Mau berinvestasi tapi takut risiko? Ini solusinya

Jumat, 15 November 2013 | 13:45 WIB   Reporter: Amailia Putri Hasniawati
Mau berinvestasi tapi takut risiko? Ini solusinya

ILUSTRASI. Harga Saham BBRI & BBCA Kompak Memerah di Perdagangan Bursa Senin (4/7). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.


JAKARTA. Banyak orang belum juga melakukan investasi. Padahal, mereka sudah punya penghasilan tinggi, dan punya tanggungan masa depan, diantaranya adalah kebutuhan untuk anak-anaknya kelak.

Biasanya, orang-orang seperti ini tidak berani mengambil risiko. Perlu diingat, setiap investasi pasti mengandung risiko, apapun instrumennya. Jangankan investasi, setiap tindakan yang kita lakukan pun pasti ada risikonya. Namun bukan berarti kita tidak bisa terhindar dari risiko.

Rheza Karyanto, Assistant Vice President Head of Investment, Bancassurance, and Treasury Product Commonwealty Bank Indonesia mengatakan, ada risiko yang bisa dihindari dan ada risiko yang harus berani dihadapi.

Berikut tips dari Rheza agar Anda bisa menjadi calon investor yang siap menghadapi risiko:

1. Kenali profil Anda

Setiap orang punya level aman yang berbeda-beda dalam berinvestasi. Dengan menganalisa dan mengenali profil risiko, maka seseorang bisa mengatur batas risiko yang dapat diterima dan memilih produk investasi yang membuatnya nyaman. Karena pada akhirnya, hal yang paling penting bagi seorang investor adalah bisa tidur nyenyak di malam hari.

2. Pertimbangkan perusahaan yang sudah jelas

Banyak jenis investasi yang menawarkan skema yang menarik, tapi ternyata tidak punya izin yang jelas. Sebelum mempertimbangkan, pastikan perusahaan yang menawarkan investasi punya izin usaha dari regulator. Kalau bentuknya produk keuangan, tentu izinnya dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Selain itu, reputasi dan track record juga bisa jadi acuan. Beberapa perusahaan atau produk terbaik akan memiliki sejarah penghargaan yang menunjukkan konsistensi kinerja dan keberhasilannya.

3. Ketahui sebab akibat munculnya risiko

Setiap penjual pasti menjelaskan semua yang bagus-bagus dari produknya. Seringkali, para marketing sales mengimingi-imingi return tinggi atas suatu investasi.

Patut diingat, return dan risiko itu seperti dua mata koin yang sama. Misal, ada produk yang memberikan return 10% per bulan. Artinya, dia bisa memberikan kerugian 10% sebulan. Jadi, bersikaplah kritis untuk cari tahu apa sebab akibatnya. Apa penyebab kenaikan? Jika kondisi berbalik, apa risikonya?

Untuk menambah informasi dari si penjual, mari luangkan waktu belajar dari buku atau internet dan sempatkan waktu untuk mengikuti seminar atau kursus publik.

4. Pilih produk sesuai tujuan

Memilih produk investasi ibarat memilih kendaraan. Kalau mau ke Puncak, Bogor, orang Jakarta pilih naik mobil. Tapi kalau ke Bali, orang pilih naik pesawat bukan mobil, karena lebih efektif.

Begitu pula dengan investasi. Untuk tujuan jangka pendek, gunakan instrumen yang lebih aman seperti deposito atau obligasi. Kalau tujuannya masih panjang, instrumen yang lebih berisiko, seperti saham bisa menjadi pilihan.

Tapi, kalau dilakukan sebaliknya (jangka pendek di saham, jangka panjang di deposito), maka akan sama seperti naik pesawat ke Puncak atau naik mobil ke Bali. Sampainya tidak jelas kapan dan justru malah lebih berisiko.

5. Sebar risikonya

Cara terakhir adalah, meminimalkan risiko. Sebar risiko atau istilah kerennya "diversifikasi". Hal ini dapat dilakukan dalam dua cara: sebar produknya dan sebar waktunya.  Dengan kata lain, investasikan dana Anda dalam beberapa produk dan secara bertahap.

Sehingga risikonya tidak terkonsentrasi pada satu produk saja. Dananya pun jangan diinvestasikan sekaligus dalam jumlah besar di saat awal. Tetapi, dibagi beberapa bagian dalam periode tertentu.

Semua investasi, pasti ada risikonya. Tetapi tidak berinvestasi punya risiko lebih besar. Yang penting, pahami risikonya dan jadikan dia sebagai teman Anda dalam mencapai tujuan. Apakah Anda sudah siap berinvestasi?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri

Terbaru