Nilai pendapatan tahunan kita jika diakumulasi bisa bernilai sangat signifikan di neraca keuangan kita. Namun, kerapkali pemanfaatannya kurang optimal karena godaan konsumtif yang besar saat menerimanya. Bagaimana strategi pemanfaatan yang tepat agar keuangan kita bisa semakin mapan?
JAKARTA. Lebaran datang, Anda sumringah menerima transfer atau amplop berisi Tunjangan Hari Raya (THR). THR hanya satu dari sekian banyak jenis pendapatan tahunan yang diterima oleh pegawai atau karyawan, setiap tahun. Masih banyak jenis pendapatan tahunan lain yang diterima pegawai kantoran dalam berbagai bungkus dan nominal.
Yang paling umum diterima oleh pegawai bergaji bulanan selain THR adalah bonus kinerja tahunan. Ada pula kantor yang memberikan tunjangan kelahiran anak, bonus masa kerja, bonus pencapaian target perusahaan, tunjangan pendidikan anak, tunjangan pernikahan, dividen atau tantiem laba, dan lain sebagainya.
Namun, yang kerap tidak disadari oleh penerima pendapatan tahunan adalah nilainya yang sejatinya cukup besar jika diakumulasi. Sedangkan, pemanfaatannya sering kurang tepat dan menguap begitu saja.
Itulah yang dialami oleh Hendra, karyawan swasta di Jakarta Selatan. Hitung punya hitung, pendapatan tahunan Hendra tahun lalu bisa mencapai Rp 28 juta. Terdiri atas THR senilai Rp 6 juta, bonus kinerja Rp 10 juta, lalu tunjangan sekolah anak dan masa kerja Rp 12 juta.
Dengan gaji bulanan sebesar Rp 8 juta, maka pendapatan tahunan Hendra itu mencapai 22,5% dari total penghasilannya dalam setahun. Gede juga, kan? Yang jadi masalah, duit itu sering tidak berjejak alias numpang lewat saja di rekening dan malah termakan pengeluaran konsumtif. Lonjakan pengeluaran itu kerap tak disadari. Mungkin banyak Hendra-Hendra lain di luar sanayang mengalami masalah serupa. Punya penghasilan tahunan besar namun pemanfaatannya masih kurang maksimal.
Diana Sandjaja, perencana keuangan MRE Consulting, menuturkan, pendapatan tahunan sejatinya bisa direncanakan penggunaannya sedari awal. Apalagi, jika jadwal penerimaan pendapatan ekstra itu sudah bisa diperkirakan.
Yuk, rencanakan!
Tanpa didahului perencanaan, kebanyakan dari kita terjebak impulsif memperlakukan pendapatan tahunan sebagai rezeki ekstra yang sah digunakan untuk pengeluaran konsumtif belaka. “Pendapatan tahunan idealnya digunakan untuk membiayai pengeluaran tahunan yang nilainya terlalu besar jika dibebankan pada pendapatan bulanan,” saran Diana.
Pengeluaran yang cukup besar itu, antara lain pembayaran pajak kendaraan bermotor, uang pangkal sekolah anak, premi asuransi tahunan, pengeluaran hari raya, dan sebagainya. “Pengeluaran-pengeluaran itu tidak kita bayarkan dalam waktu bersamaan sehingga kita sendiri yang harus disiplin tidak menyentuhnya sebelum waktunya,” imbuh Farah Dini, perencana keuangan Fin-Ally Planning and Consulting.
Anda yang berstatus pegawai kantoran umumnya bisa lebih mudah memperkirakan kapan jadwal penerimaan pendapatan tahunan di luar gaji rutin. Kemudahan itu memberikan tanggung jawab lebih bagi Anda untuk mengelola pendapatan tersebut dengan lebih tepat.
Apa strategi yang bisa kita lakukan agar pendapatan tahunan kita bisa lebih optimal pengelolaannya? Berikut KONTAN sarikan berdasarkan saran-saran dari para perencana keuangan profesional:
Buat pemetaan
Di awal tahun ketika menyusun resolusi tahunan berikut anggaran pendapatan dan belanja keluarga, buatlah pemetaan terperinci berisi perkiraan penerimaan dan pengeluaran tahunan. Isi peta meliputi kapan jadwal penerimaan dan pengeluaran tahunan, berikut besar nominalnya.
Pemetaan anggaran pendapatan dan belanja tahunan akan sangat membantu Anda lebih leluasa mengatur arus kas bulanan. Jadi, saat ada pengeluaran tahunan yang besar di bulan tertentu, arus kas di bulan tersebut tidak ikut goyah.
Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat kasus keluarga Hendra. Keluarga muda ini baru memiliki satu anak yang akan masuk Taman Kanak-Kanak, tahun depan. Setelah dilakukan pemetaan, pendapatan tahunan mereka diperkirakan mencapai Rp 28 juta, tahun depan.
Sumbernya berasal dari bonus kinerja, THR, tunjangan pendidikan, dan bonus masa kerja. Sedangkan, kebutuhan pengeluaran tahunan mereka mencapai Rp 25,7 juta untuk beragam keperluan.
Setiap bulan, arus kas keluarga Hendra masih membukukan surplus sekitar Rp 250.000. Pada Maret 2014, Hendra akan mendapatkan bonus kinerja Rp 10 juta. Sehingga, saat bonus kinerja itu diterima, surplus kas keluarga Hendra mencapai Rp 10,25 juta.
Pengeluaran tahunan terdekat keluarga ini adalah pembayaran pajak kendaraan pada April 2014 senilai Rp 1,7 juta. Hendra bisa memanfaatkan duit bonus kinerja itu untuk membiayai pembayaran pajak kendaraan. Ditambah surplus April, maka pada bulan itu keluarga Hendra mencatat surplus anggaran Rp 8,8 juta.
Lunasi utang
Memang manusiawi sekali jika kita tergoda menggunakan surplus nan besar di kocek untuk keperluan yang bersifat kurang penting dan tidak mendesak, seperti membeli baju atau mengganti gadget dengan model mutakhir.
Namun, benarkah Anda punya ruang untuk itu? Teliti dulu kondisi kantong Anda. Adakah kebutuhan pengeluaran besar dalam waktu dekat? Jika ada, namun Anda belum punya sumber dananya, maka gunakan surplus itu untuk mengantisipasi pengeluaran besar terdekat.
Untuk kasus keluarga Hendra, dia masih punya kebutuhan pengeluaran uang pangkal TK anak senilai Rp 10 juta pada Juni 2014. Pada bulan itu, dia memang mendapatkan tunjangan pendidikan anak sebesar Rp 5 juta. Dengan demikian, kekurangan uang pangkal bisa ditutup dengan surplus tadi dan Hendra masih mengantongi surplus Rp 4,05 juta.
Nah, bagaimana perlakuan surplus yang tepat? Jika belum ada kebutuhan pengeluaran besar dalam waktu dekat, Anda bisa memanfaatkannya untuk memperbaiki rasio utang Anda. “Misal, ada utang kartu kredit yang selama ini kita bayar minumum payment, maka pendapatan itu wajib kita sisihkan untuk melunasinya,” kata Dini.
Ingat dana darurat
Nah, jika Anda cukup beruntung tidak memiliki tanggungan besar dalam waktu dekat dan utang konsumtif yang mendesak untuk dilunasi, pilihan berikutnya yang disarankan oleh para perencana keuangan adalah mengidealkan posisi dana darurat.
Porsi dana darurat yang ideal untuk status lajang belum menikah hanya tiga kali pengeluaran bulanan. Sedang untuk menikah tanpa anak, cukup enam kali. Untuk keluarga dengan satu anak, maka dana darurat yang ideal adalah minimal sembilan kali pengeluaran bulanan.
Genjot investasi
Tanggungan pengeluaran besar dalam waktu dekat tidak ada, utang konsumtif nol, dana darurat telah ideal, selanjutnya Anda bisa menggunakan penghasilan tahunan itu untuk menambah aset investasi.
Coba tengok rencana keuangan Anda. Ada rencana dana pensiun, dana liburan, dana renovasi rumah, dan seterusnya. Saran para perencana keuangan, Anda bisa memanfaatkan pendapatan tahunan itu untuk mempercepat target dana yang bertenggat paling dekat.
Jadi, investasi yang selama ini Anda jalankan dengan strategi dollar cost averaging (DCA) bisa dikombinasikan dengan lump sum. Misal, dana liburan Anda yang deadline-nya tinggal empat bulan lagi. Target dana liburan Anda Rp 10 juta, dan sejauh ini sudah terkumpul Rp 7 juta.
Dengan tambahan rezeki Rp 4 juta, Anda bisa menggenapi target tersebut dan segera mengamankannya ke deposito tenor tiga bulan untuk dicairkan empat bulan lagi. Menyenangkan, bukan? Arus kas positif, aset investasi meningkat, dan target keuangan tercapai.
Kini, pekerjaan rumah Anda untuk mempraktikkannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News