Emas tetap berkilau, properti kian menjanjikan (1)

Rabu, 11 Januari 2012 | 11:00 WIB   Reporter: Syamsul Ashar, Dessy Rosalina
Emas tetap berkilau, properti kian menjanjikan (1)

ILUSTRASI. Madu


JAKARTA. Badai pasti berlalu. Pepatah klasik ini menjadi penyemangat yang paling ampuh untuk mengarungi tahun naga air 2012. Seperti halnya perusahaan, setiap keluarga sebaiknya membuat perencanaan keuangan 2012 dengan rapi. Berapa besar proyeksi pendapatan, apa saja kebutuhan yang menjadi prioritas dan harus dipenuhi.

Misalnya, tahun depan anak Anda harus masuk sekolah dan Anda ingin membeli mobil baru. Jadi, bisa tergambar berapa belanja dan beban lainnya.

Selain menghitung pendapatan dan prioritas depan, Anda harus mengevaluasi pencapaian investasi sepanjang 2011. Apakah keranjang investasi tahun 2011 masih sesuai dengan target pencapaian yang telah kita buat atau sebaliknya sudah melenceng jauh sehingga harus ditata ulang penempatannya.

Berdasarkan catatan KONTAN, tingkat imbal hasil investasi sepanjang 2011, sebagian besar, membukukan imbal hasil yang cukup rendah. Apabila kita mengukur imbal hasil investasi, simpanan di deposito perbankan, misalnya, untuk jangka waktu 1 bulan–12 bulan cuma menghasilkan sekitar 6,7%–7%. Itu pun belum termasuk potongan pajak penghasilan atas bunga deposito.

Sementara, kalau kita mengukur imbal hasil investasi saham secara umum, merujuk pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), untuk enam bulan terakhir malah masih minus 2,5%. Sementara sepanjang tahun hanya membukukan gain 2,3%. Pada akhir 2010, IHSG ada di 3.703,5 poin, pada penutupan bursa Selasa (27/12) lalu, ditutup pada level 3.789,43 poin.

Keranjang investasi lainnya, seperti reksadana saham, menurut Indeks Reksadana Saham yang dirilis oleh perusahaan riset reksadana PT Infovesta Utama, membukukan imbal hasil minus, yakni –0,99%. Adapun indeks reksadana campuran masih positif kisaran 1,98%.

Hanya investasi emas yang masih membukukan gain tinggi sepanjang 2011. Jika kita hitung sepanjang Januari–27 Desember 2011, rata-rata harga emas di pasar spot yang dikutip Bloomberg menunjukkan ada kenaikan 12,6%. Per akhir Desember 2010, harga emas masih ?US$ 1.420,78 per ons troi, per ?27 Desember 2011 bertengger di US$ 1.600,18 per ons troi. Sementara, dalam enam bulan terakhir, imbal hasil emas juga masih positif 6,6%.

Tapi gambaran imbal hasil investasi tahun lalu belum tentu berulang di tahun naga air ini. Banyak ketidakpastian pada perekonomian global yang bakal berlanjut tahun ini, terutama menyangkut penyelesaian persoalan krisis utang Eropa.

Lebih waspada

Sebelum kita memutuskan ke mana investasi keluarga tahun ini, Aidil Akbar dari ACF Financial Check Up mengatakan, ada beberapa kondisi di dalam negeri yang patut menjadi perhatian.

Misalnya, kemungkinan terjadi penurunan ekspor Indonesia karena ekonomi negara tujuan ekspor sedang seret. Kemudian, tahun depan pemerintah mungkin akan menaikkan tarif listrik dan mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM). Nah, kenaikan tarif listrik dan harga BBM ini bakal menyulut inflasi 2012.

Dua poin tersebut bisa menambah pengeluaran tahun depan. “Kenaikan tarif listrik dan BBM akan mendongkrak inflasi sehingga biaya pendidikan pun mau tak mau naik minimal setinggi inflasi,” tambah Eko Endarto, perencana keuangan dari Finansia Consulting.

Dia memperkirakan, tahun ini bakal terjadi perubahan tingkat bunga dengan kecenderungan terus menurun. “Bila kondisi ini terjadi, kita harus bersiap bahwa investasi untuk produk jangka pendek akan memberikan hasil yang terus menurun juga,” jelasnya.

Tapi, di balik penurunan tingkat bunga ini, ada peluang meraup keuntungan dari berinvestasi properti. “Kalau bank terus berkomitmen menurunkan suku bunga, termasuk bunga pinjaman kredit pemilikan rumah (KPR), harga properti berpeluang naik 2012 ini,” kata Aidil Akbar.

Investasi berbasis pendapatan tetap alias fixed income pun memiliki prospek bagus pada tahun ini. Aidil menyitir, beleid pembatasan penyaluran kredit pada bisnis kartu kredit kepada nasabah tertentu akan menyebabkan terjadi kelebihan likuiditas di industri perbankan.

Nah, kalau bank tidak getol menyalurkan kredit konsumen, baik KPR maupun kredit pemilikan kendaraan bermotor (KPKB), maka tak ada pilihan lain bagi bank agar dana tidak menganggur, selain membeli Surat Utang Negara (SUN) dan sebagian di Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Bisa kita bayangkan, jika besar permintaan SUN dari bank, logikanya harga surat utang ini pun bakal melonjak. Ujungnya, investor surat utang juga bakal menikmati imbal hasil tinggi. (bersambung)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini

Terbaru