Untuk dana darurat, tak mengejar bunga

Selasa, 18 Oktober 2016 | 15:04 WIB   Reporter: Francisca Bertha Vistika
Untuk dana darurat, tak mengejar bunga


Begitu mendapat gaji pertama, Reynold Wijaya langsung menyisihkan sebagian penghasilannya untuk disimpan di bank. Co-founder sekaligus Chief Executive Officer (CEO) Modalku ini pun memilih produk deposito.

Bukan tanpa alasan, tentunya, Reynold menyimpan uang di deposito. “Sebenarnya untuk diversifikasi dana saja. Ada sebagian di deposito,” kata pria yang memulai karier sebagai operations manager di PT United Family Food ini. 

Ya, deposito jadi salah satu simpanan favorit masyarakat kita. Buktinya, nilai simpanan dan jumlah rekeningnya terus menanjak.

Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan, hingga Juli 2016 lalu jumlah rekening deposito mencapai 3.791.978 rekening, dengan nilai simpanan total sebesar Rp 2.082,27 triliun.

Angka itu bertambah 18.591 rekening dibanding jumlah rekening per Januari 2016 lalu yang baru sebanyak 3.773.381 rekening. Sedang nilai simpanannya melonjak Rp 76,29 triliun ketimbang awal tahun sebesar Rp 2.005,98 triliun.

Dan, meski jumlah rekening deposito jauh di bawah rekening tabungan, dana yang tertanam di instrumen itu yang terbesar. Angkanya mencapai 44,66% dari total nilai simpanan perbankan sebesar Rp 4.662,38 triliun.

Padahal, bunga deposito terus turun sejak awal tahun ini, mengekor suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang sudah terpangkas lima kali, total 125 basis poin (bsp). Alhasil, BI 7-reverse day repo rate sekarang bertengger di level 5%.

LPS pun ikutan menggunting suku bunga penjaminan alias LPS rate, terakhir pada 9 September lalu sebesar 50 bsp. Bunga penjaminan kini di posisi 6,25% yang berlaku bagi simpanan rupiah di bank umum.

Sementara LPS rate untuk simpanan dalam denominasi valuta asing (valas) tetap di level 0,75%. Bunga penjaminan ini berlaku mulai September 2016–Januari 2017 mendatang.

“Suku bunga penjaminan bisa turun 50 bps karena bank besar telah menurunkan bunga simpanan hingga 84 bps menjadi 6,1% per Agustus 2016,” kata Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengutip Harian KONTAN (14/9).

Bunga deposito, Halim mengungkapkan, masih berpeluang turun hingga akhir tahun nanti. Prediksi LPS, bunga deposito bakal merosot sekitar 100 bps sejak Januari lalu. Saat ini, LPS mencatat, bunga deposito tertinggi sebesar 7,07% dan bunga terendah dipatok 5,27%.

Tapi, masih ada kelompok bank yang memberikan bunga deposito di atas LPS rate lantaran terdesak kebutuhan likuiditas atau perjanjian khusus dengan deposan. Dalam catatan LPS, sekitar 12% bank masih memberikan bunga deposito maksimal sebesar 8%.

Itu sebabnya, deposito tetap jadi primadona. Maklum, deposito termasuk instrumen dengan likuiditas tinggi dan masih memberikan imbal hasil yang menarik.

Ini berbeda dengan tabungan, yang walau likuiditasnya tinggi, bunga yang diberikan terlalu kecil. Bahkan, bisa-bisa dana nasabah justru habis gara-gara tergerus berbagai biaya tabungan.

Selektif pilih bank

Reynold pun tetap mempercayakan dananya di deposito. Sekalipun, bunga yang dia kantongi dari deposito bakal kalah dari instrumen investasi lainnya.

“Bunganya memang tidak tinggi, tapi deposito lebih aman,” tegas jebolan Industrial and Operations Engineering University of Michigan, Amerika Serikat (AS), ini.

Soalnya, tujuan Reynold menaruh uangnya di deposito bukan untuk mencari untung. Salah satu maksud Co-Founder Funding Societies ini menyimpan dana di instrumen perbankan tersebut ialah sebagai dana darurat. Makanya, ia mengambil jangka waktu yang pendek yaitu tiga bulan saja.

Selain itu, jika ada masalah di investasi jangka menengah dan panjangnya yang punya risiko tinggi, Reynold masih punya simpanan yang aman.

Itu sebabnya, meskipun saat ini bunga deposito hanya sekitar 6,5%, Reynold belum tertarik memindahkan dananya ke instrumen investasi lain. Misalnya, reksadana pendapatan tetap.

“Lebih aman deposito. Lagipula, imbal hasil reksadana pendapatan tidak beda jauh dengan deposito. Dan, kalau deposito ada garansinya,” ungkap Reynold.

Maksudnya, jaminan dari pemerintah melalui LPS. Info saja, sejak 13 Oktober 2008 silam, saldo yang dijamin oleh LPS untuk setiap nasabah pada satu bank adalah paling banyak sebesar Rp 2 miliar 

Segendang sepenarian, Kyatmaja Lookman juga masih menyimpan sebagian dananya di deposito, walau imbal hasil instrumen investasi lain lebih menggiurkan.

“Saat ini kondisinya tidak cukup baik. Saham kadang naik tinggi, kadang turun drastis. Trennya susah diprediksi,” ucap Direktur Utama PT Lookman Djaja ini.

Memang, kemungkinan bunga deposito akan turun lagi, seiring penurunan suku bunga acuan BI plus banjir dana repatriasi dari program amnesti pajak atau tax amnesty. “Awal tahun bunganya 7%. Sekarang, sih, sekitar 5%–6%,” bebernya. Namun, Kyatmaja tetap setia menanamkan uangnya di produk perbankan itu.

Kenapa deposito? Menurut Kyatmaja, deposito adalah instrumen yang cukup likuid untuk jangka pendek dibanding reksadana yang lebih panjang temponya.

Untuk itu, ia memilih menyimpan uangnya di deposito berjangka tiga bulan. “Tambah lagi, sebagai pengusaha saya juga butuh uang sewaktu-waktu,” kata pemilik perusahaan transportasi ini.

Biasanya, Kyatmaja menggunakan duit yang tersimpan di deposito untuk kebutuhan bisnisnya. Jadi, tujuan utama dia menaruh uang di deposito lebih sebagai dana darurat.

Deposito, Kyatmaja menambahkan, hampir tidak punya risiko. Walhasil, lebih aman menyimpan dana di produk ini ketimbang memasukkannya ke reksadana pendapatan tetap, misalnya. Sebab, walaupun mirip dengan deposito, kondisi reksadana pendapatan tetap tidak bisa diprediksi.

Tapi, Kyatmaja selektif betul dalam memilih bank tempat menaruh uangnya di deposito. Selain besaran bunga yang ditawarkan, nama besar bank juga jadi pertimbangan plus yang bisa dipercaya. Pilihan pun jatuh ke Bank Central Asia (BCA) dan Bank Mandiri.

Hanya untuk besaran bunga, pemilik gelar Master of Business Administration (MBA) dari University of Technology, Sydney, Australia, ini mengambil bunga yang tak beda terlalu jauh dengan suku bunga penjaminan LPS. Maklum, sesuai ketentuan lembaga itu, bila bunga simpanan yang diperjanjikan antara bank dengan nasabah melebihi tingkat suku bunga penjaminan, maka simpanan nasabah itu tidak dijamin.

Sedikit berbeda, saat akan memasukkan uangnya ke deposito, Reynold lebih fokus mencari bank yang tepat ketimbang memikirkan besaran bunga yang bakal dia dapat. Ia pun menjatuhkan pilihan pada bank swasta, yang menurutnya, lebih terpercaya.

“Kalau urusan bunga, setiap bank, kan, tidak berbeda jauh juga,” kata pemilik gelar MBA dari Harvard Business School, AS, ini.

Investasi pendek

Menurut Eko Endarto, Perencana Keuangan dari Finansia Consulting, masih banyak orang yang memilih deposito karena alasan kebutuhan akan produk simpanan itu, bukan semata imbal hasil. “Deposito memiliki nilai lebih yaitu likuiditas dan risiko. Likuiditas tinggi dan risiko rendah,” ujar Eko.

Misalnya, deposito lebih likuid ketimbang reksadana pasar uang. Dana yang ditempatkan di deposito bakal lebih mudah dicairkan, kapan pun Anda membutuhkan dana tersebut.

Sedangkan pencairan dana di reksadana pasar uang membutuhkan waktu, biasanya sekitar 14 hari kerja. Dengan kelebihan itu, Eko bilang, deposito memang sangat ideal sebagai pos dana darurat.

Cuma, yang perlu Anda perhatikan, bank mungkin akan mengenakan penalti kalau mencairkan deposito sebelum jatuh tempo tiba. Kabar baiknya, sekarang sudah banyak produk deposito yang bebas penalti, walau nasabah menarik dana sebelum jatuh tempo.

Meski begitu, bukan berarti instrumen simpanan tersebut tak cocok jadi ladang investasi. “Untuk kepastian hasil dan kemudahan pencairan, maka produk ini cocok bila digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek,” ungkap Eko.

Tapi, deposito punya kelemahan, yakni modal untuk penempatan awal lebih mahal dari produk investasi lainnya. Contoh, modal berinvestasi di reksadana pasar uang relatif lebih kecil ketimbang modal untuk membuka deposito.

Saat ini, sudah cukup banyak manajer investasi yang menawarkan reksadana pasar uang dengan minimal modal penyertaan sebesar Rp 100.000. Sementara untuk membuka deposito, biasanya bank mensyaratkan setoran minimal Rp 5 juta.

Toh, Eko yakin deposito masih banyak dilirik meski instrumen investasi lain lebih menjanjikan. “Khususnya karena pemahaman masyarakat terhadap produk di luar perbankan masih kurang. Deposito bisa sebagai produk untuk alokasi dana mereka,” ujarnya.

Terlebih, siapapun cocok menyimpan uangnya di deposito. Dengan catatan, tetap disesuaikan dengan profil risiko dan kebutuhan likuiditas.

Hanya, Eko bilang, deposito sebenarnya cocok untuk dana cadangan, sebagai pelengkap tabungan. “Dengan asumsi dana cadangan sebesar tiga kali pengeluaran bulanan, maka nasabah bisa mengalokasikan satu kali di tabungan dan dua kali deposito,” jelas dia.

Sebagai dana darurat, ya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan

Terbaru