Layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) memang belum sempurna. Masih ada peserta yang merasa tidak puas. Kendati belum bebas dari angka merah, manfaat BPJS Kesehatan mudah dirasakan.
Ibarat balita yang baru berusia setahun, BPJS Kesehatan masih berjalan tertatih-tatih. Perusahaan yang beroperasi mulai awal tahun lalu ini masih kesulitan memenuhi harapan tinggi dari para pesertanya.
Padahal, untuk tahun ini saja, BPJS Kesehatan ditaksir bakal tekor sampai Rp 11 triliun. Angka defisit itu naik tiga kali lipat daripada kekurangan yang dialaminya tahun lalu.
Demi mencari titik tengah antara memenuhi keinginan peserta dengan menjaga kantong BPJS Kesehatan, pemerintah pun sibuk menata formula yang pas. Rencana yang kini beredar, pemerintah berniat mengajak pemerintah daerah untuk ikut mengawasi pelaksanaan BPJS Kesehatan.
Satu layanan BPJS Kesehatan yang kerap dikeluhkan adalah layanan yang terbatas. Penyebabnya apalagi kalau bukan fasilitas berobat yang masih terbatas, hingga peserta mau tak mau harus mengantre. “Antre dari pukul 6 pagi, bisa baru diperiksa pukul 10 pagi. Kalau tidak antre dari pagi, ya,tidak kebagian karena Puskesmas cuma buka sampai siang,” tutur Chrisda Sri, warga Jatiwaringin, Pondok Gede Bekasi. Mengantre juga harus dijalani oleh pasien rawat inap. Tak cuma kamar, peserta BPJS Kesehatan harus siap menunggu giliran masuk ke ruang emergency (UGD) atai perawatan intensif (ICU).
Memang, sejak pengoperasiannya, layanan BPJS Kesehatan tak kesulitan menarik peminat. Sedangkan fasilitas kesehatan yang dimiliki negeri ini tak bertambah cepat. Mengantre pun menjadi ritual yang harus dialami peserta BPJS Kesehatan. "Saya untung bisa langsung masuk UGD, tapi pas mau pindah kamar perawatan harus menunggu lama,” tutur Kadarwatie, peserta BPJS Kesehatan yang sempat menjalani rawat inap di sebuah rumah sakit negeri di Jakarta Timur.
Sekalipun harus antre, para peserta BPJS Kesehatan, seperti Chrisda Sri dan Kadarwatie tetap bersyukur karena bisa berobat tanpa harus keluar dana ekstra. Ringannya biaya perawatan memang manfaat paling utama yang bisa dinikmati peserta BPJS Kesehatan.
Dengan daya tarik semacam itu, minat masyarakat mengikuti BPJS Kesehatan pun tak surut. Christian, seorang pegawai rumahsakit swasta di Cibinong, Bogor, tengah memproses kepesertaan BPJS Kesehatan. “Saya tertarik karena layanannya bisa mengkaver hampir semua penyakit. Preminya juga jauh lebih murah daripada asuransi kesehatan komersial,” ujar dia.
Kepala Departemen Komunikasi dan Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan Irfan Humaidi mengatakan, jumlah peserta BPJS Kesehatan kini mencapai 152,3 juta peserta. Jumlah itu pasti bertambah karena seluruh masyarakat Indonesia di tahun 2019 wajib menjadi peserta.
Menurut Irfan, sebagian besar masyarakat negeri ini membutuhkan asuransi kesehatan yang terjangkau. Itu bisa dilihat dari jumlah peserta BPJS Kesehatan yang sudah memanfaatkan layanan ini.
Sepanjang tahun lalu, jumlah kunjungan peserta BPJS Kesehatan ke fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama seperti puskesmas, klinik dokter, dan klinik pratama melampaui angka 61,7 juta. Lalu, ada 21 juta kunjungan rawat jalan lanjutan ke rumah sakit dan ada 5 juta kasus rawat inap.
Di tahun 2014 tersebut, BPJS Kesehatan mengeluarkan dana sedikitnya Rp 42,6 triliun untuk memberikan manfaat pesertanya. Dana itu terbilang besar karena banyak kasus rawat inap yang harus ditanggung.
Manfaat berlimpah
Irfan menambahkan, pada tahun pertama pelaksanaan jaminan kesehatan, masyarakat antusias datang memeriksakan diri. Selama ini, mereka mungkin kesulitan mengakses fasilitas kesehatan. Nah, layanan BPJS Kesehatan merupakan akses masyarakat ke berbagai fasilitas kesehatan.
Peserta BPJS Kesehatan mendapatkan beberapa manfaat. Pertama, pelayanan kesehatan tingkat pertama. Bentuknya mencakup pelayanan kesehatan non-spesialistik seperti pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis, tindakan medis non-spesialistik, baik operatif maupun non-operatif,pelayanan obat dan bahan medis habis pakai, transfusi darah sesuai kebutuhan medis, pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium di tingkat pertama, dan rawat inap sesuai dengan indikasi.
Kedua, pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Layanan ini mencakup rawat jalan dan rawat inap. Pelayanan kesehatan rawat jalan seperti konsultasi dengan dokterspesialis dan sub spesialis, tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis, pelayanan obat dan bahan medis habis pakai, pelayanan alat kesehatan implant, pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasimedis, rehabilitasi medis, pelayanan darah, pelayanan kedokteran forensik.
Sementara pelayanan rawat inapnya meliputi perawatan inap non-intensif, perawatan inap di ruang intensif dan layanan kesehatan lain yang ditetapkan peraturan menteri.
Jenis penyakit yang ditanggung BPJS Kesehatan pun terbilang luas, seperti serangan jantung, stroke, kecelakaan lalu lintas, kanker, cuci darah.Bahkan, penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan seumur hidup, seperti diabetes mellitus, hipertensi, jantung, asma, penyakit paru kronis, epilepsi, skizofrenia, sirosis hepatitis, stroke, lupus tak luput dari daftar tanggungan.
Memang, ada juga yang tidak dijamin BPJS Kesehatan seperti pelayanan yang tidak sesuai prosedur, pelayanan di luar faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, pelayanan yang sudah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja dan program yang dijamin kecelakaan lalu lintas, pelayanan kesehatan di luar negeri atau pelayanan dengan tujuan kosmetik dan estetika.
Pelayanan lain yang juga tak ditanggung BPJS Kesehatan adalah pelayanan untuk mengatasi infertilitas, meratakan gigi (orthodontic treatment), gangguan kesehatan akibat ketergantungan obat, menyakiti diri sendiri, pengobatan komplementer maupun alternatif yang belum terbukti efektif, pengobatan dan tindakan medis yang bersifat eksperimental, alat kontrasepsi, kosmetik dan makanan bayi serta susu, pelayanan kesehatan bencana dan wabah, “Jadi untuk merasakan manfaatnya Anda harus mengikuti prosedurnya, mengikuti tahapannya. Pemeriksaan awal yang tak darurat ya memang harus di faskes tingkat pertama tak bisa langsung mengunjungi rumah sakit,” kata Irfan.
Dokter RS Rawalumbu Bakasi Sugeng S. Bagya menilai ada banyak manfaat yang bisa dinikmati peserta BPJS Kesehatan. Hampir semua semua penyakit ditanggung, tanpa membedakan premi.
Ambil contoh, untuk operasi cesar biaya yang harus dikeluarkan minimal Rp 10 juta. Namun dengan menjadi peserta BPJS, biaya itu bukan masalah lagi karena sudah ditanggung BPJS Kesehatan. Catatan saja, pertanggungan melahirkan tidak termasuk manfaat yang ditawarkan oleh asuransi kesehatan komersial.
Asuransi memang payung risiko. Namun, tentu Anda tak ingin risiko kesehatan itu terjadi pada diri Anda. Nah, BPJS Kesehatan memiliki prinsip tolong menolong. “Anda tak akan rugi bila Anda tak ada klaim. Itu berarti Anda menolong peserta lain yang tak mampu. Toh, biaya premi yang dibayar masih terjangkau,” kata Sugeng. Dibandingkan dengan premi asuransi kesehatan komersial, premi BPJS Kesehatan memang lebih murah.
Sugeng, yang bekerja di rumahsakit yang menerima pasien BPJS Kesehatan mengaku tak ada perbedaan dalam pelayanan pasien peserta BPJS Kesehatan. Pun dengan pembayaran gajinya. “Lancar sejauh ini, karena rumah sakit kami sudah mendapat dana di awal. Bukan sistem reimbursement atau penggantian,” ujar Sigit.
Saling melengkapi
Begitu BPJS Kesehatan berlaku, memang sempat memunculkan kerisauan perusahaan asuransi yang menyediakan fasilitas asuransi kesehatan. Di industri asuransi, asuransi kesehatan merupakan salah satu produk yang memiliki kontribusi yang menarik. Tak heran bila produk ini dijual oleh asuransi umum maupun asuransi jiwa.
Memang, hingga saat ini kesadaran masyarakat memiliki asuransi kesehatan komersial masih minim. Penyebab yang paling kerap disebut adalah mahalnya premi.
Premi yang mahal ini tak terjangkau masyarakat di level menengah ke bawah. Sekali pun ada produk asuransi kesehatan dari asuransi komersial yang preminya minim, layanan yang ditawarkan sangat terbatas.
Tak heran BPJS Kesehatan yang bersifat wajib, berpremi murah, dan menanggung berbagai penyakit penyakit ringan sampai penyakit berat, mendapat respon cepat masyarakat. Masyarakat perorangan pun antusias ikut mendaftar. “Saya tertarik karena premi murah dan pertanggungannya luas, tidak perlu ribet baca polis juga. Sekarang juga sudah bisa bayar di Indomaret,” kata Bartolomeus Abi, petugas Koperasi Bina Mandiri, Cibinong, Bogor.
Meskipun layanan belum memuaskan, kemudahan proses dan nilai pertanggungan yang besar merupakan magnet bagi masyarakat menengah bawah untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan. Kelebihan-kelebihan inilah yang membikin gerah perusahaan asuransi komersial. Bila mereka menawarkan layanan yang sama, tentu tak akan masuk dalam hitung-hitungan komersial.
Namun Irfan menjelaskan, BPJS Kesehatan bukanlah pesaing asuransi kesehatan komersial. Keduanya menawarkan layanan yang saling melengkapi alias complementary. “BPJS Kesehatan memiliki layanan kelas I namun bila ingin mendapat layanan yang lebih, seperti kelas VIP, mereka bisa menambah asuransi kesehatan komersial,” tutur dia.
Pengamat asuransi Herris Simanjuntak bilang, tak dapat dipungkiri program BPJS Kesehatan membuat banyak perusahaan-perusahaan asuransi swasta kebingungan. Penyebabnya, perusahaan pemberi kerja yang sebelumnya mengikutsertakan karyawan
di asuransi kesehatan komersial, tak mau membayar dobel. Mengingat perusahaan pemberi kerja ini memiliki kewajiban mengikutsertakan karyawannya di BPJS Kesehatan.
Dengan adanya program BPJS Kesehatan, perusahaan asuransi swasta bisa saja kehilangan bisnis potensial. Sebab, perusahaan pemberi kerja yang sudah merasa puas dengan BPJS Kesehatan, tidak akan menggunakan jasa asuransi kesehatan milik swasta.
Presiden Direktur Central Asia Financial Reginald Yosiah Hamdani mengatakan, asuransi kesehatan yang ditawarkan BPJS Kesehatan merupakan produk super. BPJS benar-benar menerapkan asuransi murni, yakni tanggung renteng. “Kalau produk asuransi swasta disuruh bersaing dengan BPJS jelas sulit,” kata Reginald.
Peserta BPJS, begitu mendaftar langsung bisa mendapat tanggungan. Jumlah costumer based yang sangat besar tentu tidak membahayakan BPJS Kesehatan untuk langsung menanggung peserta. Ini jelas berbeda dengan kondisi asuransi swasta. “BPJS itu dicari nasabah, sementara kami ini masih mencari nasabah,” tutur dia.
Dengan pool asuransi swasta yang belum sebanyak BPJS, tentu risiko yang harus ditanggung perusahaan swasta jauh lebih besar. Itulah alasan Reginald menyebut BPJS sebagai superproduct. Nilai pertanggungan yang diberikan perusahaan asuransi swasta kepada tertanggung terbatas karena jumlah nasabahnya masih terbatas. Karena itu pula, aktivasi produk asuransi swasta lebih lama.
Meski demikian, bagi perusahaan asuransi swasta keberadaan BPJS Kesehatan bukanlah merupakan beban. Reginald menegaskan, antara produk asuransi swasta dengan produk BPJS bisa saling melengkapi.Cakupan jaminan perusahaan asuransi swasta terhadap
tertanggung berpenyakit kritis nilainya terbatas. Ada yang berkisar Rp 300 juta sampai Rp 500 juta, tapi ada juga yang menawarkan maksimum Rp 1 miliar. Itu pun dengan premi yang sangat mahal.
Misalkan ada orang terkena kanker, pada pengobatan tahap awal pasien harus mendapat 8 kali suntikan. Satu kali suntik pasien kanker harganya bisa Rp 70 juta sampai Rp 90 juta. Artinya, pada tahap awal pengobatan pasien kanker sudah menghabiskan Rp 560 juta sampai Rp 720 juta.
Bila hanya dikaver asuransi swasta, jelas pasien bakal tombok. Jadi pasien ada baiknya tetap mengikuti BPJS Kesehatan. Belum lagi pasien yang harus rutin cuci darah, perusahaan asuransi swasta belum tentu mampu.
Namun ketika menderita penyakit seperti demam berdarah, tifus, diare yang butuh penanganan cepat, bisa langsung menggunakan asuransi rawat inap dari asuransi swasta. Mengapa? Sebab, prosedur mendapatkan layanan BPJS cukup merepotkan karena rantainya panjang.
Karena itu, ketika pasien harus mendapatkan penanganan medis yang cepat, seperti harus opname, bisa langsung menggunakan produk asuransi kesehatan dari asuransi swasta yang tidak mensyaratkan adanya surat rujukan. "Jadi perlindungan penyakit kritis bisa didapat dari BPJS dan layanan di luar penyakit kritis bisa menggunakan asuransi swasta," kata Reginald. Selain itu, meski meng-cover penyakit kritis, BPJS tak menanggung semua jenis obat. Ini juga celah yang bisa diisi asuransi swasta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News