Yuk, melihat investasi obligasi!

Selasa, 28 Oktober 2014 | 14:47 WIB   Reporter: Maria Elga Ratri
Yuk, melihat investasi obligasi!

ILUSTRASI. PERSIAPAN JARINGAN XL. Petugas teknisi XL memeriksa perangkat jaringan BTS 4G di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, Rabu (14/6). KONTAN/Fransiskus Simbolon/14/06/2017


Banyak orang Indonesia saat ini yakin sudah berinvestasi untuk kebutuhan keuangan mereka di masa depan. Namun, saat ditanya di mana mereka membiakkan duitnya, banyak juga orang yang menjawab di deposito, dengan alasan mencari instrumen yang aman. Padahal, imbal hasil deposito masih kalah ketimbang kenaikan inflasi.

Sejatinya, di pasar modal pun, ada instrumen investasi yang mirip dengan deposito. Investor yang mendambakan investasi nan aman bin nyaman bisa menempatkan investasinya di instrumen obligasi. Karakter instrumen investasi ini tidak beda jauh dengan deposito.

Investor bisa menempatkan dana di obligasi dalam tenor yang telah ditetapkan. Bila jangka waktu obligasi tersebut telah habis, maka investor bisa menerima kembali dananya plus mendapat imbal hasil atau istilah kerennya yield.

Anda pastinya sudah tahu bahwa obligasi adalah instrumen surat utang berjangka waktu lebih dari 12 bulan. Obligasi ini bisa diterbitkan oleh negara maupun oleh korporasi. Selain itu, ada juga obligasi yang diterbitkan pemerintah daerah (municipal bond).

Pada dasarnya, obligasi merupakan cara yang dipakai oleh negara atau korporasi untuk menambah pendanaan. "Biasanya penerbitan obligasi pemerintah nilainya lebih besar," kata Desmon Silitonga, analis Millenium Danatama Indonesia.

Obligasi termasuk instrumen investasi yang aman. Risiko utama yang dihadapi oleh para pemegang obligasi adalah penerbit obligasi ternyata gagal bayar (default).
Oleh karena itu, berdasarkan kategori penerbit obligasi tadi, obligasi korporasi merupakan obligasi paling berisiko. Sebab, peluang korporasi gagal melunasi utang cukup terbuka.

Sementara, obligasi pemerintah termasuk instrumen investasi yang risikonya kecil karena peluang gagal bayarnya kecil, meskipun bukannya tidak mungkin sama sekali. "Obligasi yang diterbitkan pemerintah merupakan salah satu obligasi yang dikategorikan sebagai obligasi risk free," jelas Anup Kumar, Global Markets-Financial Analyst Manager Bank Internasional Indonesia.

Cuan dari kupon
Selain risiko gagal bayar, investor obligasi juga menghadapi risiko kredit. Ini adalah risiko yang muncul lantaran memburuknya kemampuan keuangan penerbit obligasi yang berpotensi membuat peringkat utang penerbit obligasi turun. Penuru-nan peringkat utang akan membuat investor meminta imbal hasil lebih tinggi.

Hasil investasi di obligasi juga ditentukan faktor kondisi global, perekonomian domestik serta arus dana asing. Faktor-faktor ini harus diperhatikan bila Anda ingin membiakkan duit di obligasi.

Omong-omong, dari mana saja, sih, keuntungan investasi obligasi? Investor yang menempatkan dananya di obligasi bisa memperoleh keuntungan dari dua cara. Pertama, pemegang obligasi bisa memperoleh keuntungan dari kupon obligasi. Kupon obligasi terbagi jadi tiga jenis, yakni obligasi dengan kupon tetap (fixed coupon), obligasi dengan kupon mengambang (floating atau variable coupon), dan obligasi tanpa kupon alias zero coupon bond.

Pembayaran kupon ini biasanya dilakukan secara berkala. Ada penerbit yang membayarkan kupon pada pemegang obligasi setiap bulan, ada juga yang per triwulan atau per semester.

Besaran kupon ini antara lain akan ditentukan juga oleh peringkat utang penerbit obligasi tersebut. Penerbit obligasi yang peringkat utangnya termasuk investment grade biasanya berani menetapkan kupon tidak terlalu tinggi. Tetapi, penerbit obligasi yang peringkat utangnya di bawah investment grade lazimnya akan menetapkan imbal hasil tinggi untuk menarik minat investor.

Karena itu, investor perlu mempertimbangkan rating penerbit obligasi yang Anda incar. Jangan lupa, semakin rendah peringkat utangnya, semakin besar pula risiko berinvestasi di obligasi tersebut. "Obligasi non-investment grade lebih bersifat spekulatif," imbuh Anup.

Kedua, investor juga bisa memperoleh capital gain dari selisih harga obligasi setelah diperdagangkan di pasar sekunder. Sekadar informasi, biasanya harga obligasi dinyatakan dalam persentase.

Saat pertama kali diterbitkan, harga awal obligasi setara 100% dari nilai obligasi yang diterbitkan, atau istilahnya harga pari (par). Namun, saat di pasar sekunder, harga akan mengikuti permintaan di pasar.

Ambil contoh, ketika harga obligasi tersebut naik menjadi 110, berarti saat itu harga obligasi tersebut adalah 110% dari nilai penerbitan obligasi. Kalau Anda membeli obligasi di harga pari dan menjual saat harganya naik jadi 110, berarti Anda mendapat capital gain 10%.

Selain ditentukan oleh besar kupon dan pergerakan harga, yield berinvestasi di obligasi juga akan ditentukan oleh jangka waktu obligasi tersebut. "Semakin panjang tenor sebuah obligasi maka yield-nya pun akan lebih tinggi dari obligasi bertenor pendek," jelas Anup.

Besaran yield sendiri bergantung pada tingkat kupon yang diberikan obligasi tersebut serta timing investor dalam membeli obligasi. Investor yang membeli di harga pari dan memegang obligasi sampai jatuh tempo akan menerima yield berbeda dengan investor yang masuk saat harga obligasi lebih tinggi dan melepas obligasi tersebut sebelum jatuh tempo.

Modal besar
Kalau Anda tertarik berinvestasi di obligasi, Anda bisa menghubungi bank-bank yang melayani pembelian obligasi. Cuma, untuk berinvestasi di obligasi pemerintah atau korporasi, Anda harus menyiapkan modal yang cukup besar.

Ambil contoh, untuk membeli Surat Utang Negara (SUN) seri fixed rate (FR), Anda membutuhkan modal minimal Rp 100 juta dan kelipatannya. Sementara, untuk obligasi korporasi, minimal pembelian Rp 500 juta. Karena itu, menurut Desmon, kebanyakan pembeli obligasi adalah perusahaan, seperti perusahaan pengelola aset dan dana pensiun.

Tapi, Anda tidak perlu keburu patah semangat. Kalau Anda ingin berinvestasi di obligasi pemerintah, pemerintah saat ini sudah menerbitkan obligasi yang ditujukan bagi investor ritel. Ada tiga macam obligasi ritel dari pemerintah. Pertama, Obligasi Negara Ritel atau yang ngetop disebut ORI. Kedua, ada Sukuk Negara Ritel atau Sukri.

Ketiga, yang paling baru adalah Saving Bond Ritel alias SBR. Untuk membeli obligasi ritel ini, Anda cukup menyiapkan modal Rp 5 juta.

Kalau Anda tertarik memiliki obligasi ritel, pemerintah berniat menerbitkan ORI011 pada Oktober nanti. Rencananya, pemerintah akan mengumumkan besaran kupon obligasi ini pada 29 September. Jadi, siap-siaplah berburu!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can

Terbaru