Enam bulan setelah menikah, Mutia Ramadhani malah merasa kesal. Bukan karena tak cocok dengan pilihan 'teman' hidupnya, melainkan wadahnya memupuk dana, yaitu deposito dan emas, hasilnya ternyata tidak sesuai harapan. Besaran bunga deposito selalu kalah dengan laju inflasi, sementara harga emas malah cenderung turun.
Setelah mendiskusikan masalah tersebut dengan customer service Bank Negara Indonesia (BNI), pegawai swasta di Jakarta ini menjatuhkan pilihan pada reksadana. Melalui instrumen investasi itu, Mutia berharap dananya bisa berkembang biak sehingga cukup untuk membiayai aneka kebutuhan rumahtangga di masa depan. "Ini juga diversifikasi risiko agar jika salah satu investasi mengalami masalah, masih ada alternatif investasi lain," katanya.
Menurut Head of Operation and Business Development Panin Asset Management Rudiyanto, reksadana memang instrumen investasi yang cocok untuk investor pemula dan berkantong pas-pasan. Minimal setoran awal, misalnya, Rp 100.000.
Sayang, meski sudah hadir di Indonesia sejak hampir 20 tahun lalu, masih banyak orang yang awam dengan reksadana. Buktinya, Mutia hanyalah salah seorang dari 160.000 investor perorangan reksadana saat ini.
Secara sederhana, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, reksadana adalah wadah menghimpun dana masyarakat untuk diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi (MI). Instrumen ini cocok untuk investor pemula karena MI yang berperan aktif meracik portofolio investasinya sehingga membuahkan imbal hasil (return) sesuai kebutuhan dan tingkat risiko si investor.
Menurut Rudiyanto, ada tiga kanal besar untuk membeli atau berinvestasi reksadana. Pertama, membeli di perusahaan MI yang membuat sekaligus meracik produk reksadana tersebut. Kedua, melalui bank yang menjadi agen penjual reksadana. Ketiga, melalui perusahaan asuransi atau bank (bancassurance) yang menawarkan produk unitlink.
Bahkan, belakangan ini, investor dapat melakukan transaksi pembelian reksadana secara online. MI yang memiliki layanan tersebut, seperti PT Indo Premier Securities, yang pada April lalu meluncurkan supermarket reksadana bertajuk IPOT Fund
Setiap kanal tersebut tentu punya nilai plus-minusnya. Jika membeli melalui MI, investor mendapat informasi produk itu secara detail namun ragam produknya terbatas. Kondisi sebaliknya berlaku jika membeli reksadana via bank. Kelebihan lain bank adalah jangkauannya luas sehingga memudahkan investor saat membeli atau bertransaksi reksadana.
Saat ini ada sebanyak 75 perusahaan MI dan 24 bank yang berstatus agen penjual efek reksadana (aperd). Sedangkan wakil agen penjual efek reksadana (waperd) yang sudah mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berjumlah 18.000 orang.
Persyaratan membeli produk reksadana melalui MI atau bank cukup mudah. Calon investor mengisi formulir pembukaan rekening disertai dokumen data diri. Lalu, menyetorkan dana ke rekening bank yang dipilih dan memberikan bukti transfer. Investor akan menerima surat konfirmasi pembelian maksimum tujuh hari kerja.
Selanjutnya, investor bisa menambah dananya (top up) melalui transfer bank dan mengirimkan bukti transfer kepada MI. Bahkan, di beberapa bank, ada layanan auto-invest yaitu dana investasi didebit secara otomatis (autodebit) dari rekening investor setiap bulan.
Di luar setoran dana awal yang jumlah minimumnya berbeda-beda, investor juga dibebankan biaya transaksi. Masing-masing MI menetapkan biaya transaksi yang berbeda-beda. Rata-rata 0,75% sampai 2%.
Hasil sesuai risiko
Presiden Direktur Samuel Aset Manajemen Agus Basuki Yanuar mengatakan, tujuan investasi reksadana secara umum terbagi dua, yaitu wealth protection dan wealth accumulation. Jika tujuannya memproteksi dana, maka investor disarankan memilih jenis reksadana yang rentang waktu investasinya pendek dan risiko minim.
Namun, jika tujuannya akumulasi atau memupuk kekayaan, maka investor dapat memilih jenis reksadana yang rentang waktu investasinya jangka menengah dan panjang serta profil risikonya moderat sampai progresif. "Rumusnya adalah makin rendah risiko sebuah reksadana maka potensi imbal hasilnya akan makin kecil," kata Agus.
Berdasarkan waktu penawarannya, menurut Director Investment Management Danareksa Prihatmo Hari, reksadana terbagi dua kelompok, yaitu reksadana tertutup dan reksadana terbuka. Reksadana tertutup cuma bisa dibeli dan dijual pada waktu tertentu.
Rudiyanto bilang, jenis reksadana ini hanya bisa dibeli satu kali sehingga risikonya cukup besar. Maklum, bila nilai aset dasarnya jatuh, investor akan sulit mengelak dari kerugian.
Ada tiga jenis reksadana jenis tertutup yang sekarang beredar di pasaran. Pertama, reksadana terproteksi. Jenis reksadana ini memberikan jaminan dana yang diinvestasikan tidak akan hilang. Sebagian besar dana investor ditempatkan pada instrumen surat utang (obligasi). Jadi, cara kerja reksadana ini mirip dengan deposito.
Kedua, reksadana penyertaan terbatas (RDPT). Ini sering disebut reksadana khusus karena menginvestasikan dana investor ke sektor riil, seperti proyek infrastruktur atau surat utang yang digunakan untuk membiayai operasional bisnis tertentu. Sesuai namanya, jumlah investor reksadana ini terbatas, maksimum 50 pihak.
Ketiga, reksadana penjaminan. Reksadana ini menggaransi pengembalian nilai investasi awal investor. Skema investasinya biasanya ada pihak yang ditunjuk sebagai penjamin.
Berbeda dengan reksadana tertutup, reksadana terbuka bisa dibeli atau ditransaksikan setiap waktu. Alhasil, keuntungan jenis reksadana yang paling dikenal masyarakat ini tergantung dari perkembangan kondisi pasar modal.
Keuntungan besar menanti ketika investor membeli unit penyertaan suatu produk reksadana ketika pasar sedang turun dengan harga rendah dan menjual kembali dengan harga tinggi ketika pasar sedang naik. "Namun bisa saja investor merugi karena membeli ketika nilai aset dasarnya tinggi dan selanjutnya malah menurun," imbuh Prihatmo.
Berdasarkan aset dasar yang menjadi portofolio atau jeroannya, reksadana terbuka secara umum terbagi atas empat jenis reksadana. Pertama, reksadana saham. Berdasarkan ketentuan pasar modal, reksadana saham harus menempatkan sekitar 80% dana kelolaan pada aset berbentuk saham dan sisanya di instrumen pasar uang.
Kedua, reksadana pendapatan tetap. Aset dasar utamanya surat berharga atau obligasi yang memberikan pendapatan tetap, dengan porsi sekitar 80% dari total dana kelolaan.
Ketiga, reksadana campuran. Aset dasarnya adalah kombinasi antara saham, surat utang, obligasi, atau pasar uang. Porsi alokasinya tergantung dari kebijakan investasi masing-masing pengelola reksadana.
Keempat, reksadana pasar uang. Mayoritas dana kelolaannya ditempatkan pada instrumen pasar uang, seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau surat utang yang jatuh tempo kurang dari satu tahun.
Ada juga variasi reksadana terbuka, seperti reksadana tematik, sektoral, dan indeks. Reksadana saham tematik, misalnya, memfokuskan kepada sektor saham tertentu. Sedangkan reksadana saham indeks menggunakan indeks tertentu sebagai acuannya.
Di sisi lain, ragam bentuk reksadana bisa dipilah berdasarkan profil risikonya. Pertama, menurut Agus, jenis reksadana yang memiliki profil risiko konservatif, seperti reksadana pasar uang, reksadana terproteksi dan reksadana pendapatan tetap. Berdasarkan situs Infovesta, per 5 September 2014, misalnya, reksadana pendapatan tetap bertajuk Danareksa Melati Dollar mampu memberikan return hampir 30% dalam satu tahun.
Kedua, jenis reksadana yang memiliki profil risiko moderat adalah reksadana campuran. Sebagai gambaran, masih berdasarkan situs Infovesta, produk reksadana campuran yang mencetak return tertinggi dalam satu tahun adalah Mrs Flex Kresna sebesar 61%.
Ketiga, reksadana yang memiliki profil risiko agresif adalah reksadana saham dan reksadana indeks saham. Meski risikonya besar akibat fluktuasi harga saham, jenis reksadana ini juga mampu mencetak keuntungan besar. Contohnya, produk Dana Pratama Ekuitas yang dalam setahun membuahkan return sekitar 52%.
Menurut analis dari Invofesta Utama, Viliawati, kinerja reksadana berbasis saham berpotensi memberikan imbal hasil lebih tinggi sepanjang tahun ini dibandingkan dengan reksadana beraset dasar obligasi maupun pasar uang.
Sebagai perbandingan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sejak awal tahun sampai 5 September lalu tumbuh 22%. Sedangkan kinerja rata-rata obligasi pemerintah, berdasarkan catatan Infovesta, hanya naik 3,53%.
Toh, menurut Agus, jenis reksadana yang mau dipilih harus disesuaikan dengan kebutuhan, karakter, dan tujuan investasi masing-masing orang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News