Bisnis penyewaan properti bisa menjadi pilihan sumber pendapatan pasif nan menggiurkan. Dengan strategi tepat dalam memburu properti, peluang menggemukkan pundi-pundi kocek pun lebih besar. Simak pula tip penting dalam menakar tarif sewa properti.
Sedari zaman baheula, para pemilik properti identik sebagai orang kaya. Tidak jauh berbeda dengan juragan perhiasan emas. Tentu pelabelan itu tidak turun begitu saja dari langit.
Properti sebagai aset investasi menjanjikan potensi keuntungan yang mampu melipatgandakan pundi-pundi kekayaan pemiliknya. Tak heran, juragan properti hampir pasti adalah orang berpendapatan gendut. Tak terkecuali, emiten yang bergerak di sektor ini.
Di lantai bursa, saham-saham properti baik residensial maupun kawasan industri kerap menjadi salah satu lokomotif pengerek laju indeks.
Pendek kata, sektor properti tak kalah ranum dengan sektor bisnis lain seperti consumer goods yang terkenal memiliki pertumbuhan stabil.
Nah, sebagai bagian dari kelas menengah dengan kekuatan daya beli cukup besar, masa iya, sih, Anda cuma terpaku menjadi konsumen saja? Mungkin sudah saatnya Anda aktif membangun portofolio berisi aset-aset yang prospektif dan menunjang performa kocek.
Di bisnis properti, seperti yang sudah disinggung oleh KONTAN di seri pertama, ada dua pendapatan yang bisa mengucur. Pertama, keuntungan modal alias capital gain yang diperoleh dari selisih harga beli dengan harga jual. Kedua, pendapatan pasif dari penyewaan aset properti.
Sebagaimana semua bisnis dan investasi, memulai dan mengembangkan investasi properti bagi investor ritel perlu mempersiapkan strategi khusus. Strategi penting disiapkan agar investasi yang Anda kembangkan berhasil. Tak terkecuali jika Anda tertarik menggeluti bisnis penyewaan properti di masa mendatang.
Namun, sebelum membahas perihal strategi berburu properti dan trik menakar harga, ada baiknya kita simak dahulu kondisi bisnis penyewaan properti saat ini. Hasan Pamudji, Associate Director Consultancy&Research Knight Frank Indonesia, membeberkan, pasar penyewaan properti di Indonesia saat ini, terutama di kawasan Jabodetabek, masih sama kencang dengan bisnis jual beli properti.
Apalagi, di distrik pusat bisnis atau central business district (CBD). Secara umum, saat ini potensi return dari bisnis penyewaan properti yang menyasar kalangan menengah ke atas berkisar 8%–11%. Itu untuk segmen kondominium.
“Rentang return bergantung pada tipe produk dan lokasi,” imbuh Hasan. Direktur Century 21 Pertiwi Ali Hanafia membeberkan, untuk properti komersial seperti ruko, rukan, gudang, dan perkantoran, capital gain-nya berkisar 10%–20%. Adapun, kenaikan yield sewanya per tahun berkisar 5%–12%, bergantung pada lokasi, akses jalan, fasilitas, juga ukuran.
Bagaimana dengan segmen residensial alias rumah tinggal? Hasan mencatat, pertumbuhan tarif sewa rumah tinggal masih di bawah laju sewa kondominium. Kisaran growth rate sewa residensial antara 5%–6% per tahun. “Untuk rumah tinggal, yield lebih kecil karena umumnya tanah lebih luas daripada bangunan. Sedang yang dihitung menghasilkan dalam bisnis ini adalah bangunan,” jelas Ali.
Namun, lagi-lagi jika lokasi aset residensial Anda strategis dan permintaannya tinggi, tentu sangat mungkin pertumbuhan tarif sewanya di atas itu.
Penelusuran KONTAN ke beberapa agen properti memperlihatkan tarif sewa di rumah tinggal di kawasan Pondok Indah bisa naik 20% per tahun. Gurih, bukan?
Antonius Jeffry, broker properti independen yang khusus menggarap pasar properti kawasan Pondok Indah, memberi contoh, rumah berukuran
200 m² di Kebayoran Terrace dengan perabot lengkap ditawarkan dengan harga sewa Rp 85 juta per tahun. “Tahun lalu, tarif sewa rumah tersebut masih 20% lebih rendah,” cerita Jeffry. Di kawasan tersebut, properti residensial banyak diburu ekspatriat yang bekerja di pusat bisnis ibukota.
Efek BBM
Nah, melihat gambaran tersebut, Anda mungkin mulai menimbang-nimbang untuk memulai bisnis penyewaan properti. Jeffry menuturkan, di pertengahan tahun seperti ini, sewa properti umumnya lebih ramai dibandingkan dengan periode awal atau akhir tahun. “Kalau di awal atau akhir tahun, orang malah membeli atau menjual properti mengikuti jadwal tutup buku atau sebaliknya,” jelasnya.
Namun, efek kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dipastikan mempengaruhi daya beli atau tingkat permintaan properti. Terlebih saat ini harga properti tengah tinggi-tingginya. “Pasar sewa properti kalah dengan pasar jual beli, karena harga properti sudah terlampau mahal sehingga susah menentukan tarif sewa yang menguntungkan,” ujar Hendry, salah satu agen properti yang enggan disebutkan afiliasinya.
Para pelaku bisnis ini pun akhirnya lebih senang jual beli karena tawaran capital gain lebih gede. Toh, bukan berarti tidak ada peluang sama sekali di tengah situasi seperti itu jika Anda jeli melirik peluang.
Apa saja yang harus kita cer-mati saat hendak berburu aset properti untuk disewakan?
Silakan simak ulasan lebih lengkap tentang isu ini rubrik KOCEK SPESIAL di Tabloid KONTAN Edisi 6-12 Mei 2013.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News