Investasi

Reksa Dana Bisa Jadi Pilihan Investasi di 2025 Saat Pasar Saham Volatile

Kamis, 02 Januari 2025 | 12:14 WIB   Reporter: Handoyo
Reksa Dana Bisa Jadi Pilihan Investasi di 2025 Saat Pasar Saham Volatile

ILUSTRASI. Periode akhir tahun yang alih-alih menjadi pendorong pergerakan IHSG, justru menjadi periode yang penuh tekanan bagi pasar saham.


INVESTASI REKSADANA - JAKARTA. Tahun 2024 tampaknya menjadi tahun yang kurang menguntungkan bagi pasar saham Indonesia. Periode akhir tahun yang alih-alih menjadi pendorong pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), justru menjadi periode yang penuh tekanan bagi pasar saham.

Sepanjang 2024, IHSG mengalami koreksi 2,65%. Sepanjang Desember 2024, IHSG melemah hingga 1,67%. Window dressing yang digadang-gadang terjadi di akhir tahun justru tidak tampak hilalnya.

Chief Investment Officer PT Inovasi Finansial Teknologi (Makmur) Stefanus Dennis Winarto mengatakan, terdapat sejumlah faktor yang memberatkan pergerakan IHSG sepanjang 2024.

Dari dalam negeri, Stefanus menyebut pasar saham diwarnai ketidakpastian seiring dengan momentum pemilihan presiden (pilpres) dan tingginya suku bunga Bank Indonesia. Ditambah, kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) yang akan semakin membebani masyarakat khususnya kelas menengah (middle class) di Indonesia.

Baca Juga: Tips Investasi Reksadana di Awal Tahun 2025

Dari eksternal, IHSG tertekan ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan yang lebih rendah daripada ekspektasi. Investor cenderung keluar dari pasar saham seusai mengetahui potensi pemotongan suku bunga acuan akan semakin kecil pada 2025.

Hal ini tercermin dari nilai net foreign sell yang mencapai Rp28,72 triliun sepanjang 2024. Saham perbankan besar (big bank) yang memiliki bobot besar terhadap IHSG, menjadi saham yang paling banyak dilepas investor asing sehingga harga sahamnya cenderung tertekan dan melemahkan IHSG.

Ke depan, Stefanus memprediksi pasar saham masih akan volatile. Dalam jangka pendek, pasar akan mencermati penerapan tarif PPN baru dari semula 11% menjadi 12%. Ada juga momentum pelantikan Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Donald Trump yang akan dilakukan pada 25 Januari 2025.

Investor kemungkinan akan wait and see terkait rencana kebijakan Trump khususnya kebijakan di sektor perdagangan yang cenderung proteksionis dan bisa memicu serangan balasan dari mitra dagang, khususnya China.

Meskipun The Fed memberi sinyal kebijakan yang dovish, ada kemungkinan pemangkasan suku bunga The Fed tidak sebanyak yang diperkirakan di awal. The Fed diprediksi hanya akan menurunkan suku bunga sebanyak dua kali lagi sebesar 50 basis points (bps) pada 2025. 

Hal ini kemungkinan bisa meningkatkan volatilitas di pasar saham. Untuk mengantisipasinya, investor asing kemungkinan melakukan rotasi portofolio ke aset-aset aman (safe haven), seperti dolar AS, obligasi pemerintah (US treasury), dan emas.

Baca Juga: Atur Ulang Strategi Investasi untuk Tahun 2025, Volatilitas Pasar Masih Menghantui

“Adapun tingkat US 10-year yield telah mencapai di atas 4.6% pada akhir tahun 2024. Kondisi ini akan memicu capital outflow modal asing dari pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia,” terang Stefanus dalam siaran pers, Rabu (2/1).

Untuk itu, penting bagi investor untuk memilih strategi yang tepat pada 2025. Stefanus mengatakan, investor bisa menerapkan strategi diversifikasi untuk mengurangi risiko dalam penurunan nilai investasi. Dengan menyebar investasi ke berbagai jenis aset atau sektor, investor dapat mengurangi dampak negatif dari kinerja buruk satu aset terhadap keseluruhan portofolio.

Investor dapat melakukan diversifikasi aset dengan berinvestasi reksa dana. Dana investor akan dikelola secara profesional dan secara hati-hati oleh Manajer Investasi (MI). MI bertugas menentukan aset yang akan dimasukkan ke dalam portofolio reksa dana, seperti saham, obligasi, atau instrumen pasar uang, tergantung pada jenis reksa dana yang kamu pilih.

Pemilihan aset ini dilakukan berdasarkan analisis mendalam serta mempertimbangkan berbagai aspek makroekonomi untuk memastikan pengelolaan investasi yang optimal.

Reksa dana campuran bisa menjadi alternatif pilihan untuk menerapkan strategi diversifikasi. Dengan alokasi aset pada saham, obligasi, dan instrumen pasar uang, reksa dana campuran menawarkan potensi imbal hasil yang lebih stabil. Diversifikasi yang ditawarkan oleh reksa dana campuran membantu mengelola risiko di tengah sentimen pasar yang volatile.

Investor juga bisa mencermati reksa dana pendapatan tetap. Reksa dana jenis ini menginvestasikan mayoritas dananya pada instrumen surat utang (obligasi dan/atau sukuk).

Baca Juga: Mengukur Minat Investasi Reksadana di Sepanjang Tahun 2024

Dengan portofolio yang didominasi oleh obligasi, reksa dana pendapatan tetap cenderung menghasilkan imbal hasil yang relatif stabil karena instrumen obligasi cenderung diuntungkan dari pemangkasan suku bunga.

Sementara itu, reksa dana pasar uang bisa menjadi pilihan ideal bagi investor yang mengutamakan keamanan dan likuiditas di tengah ketidakpastian pasar. Reksa dana pasar uang berinvestasi pada instrumen jangka pendek seperti deposito dan obligasi jangka pendek yang mana memiliki volatilitas yang minim.

Selain memilih instrumen yang sesuai, investor juga harus memilih platform investasi yang tepat dan aman. “Dengan reksa dana, investor bisa mewujudkan resolusi finansial mereka di 2025 dengan aman,” tutup Stefanus.

Selanjutnya: Beli Token Listrik Diskon 50 Persen Sampai Kapan?

Menarik Dibaca: Promo Alfamart Paling Murah Sejagat 1-7 Januari 2025, Teh Pucuk Beli 2 Lebih Murah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo
Terbaru