INVESTASI BODONG -Jakarta. Beberapa waktu lalu berita tentang penipuan berkedok investasi menghebohkan masyarakat Indonesia. Kerugian yang mencapai ratusan bahkan miliaran rupiah tersebut menyeret dua orang influencer terkenal.
Menurut pengamat perbankan, keuangan, dan investasi Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Eddy Junarsin, tidak ada bisnis yang mampu memberikan keuntungan secara instan berlipat-lipat.
Karenanya masyarakat harus lebih waspada terhadap berbagai tawaran bisnis investasi yang menawarkan profit yang menggiurkan dalam waktu singkat.
Eddy menjelaskan bahwa masyarakat perlu memperhatikan dua hal saat berinvestasi yaitu soal legal dan logis atau 2L. Saat berinvestasi Anda perlu melihat perusahaan atau aplikasi investasi sudah legal atau tidak.
"Lalu logis. Kita bisa menilai tingkat kewajaran. Jika menawarkan keuntungan hingga 200 persen per bulan misalnya tentu itu tidak logis,” ucapnya seperti dikutip dari situs UGM.
Baca Juga: Pendaftaran Beasiswa Djarum Plus 2022 Sudah Dibuka, Ini Syarat Daftarnya
Influencer berhati-hati promosikan bisnis investasi
Eddy menambahkan jika tips tersebut tidak hanya berlaku bagi masyarakat yang ingin berinvestasi saja, namun juga afiliator maupun influencer yang ingin mempromosikan sebuah bisnis investasi.
“Dari sisi investor dan afiliator membiasakan berpikir lebih logis dan diteliti dulu,” terangnya.
Masyarakat yang ingin berinvestasi sebaiknya terbiasa mendalami profil perusahaan penyedia aplikasi agar tidak terjebak investasi bodong atau bisnis tidak berizin.
Eddy menyarankan masyarakat untuk mencari tahu apa saja jualannya, apakah legal atau tidak, kemudian pengalaman orang lain yang sudah berinvestasi seperti apa.
Menurutnya, kerugian korban Binomo tidak sepenuhnya menyalahkan aplikasi. Hal ini disebabkan aplikasi tersebut dibuat dan beroperasi di luar negeri yang melegalkan perjudian. Sedangkan di Indonesia sendiri perjudian dilarang.
Bahkan dari sisi pemerintah sendiri selaku regulator masih lemah dalam pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bappebti sebagai regulator dan pengawas.
“Sosialisasi dan panduan kurang, belum sampai menjangkau masyarakat bawah,” jelas Eddy.
Baca Juga: Cara Belajar yang Tepat Sesuai dengan Gaya Belajar Visual hingga Kinestetik
Dia mengungkapkan bahwa para korban investasi bodong umumnya dari berbagai latar belakang yang berbeda. Sebagian korban sudah mengetahui bahwa investasi tersebut bersifat gambling.
Namun ada juga korban investasi yang hanya sekedar ikut-ikutan karena disosialisasi oleh influencer.
“Ada yang tahu. Ada juga yang tidak tahu tapi ikut-ikutan influencer muda dan kaya. Tapi memang ada investor pengen gambling, namun jika kalah marah,” paparnya.
Eddy berharap pemerintah melalui OJK dan Bappebti menindak tegas aplikasi aplikasi dan influencer investasi bodong yang tidak berizin yang marak beredar di internet agar kejadian serupa yang merugikan masyarakat tidak terjadi lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News