak membeli dollar sehingga menyebabkan rupiah melemah. Begitupun dengan saham, tidak semua saham bagus, tetapi ada yang minus.
“Jika ada orang luar negeri menanamkan saham di Indonesia tetapi keuntungannya kurang dari 7-8 persen kan artinya rugi, sehingga investor akan mencari alternatif aset lain,’’ terang Rossanto seperti dikutip dari situs Unair.
Tidak hanya itu, properti rumah kini lagi lesu karena pembelian tidak bereaksi cepat. Sehingga Rossanto menilai kenaikan suku bunga yang agresif juga berpengaruh pada kenaikan harga properti.
Karena hal inilah, untuk saat ini salah satu aset paling tidak berisiko dan aman adalah emas.
“Aset paling aman ya emas, emas itu harganya akan naik serta cepat dikonversikan ke uang. Saat suku bunga naik, harga penjualan emas turun, hal itulah yang mendorong masyarakat mengalihkan kepemilikan asetnya menjadi emas,’’ jelasnya.
Baca Juga: Pencari Kerja Wajib Tahu, Ini Ciri-Ciri Perusahaan Red Flag yang Perlu Dihindari
Obligasi mempengaruhi
Rossanto menambahkan obligasi atau surat hutang juga mendapatkan pengaruh signifikan dari kenaikan suku bunga BI, termasuk obligasi syariah negara atau sukuk negara yang memberikan keuntungan dengan sistem bagi hasil.
Dalam hal itu, pengaruh kenaikan suku bunga BI akan mengakibatkan bunga deposito (tabungan) naik. Artinya suku bunga pinjaman dan obligasi pun naik, termasuk suku negara imbal hasilnya naik.
Terlebih kepercayaan investor terhadap penerbitan obligasi dan sukuk negara masih sangat baik.
"Kalau mempertahankan suku bunga sama….ya kemungkinan tidak ada orang yang mau membeli. Meski obligasi di Indonesia termasuk kategori aman, lantaran pemerintah Indonesia selalu tepat dalam membayar hutang pokok maupun bunga," kata dosen FEB Unair itu.
Obligasi pemerintah Indonesia bukan tanpa alasan, sambungnya, langkah pemerintah Indonesia dalam menerbitkan obligasi dan sukuk negara juga mempertimbangkan keadaan pasar dan kebutuhan dana hutang.
“Pemerintah Amerika hutangnya jauh lebih gede dari Indonesia yakni 120 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pemerintah Indonesia pun masih memiliki kredibilitas sehingga hal tersebut dapat memberikan kepercayaan pada investor,’’ ujarnya.
Di akhir, Rossanto berharap pemerintah memiliki kapasitas fiskal untuk memberikan injeksi jaring-jaring pengaman sosial.
“Masyarakat pun demikian, dengan merangkaknya harga pangan, sebaiknya mengurangi hal-hal yang sifatnya konsumtif, dan mulai melek investasi,’’ tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News