Mengatur pengeluaran keuangan Ramadan

Senin, 12 Juni 2017 | 16:03 WIB   Reporter: Francisca Bertha Vistika
Mengatur pengeluaran keuangan Ramadan


Bukber. Kata ini sangat populer pada bulan puasa. Singkatan dari buka bersama itu menjadi agenda banyak orang saat Ramadan.

Maklum, tak sekadar buka puasa bareng, bukber sekaligus jadi ajang bersilaturahmi. Makanya, enggak sedikit orang yang punya jadwal bukber padat.

Hari ini bukber dengan teman kantor, besok sama kawan satu angkatan kampus, lusa bareng teman seangkatan SMA, akhir pekan dengan keluarga besar. Pekan depan jadwalnya tak kalah padat. Begitu pula pekan berikutnya.

Lokasi bukber umumnya juga bukan di tempat biasa makan, seperti kantin kantor, misalnya. Pilihannya di kafe atau restoran yang ada di mal.

Alhasil, kantong cukup terkuras untuk membiayai bukber yang bagi sebagian orang sudah menjadi bagian gaya hidup. Semestinya, dengan hanya makan dua kali sehari, saat sahur dan buka, pengeluaran keuangan selama bulan puasa bisa lebih irit.

Tapi faktanya, pengeluaran umumnya justru membengkak. “Pengeluaran bisa sampai satu setengah kali lipat dari bulan biasanya,” kata Eko Endarto, Perencana Keuangan Finansia Consulting.

Penyebabnya, jelas bukan cuma agenda bukber yang seabrek. Yang tidak bukber pun, pengeluaran keuangannya di bulan puasa bisa lebih boros dari bulan-bulan biasa. Maklum, kebanyakan orang ingin berbuka dengan makanan dan minuman yang lebih spesial.

Tambah lagi, Rakhmi Perma-tasari, Perencana Keuangan Safir Senduk & Rekan, mengatakan, ada sunah Rasul agar berbuka puasa dengan yang manis. “Di bulan biasa belum tentu makan kurma, saat puasa santap kurma setiap hari. Atau, beli sop buah, es, kue manis, dan sejenisnya,” ujar dia.

Sesuai kebutuhan

Selain itu, banyak makanan yang cuma ada pas Ramadan seperti kolak. Terus, orang membelinya ketika lapar. Rakhmi bilang, belanja saat perut kosong membuat orang lebih cenderung boros lantaran membeli macam-macam makanan dan minuman.

“Memang, makannya cuma dua kali, tetapi jenis yang dibeli banyak atau mahal harganya. Ya, jadi lebih boros,” ucap Rakhmi.

Terlebih, karena seharian puasa, menahan lapar dan haus, tak sedikit yang ingin berbuka dengan makanan dan minuman yang enak-enak. “Jadi balas dendam dalam hal makan ketika berbuka,” kata Eko.

Bukan cuma urusan makanan yang bikin pengeluaran keuangan membengkak. Saat jam istirahat kantor, tentu orang yang berpuasa tidak makan siang. Nah, Eko mengungkapkan, cukup banyak yang mengalihkan uang makan siangnya untuk berbelanja yang lain.

Kebiasaan jajan dan belanja ini tidak hanya meningkat pada gerai-gerai fisik atawa offline, juga juga di toko-toko online.

Elevenia, e-commerce yang mengusung open marketplace, mencatat, peningkatan transaksi mencapai dua kali lipat ketika memasuki bulan puasa. Angka ini terus bertambah hingga dua pekan sebelum Lebaran.

Elevenia juga mendapati, waktu ngabuburit, pukul 14.00–17.00, merupakan waktu favorit para pembeli untuk berbelanja. “Tercatat, di antara waktu tersebut transaksi meningkat sangat signifikan,” ujar Bayu S. Tjahjono, General Manager Strategy & Communication Elevenia, dalam siaran pers, Jumat (26/5) lalu.

Namun, yang perlu Anda ingat, pengeluaran tambahan di bulan puasa tidak hanya untuk makan dan minum. Ramadan juga identik dengan bulan penuh pahala dan ampunan. Jadi, orang berlomba-lomba melakukan kebaikan.

Salah satunya, bersedekah, zakat, infak. “Kadang kebaikan membutuhkan uang hingga pengeluaran dirasa besar,” kata Rakhmi.

Hanya, Prita H. Ghozie, Perencana Keuangan ZAP Finance, mengungkapkan, pengeluaran keuangan terbesar saat Ramadan adalah mudik Lebaran. “Kalau pun tidak mudik, biasanya beralih menjadi liburan keluarga,” ungkap Prita.

Biar pengeluaran keuangan tidak membengkak selama Ramadan bahkan masih bisa investasi, Rakhmi berpendapat, Anda harus memisahkan anggaran belanja rutin dan tidak rutin terlebih dahulu.

Pertama, pengeluaran untuk makan. Bujet ini masuk dalam pengeluaran rutin. Pengeluaran ini masih bisa diakali, dikelola, dan dijaga agar tidak boros.

Misalnya, dengan menetapkan bujet tertentu untuk membeli makanan untuk buka puasa dan momen silahturahmi seperti buka puasa bersama.

Menurut Prita, terkadang hanya gara-gara lapar mata, orang membeli banyak makanan yang pada akhirnya tidak dimakan semua. “Jadi, makanan untuk sahur dan berbuka harus sesuai kebutuhan,” imbuh dia.

Jangan berutang

Kedua, pengeluaran untuk sedekah, zakat, infak, atau kegiatan sosial lainnya. Ini masuk dalam pengeluaran tidak rutin. Walaupun sejatinya, menurut Rakhmi, bujet niat baik tergolong pengeluaran rutin

Untuk itu salah satu triknya, setiap bulan Anda mesti menyisihkan dana untuk pos anggaran kegiatan sosial seperti zakat. Memang, kata Rakhmi, dalam Islam, zakat pada dasarnya diberikan setahun sekali, jelang Lebaran.

Tapi, Anda tetap bisa mengeluarkan sedikit demi sedikit dana dari pos itu tiap bulan untuk bersedekah dan besar-besaran saat Ramadan. Contoh, saban bulan Anda menyisihkan pendapatan untuk pos anggaran sosial Rp 100.000. 

Sebanyak Rp 50.000 di antaranya untuk sedekah setiap bulan. Walhasil, ketika Ramadan Anda memiliki dana sosial Rp 550.000 untuk zakat dan infak. “Anda sudah punya pos sosial sendiri yang tidak mengganggu pos yang lain,” ujar Rakhmi.

Ketiga, pengeluaran untuk mudik. Ini jelas bukan pengeluaran rutin bulanan tapi rutin tahunan. Dengan begitu, seharusnya Anda bisa menyiapkan pos anggaran ini jauh-jauh hari.

Jangan hanya bergantung dari tunjangan hari raya (THR). “Tidak perlu  pura-pura kaget atau mengeluh uang habis buat mudik, toh, sudah tahu itu kegiatan rutin,” tegas Rakhmi.

Memang, Prita mengatakan, anggaran ramadan perlu Anda siapkan jauh-jauh hari. Tapi, jika sudah masuk bulan puasa, tentu tidak bisa Anda membentuk pos dana khusus.

Caranya, dengan mengubah alokasi pengeluaran Anda selama ini. Biasanya yang harus Anda korbankan adalah dana untuk belanja kebutuhan pribadi.

Cuma, Prita berpesan, jangan memakai THR untuk keperluan Ramadan. Sesuai namanya, tunjangan ini sebenarnya untuk kebutuhan Hari Raya Idulfitri. “Jika harus digunakan untuk Ramadan, maka sebaiknya diambil tidak lebih dari 20% atas nilai THR,” kata Prita.

Untuk pengeluaran Ramadan seperti bukber, Anda tetap harus menggunakan penghasilan rutin yang diterima bulan itu alias gaji. “Setidaknya 10% dari THR disisihkan untuk kebutuhan investasi,” ujar Prita.

Pendiri dan CEO ZAP Finance ini mewanti-wanti, agar menghindari pemakaian kartu kredit jika tak yakin bisa membayar di kemudian hari.

Kalau memang tidak ada anggaran, Eko menambahkan, mau tidak mau Anda kudu menyesuaikan pengeluaran Ramadan dan lebaran sesuai kocek yang ada. Bila tidak punya biaya yang cukup untuk berlebaran di kampung halaman, jangan dipaksakan buat mudik.

Atau, kalau memang ingin tetap pulang kampung, bisa memanfaatkan fasilitas mudik gratis untuk menekan biaya. “Sesuaikan Ramadan dan Lebaran dengan uang yang ada. Jangan sampai berutang,” pinta Eko.

Ramadan tanpa boros.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan

Terbaru