Menjalankan usaha properti tak perlu modal besar, begini caranya

Selasa, 29 Juni 2021 | 17:38 WIB   Reporter: Dikky Setiawan
Menjalankan usaha properti tak perlu modal besar, begini caranya

ILUSTRASI. Jadi pengembang properti alias developer ini bisa memberikan keuntungan yang menggiurkan, berkisar antara 25% hingga 35%. KONTAN/Baihaki/12/7/2021


PROPERTI -JAKARTA. Rumah adalah kebutuhan primer bagi manusia dan harus dipenuhi. Karena itu pula, manusia harus memiliki rumah untuk tempat tinggal. Seiring dengan besarnya kebutuhan manusia akan rumah, tak heran, bisnis properti pun kian subur. Tak terkecuali di Indonesia.

Tentu, bukan tanpa alasan, bisnis properti semakin menjamur di Tanah Air. Maklum, jadi pengembang properti alias developer ini bisa memberikan keuntungan yang menggiurkan, berkisar antara 25% hingga 35%. Modal usaha yang harus dikucurkan pun tak melulu harus merogoh kocek dalam. Dengan dana terbatas, siapa pun bisa terjun ke bisnis properti.

Faktanya, bisnis properti bukan hanya dilakukan oleh para developer besar yang membangun puluhan unit, bahkan ratusan unit rumah, dalam satu lokasi proyek perumahan. Bisnis properti juga banyak dijalankan oleh para pengembang yang skala modal dan usahanya terbilang kecil.

Simak saja penuturan Damar Wicaksono, pengembang perumahan dengan bendera usaha PT Bhumi Artomoro. Menurut Damar, untuk memulai bisnis properti skala kecil, bisa dilakukan dengan modal yang tidak terbilang besar. "Anda bisa siapkan dana dari sekitar Rp 500 juta hingga Rp 2 miliar," kata dia.

Dengan modal sejumlah itu, lanjut Damar, pengembang bisa membangun rumah tapak dari 1 unit hingga 5 unit. Bahkan, Anda bisa menekan modal tersebut, jika menjalin kerjasama dengan kolega bisnis yang memiliki lahan tanah untuk membangun unit properti. "Pemilik lahan bisa dilibatkan dalam proyek, dengan sistem bagi hasil," imbuh Damar.

Baca Juga: Kiat Berinvestasi di Properti Agar Tidak Merugi

Menurut Damar, hampir semua pelaku bisnis properti sekarang ini menjalankan kerjasama atau setidaknya pernah menjalin bisnis properti dengan pemilik lahan. Kecuali, hal itu dilakukan oleh para pengembang besar yang memiliki modal jumbo dan land bank (aset tanah) luas. Dia mencontohkan pengembang perumahan Ciputra Group.

Namun begitu, ada sejumlah hal yang perlu Anda perhatikan jika berbisnis properti menerapkan pola kerjasama dengan pemilik lahan. Di antaranya adalah pelaksanaan kerjasama dengan menerapkan prinsip proporsional. Dalam hal ini, siapa yang akan menanggung risiko paling besar, maka pihak itulah yang mendapatkan bagian paling banyak.

Kendati, pada kenyataannya, pihak developer yang akan menanggung risiko lebih besar. Sebab, ya itu tadi, pihak developer mengerjakan proyek properti di atas tanah milik orang lain; bukan pada tanah miliknya sendiri. Sekalipun pemilik lahan adalah mitra bisnis developer.

Lokasi lahan

Selain itu, dalam pengerjaan unit properti, developer biasanya juga harus mengeluarkan biaya lebih besar. Walaupun pengerjaan proyek tersebut masih dalam tahapan land clearing atau pembersihan lahan, pengurukan, dan pekerjaan tahap awal lainnya.

Sementara, pemilik lahan bisa dikatakan lebih aman. Alasannya, penyertaannya dalam proyek kemitraan adalah berbentuk tanah yang tidak mungkin bisa hilang. Jadi, jika terjadi kegagalan dalam proyek properti, maka developer akan kehilangan uang, sedangkan tanah tidak hilang.

Nah, agar Anda tidak terlalu memiliki risiko besar sebagai developer kecil, ada beberapa strategi yang bisa dilakukan.

Baca Juga: Cara Cerdas Menyiapkan Dana untuk Membangun Rumah

Hari Gani, Wakil Ketua Umum DPP REI, menjelaskan bahwa lokasi lahan properti harus berada di satelit atau pinggiran kota besar. Hal ini untuk menghindari pengeluaran besar dalam pembelian harga lahan. Pasalnya, harga lahan di pusat kota bisa dua kali, bahkan tiga kali lipat dari pinggiran kota.

Selain itu, utamakan lokasi proyek properti berada di area yang telah memiliki sarana infrastruktur lengkap, baik dari sisi jalan maupun penerangan listrik. Tujuannya agar calon konsumen mudah mengakses unit properti yang dipasarkan developer.

Hari mencontohkan wilayah satelit di selatan Jakarta yang cocok untuk dibangun perumahan oleh para pengembang kecil. Di antaranya di daerah Kebagusan, Cileduk, dan Ciputat.

Jika pemilihan lokasi sudah tepat, maka pengembang kecil hanya kalah reputasi dengan pengembang besar. "Harga juga harus bersaing, karena pengembang besar bermain pula di rentang harga Rp 250 juta hingga Rp 1 miliar," kata Hari.

Waktu yang tepat

Menurut Hari, saat ini waktu yang tepat bagi para pengembang kecil untuk mengembangkan bisnisnya. Alasannya harga tanah dalam setahun terakhir terus menurun bahkan sampai 40%.

Pengamat properti dari Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, menambahkan, untuk menarik minat konsumen, unit properti harus memiliki akses transportasi umum. "Lalu, pertimbangkan juga lingkungan yang ramah dan kedekatan ke sarana kesehatan seperti rumahsakit," kata Ferry.

Setelah itu, develepor perlu melakukan promosi secara gencar, yang memang sangat penting untuk dilakukan. Untuk mempromosikannya, maka Anda bisa memanfaatkan berbagai sosial media. Pilihannya omnichannel, banyak sosial media yang dapat dimanfaatkan, seperti Facebook, Twitter, Instagram, blog, website, dan yang lainnya.

Baca Juga: Cara Bijak Membeli Rumah atau Apartemen Melalui Sistem Over Kredit

Pendapat senada diungkapkan Damar. Dia bilang, selain melakukan promosi di media sosial, pengembang kecil juga harus menawarkan produknya di marketplace online. "Selain itu menjalin kerjasama dengan beberapa perusahaan agen properti agar jangkauan pasar lebih luas," katanya.

Bukan cuma itu. Berdasarkan pengalamannya menjadi pengembang properti sejak empat tahun lalu, Damar juga kerap melakukan inovasi metode transaksi pembayaran. Misalnya, selain menyediakan fasilitas cash keras, dia juga melayani pembayaran cash bertahap dan tenor kredit pemilikan rumah (KPR) hingga 20 tahun.

Saat ini, lanjut Damar, ia telah menyelesaikan empat proyek perumahan yang fokus lokasinya di sekitar Bantul, Yogyakarta, dan daerah Jawa Tengah. Unit rumah tapak yang dibangun Damar memiliki luas lahan berkisar dari 65 meter persegi sampai 90 meter persegi. "Untuk luas bangunan rata-rata 45 meter persegi sampai 80 meter persegi," katanya.

Baca Juga: Menumpuk Harta agar Masa Depan Anak Berharga

Adapun dalam satu proyek rumah tapak, Damar biasa membangun sekitar 5 sampai 30 unit rumah. Ada dua model bangunan rumah tapak yang dibangun Damar. Yakni, unit satu lantai dan dua lantai.

Untuk unit yang satu lantai, banderolnya berkisar Rp 300 juta sampai Rp 400 juta per unit. Sedangkan untuk unit yang dua lantai dijual dari harga Rp 450 juta hingga Rp 600 juta per unit.

Damar menambahkan, sebagai pengembang kecil, ia tidak memiliki lahan atau land bank yang terhitung luas. Dalam satu proyek, lahan rumah tapak yang dibangun perusahannya hanya memiliki luas antara 700 meter persegi hingga 3.100 meter persegi.

Ke depan, Damar masih akan merampungkan proyek rumah tapak di Yogyakarta. "Kami menargetkan dalam di tahun ini bisa membangun rumah tapak hingga 50 unit," katanya.

Selanjutnya: Ini tips investasi properti dari Direktur Bestprofit Futures Syaiful Rachman

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: Dikky Setiawan

Terbaru