Panjang atau pendek sesuaikan isi kantong

Selasa, 30 September 2014 | 15:06 WIB   Reporter: Ruisa Khoiriyah, Galvan Yudistira
Panjang atau pendek sesuaikan isi kantong

ILUSTRASI. OPINI - Rio Christiawan - Mengawal Penyelesaian Reklamasi. Beliau adalah Dosen Hukum Bisnis Universitas Mulya


Strategi perbankan menggaet debitur kredit pemilikan rumah (KPR) semakin beragam. Terbaru, produk KPR dengan tenor panjang antara 25 tahun hingga 30 tahun mulai banyak beredar. Bank Internasional Indonesia Maybank (BII) salah satu di antara bank yang menawarkan produk ini.

Mulai September ini, BII menyediakan produk KPR bertenor hingga 30 tahun. KPR dengan tenor panjang itu menerapkan bunga tetap atau fixed rate sebesar 12,75% selama 10 tahun. Mulai tahun ke-11 hingga ke-30 bunganya mengambang atau floating rate. “Cocok untuk kalangan pekerja,” kata Tubagus S. Gumelar, Consumer Loan Executive BII, kepada KONTAN.

Calon debitur juga bisa memilih skema floating rate mulai tahun pertama kredit. Adapun besaran bunga floating rate yakni BI rate + 3,5% untuk perumahan yang bekerjasama dengan BII (primary). Sedangkan, bagi perumahan yang belum bekerjasama dengan BII dalam pembiayaan KPR, tingkat bunga floating rate adalah BI rate + 3,99%.

Keuntungan sistem floating rate adalah debitur tidak dibebani dengan penalti jika ingin melunasi KPR sebelum kontrak kredit berakhir.
Sebaliknya, jika memilih fixed rate, debitur yang hendak melunasi sebagian kredit dibebani penalti sekitar 1% dari jumlah yang ingin dilunasi. “Kalau ingin melunasi seluruhnya, juga kena penalti 1% dari sisa pokok pinjaman,” kata Tubagus.

Berbeda dengan syarat KPR lazim, BII memasang syarat khusus bahwa debitur berusia antara 21 tahun hingga 30 tahun dengan gaji minimal Rp 4 juta per bulan bersih tanpa cicilan lain. “Calon debitur juga harus memiliki pekerjaan tetap di perusahaan yang sudah dikenal,” imbuh Ditje, petugas layanan konsumen BII.

Syarat terkait “bekerja di perusahaan ternama” memang khusus disematkan di skema KPR bertenor superpanjang itu. Menurut BII, ketentuan itu penting karena terkait dengan kontrak kredit yang terbilang panjang. Bank juga harus memperhitungkan risiko pendapatan si debitur melalui penilaian terhadap tempat kerja mereka. Perusahaan debitur nanti ibaratnya akan ikut bertanggungjawab jika ada masalah dengan KPR debitur, setidaknya tanggungjawab moral.

Nah, jika Anda tertarik, cukup sediakan uang muka sebesar 30% dari harga rumah yang menjadi incaran. BII akan memberikan KPR senilai minimal Rp 100 juta. O, iya, KPR ini juga telah dilengkapi dengan fitur asuransi jiwa dan asuransi kebakaran laiknya produk KPR di bank lain.

Langkah BII menawarkan produk KPR bertenor superpanjang ini mengekor bank-bank lain yang terlebih dulu memiliki KPR tenor serupa, seperti Bank Tabungan Negara (BTN), Bank BNI, juga beberapa bank swasta.

Tidak selalu untung

Di mata perencana keuangan, kehadiran produk KPR bertenor panjang bisa menjawab kebutuhan masyarakat dengan arus kas terbatas untuk mencicil pembelian rumah. “Tenor kredit yang panjang memungkinkan cicilan bulanan menjadi lebih ringan dan kecil sehingga rumah idaman bisa terbeli,” kata Diana Sandjaja, perencana keuangan di Tatadana Consulting.

Nilai modal atau dana untuk memiliki rumah bisa jadi lebih kecil jika dibandingkan potensi capital gain dari kenaikan harga rumah di masa mendatang. Dalam kondisi bullish, kenaikan harga properti bisa mencapai di atas 30% per tahun.

Di sisi lain, tingkat penghasilan si debitur diasumsikan terus meningkat seiring tren inflasi. “Dengan tren inflasi serta kenaikan pendapatan, besar cicilan saat ini bisa saja menjadi lebih ringan nilainya 10 tahun–20 tahun kemudian,” imbuh Diana.

Contoh sederhana, cicilan KPR Anda Rp 3 juta per bulan tahun ini. Dengan asumsi tingkat inflasi per tahun mencapai 14% dan BI rate 7%, nilai cicilan tersebut pada 10 tahun mendatang menurun menjadi setara dengan Rp 1,59 juta saja. Penyebab utama penurunan nilai uang tak lain dan tak bukan adalah laju inflasi.

Kendati bisa menguntungkan, KPR bertenor panjang juga mengandung kekurangan yang perlu menjadi pertimbangan. Pertama, dari sisi biaya. Kredit jenis apa pun, baik itu kredit properti, kendaraan, atau kredit modal kerja, yang memiliki tenor panjang otomatis membuat Anda harus membayar biaya bunga lebih banyak.

Sebagai gambaran, Anda membeli rumah seharga Rp 700 juta melalui KPR bertenor 5 tahun dengan bunga 13%. Setelah membayar uang muka Rp 210 juta, cicilan per bulan mencapai Rp 11,14 juta. Total biaya pembelian rumah mencapai Rp 878,94 juta. Biaya bunganya saja mencapai Rp 178,94 juta.

Sedang jika Anda memilih tenor 10 tahun dengan asumsi besar bunga sama, total yang Anda bayar ke bank mencapai Rp 1,08 miliar. Untuk bunganya saja, Anda harus membayar hingga Rp 387,94 juta!

Kedua, beban psikologis karena memiliki utang dalam jangka sangat panjang. Diana menilai, beban psikologis sejatinya tidak perlu. Namun, bagi sebagian orang, utang tetap berarti beban yang memberatkan arus kas keluarga.

Ketiga, risiko perubahan kondisi makroekonomi dalam jangka panjang. Misalnya, ketika tiba-tiba terjadi krisis moneter yang memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) dan lonjakan bunga KPR.

Farah Dini, perencana keuangan Zelts Janus Consulting, menambahkan, beragam varian tenor KPR yang bisa diambil oleh nasabah memang tidak bisa sembarangan dipilih.

Tenor kredit yang panjang tak selalu tepat menjadi pilihan. Begitu juga dengan tenor kredit pendek. Lantas, apa saja yang perlu kita pertimbangkan dalam memilih tenor KPR yang tepat? Berikut saran dari para perencana keuangan:

Kondisi kocek

Pilihan tenor KPR di perbankan ada banyak ragam, mulai dari 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, 20 tahun, 25 tahun, hingga 30 tahun. Beragam pilihan tenor kredit sejatinya strategi dari perbankan untuk bisa menjangkau berbagai kelas calon debitur. Maklum, kondisi kocek setiap orang berbeda-beda.

Perencana keuangan menegaskan, tak peduli betapa gurih promosi dari perbankan, hal utama yang harus Anda perhatikan sebelum memutuskan memilih tenor kredit adalah kondisi keuangan Anda. “Hitungan uang muka serta beban cicilan bulanan masuk atau tidak dengan anggaran kita? Itu harus kita perhatikan,” kata Dini.

Ingat, agar kantong Anda tetap sehat dan aman, maksimal besar cicilan yang Anda tanggung setiap bulan adalah 30% dari total penghasilan. Pos cicilan itu termasuk KPR, kartu kredit, kredit kendaraan, dan lain sebagainya.

Sebagai contoh, penghasilan bulanan keluarga Anda mencapai Rp 15 juta. Maka, maksimal beban cicilan yang boleh Anda tanggung adalah Rp 4,5 juta. Ada tawaran KPR bank A dengan bunga 13% per tahun. Memakai simulasi KPR Bank BII, untuk pembelian rumah seharga Rp 500 juta, Anda harus mencicil sekitar Rp 5,22 juta per bulan. Itu jika Anda memilih tenor KPR 10 tahun. Catatan saja, besar DP adalah 30% atau sekitar Rp 150 juta.

Pilihan lain, dengan asumsi serupa namun tenor 15 tahun, maka cicilan per bulan menjadi Rp 4,42 juta. Tentu akan lebih aman jika Anda memilih KPR bertenor 15 tahun.

Tidak perlu memaksakan diri mengambil tenor lebih pendek untuk mengejar biaya bunga lebih murah. Dengan memilih tenor sesuai kemampuan kocek, arus kas Anda masih menyisakan cukup ruang untuk biaya kebutuhan sehari-hari, kebutuhan proteksi, dan juga berinvestasi.

Pola penghasilan

Apabila Anda berstatus sebagai karyawan dengan pola penghasilan bulanan berjumlah stabil alias tetap, boleh jadi lebih tepat memilih KPR bertenor panjang. Pasalnya, besar cicilan KPR bertenor panjang biasanya relatif lebih ringan.

Pekerja dengan pola penghasilan bulanan akan dimudahkan dalam mengelola arus kas apabila besar cicilan tidak terlalu besar. Kendati harus menanggung risiko berutang dalam jangka waktu sangat lama.

Adapun, bagi Anda termasuk golongan dengan pola penghasilan yang kerap mendapatkan bonus besar di luar pendapatan rutin, KPR bertenor pendek kemungkinan akan lebih cocok.

Mengapa? Selain berkesempatan mendapatkan bunga lebih rendah, Anda bisa memanfaatkan penghasilan ekstra seperti bonus atau rezeki di luar pendapatan rutin untuk top up. Top up maksudnya melunasi sebagian atau seluruh utang KPR.

Usia saat berutang

Anda yang kini berusia muda atau first jobber dengan gaji masih di level bawah, boleh jadi belum memiliki keleluasaan yang cukup untuk membeli rumah. Maklum, gaji masih pemula. “Nah, mereka yang berusia muda dan baru menapaki karier bisa memanfaatkan KPR bertenor panjang ini,” kata Diana.

Usia first jobber diasumsikan masih memiliki masa kerja yang panjang. Dengan begitu, kemampuan dia membayar cicilan dinilai masih leluasa.

Apalagi, jika first jobber mencoba membeli rumah dengan KPR tenor pendek, hampir mustahil bank mengabulkannya. Perkecualian bagi first jobber yang memiliki penghasilan besar dan dinilai mampu menanggung beban cicilan ke depan.

Usia 20-an awal juga diasumsikan seseorang belum berkeluarga. “Belum menikah dan memiliki anak sehingga kebutuhan dianggap belum terlalu besar,” ujar Eko Endarto, perencana keuangan Finansia Consulting.

Bank sendiri menetapkan usia debitur sebagai salah satu persyaratan utama dalam persetujuan permohonan KPR. BII, misalnya, mematok usia minimal 21 tahun dan maksimal 30 tahun bagi calon debitur KPR bertenor hingga 30 tahun.

Manajemen BII berujar, hal itu tidak terlepas dari asumsi masa kerja seseorang yang diperkirakan lebih kurang selama 30 tahun. Di negeri kita, usia pensiun rata-rata antara 55 tahun–60 tahun.

Nah, sebaliknya, jika Anda saat ini sudah berusia di atas 30 tahun, perencana keuangan tidak merekomendasikan Anda mengambil tenor KPR yang terlalu panjang.

Selain pertimbangan sisa masa produktif yang terbatas, kebutuhan seseorang seiring usia sejatinya akan terus merangkak naik. Sebut saja, biaya pendidikan anak, biaya kesehatan keluarga, persiapan pensiun, dan sebagainya.

Kendati peluang kenaikan penghasilan juga terbuka di masa mendatang, akan lebih baik, terutama dari sisi psikologis, jika pada usia menjelang masa pensiun tiba, Anda tidak lagi terbebani oleh beragam cicilan utang, termasuk angsuran KPR segala.

Tujuan pembelian

Tenor KPR memang yang menjadikan biaya pembelian rumah menjadi lebih mahal. Namun, tenor KPR panjang juga bisa berarti cicilan yang relatif kecil setiap bulan. Tidak mengherankan, iming-iming cicilan bulanan yang murah itulah yang menjadi bahan jualan utama para pemasar KPR.

Nah, sebagian perencana keuangan menilai, sah-sah saja apabila Anda memanfaatkan skema tersebut untuk membeli rumah dengan tujuan sebagai investasi. Cicilan yang relatif ringan akan memudahkan Anda dalam mengatur arus kas sehingga biaya investasi tidak membebani pos kebutuhan lain. “Harapannya, biaya bunga yang lebih mahal karena tenor panjang itu bisa tertutup oleh kapitalisasi atau kenaikan nilai properti di masa mendatang,” kata Andoko.

Apalagi, apabila kemudian rumah yang Anda beli disewakan. Akan menjadi pembelian yang ekonomis ketika cicilan bulanan KPR bisa tertutup dengan hasil penyewaan (rent fee) dan kenaikan nilai properti atau capital gain.

Namun, apabila tujuan pembelian adalah untuk kepemilikan pribadi atau sebagai rumah pertama, semakin ekonomis skema pembelian, semakin sehat bagi kantong Anda. Skema yang ekonomis adalah yang memakan biaya lebih sedikit (bunga murah), tidak membebani arus kas keluarga, dan sebanding dengan prospek nilai aset yang kita beli itu di masa mendatang.

Selamat memilih KPR!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can
Terbaru