Boleh sibuk kejar cuan, jangan lupa membersihkan

Kamis, 01 Agustus 2013 | 15:53 WIB   Reporter: Ruisa Khoiriyah, Diemas Kresna Duta
Boleh sibuk kejar cuan, jangan lupa membersihkan

ILUSTRASI. Harga Saham ANTM Anjlok, BBCA Menguat di Perdagangan Bursa Rabu (9/3).?(KONTAN/Carolus Agus Waluyo)


Membayar zakat merupakan salah satu prinsip utama dalam Islam. Tanpa niat dan komitmen kuat, kewajiban membayar zakat berisiko terbengkalai termakan kesibukan dan tuntutan kebutuhan rutin. Yuk, lebih serius menghitung kewajiban zakat dan membiasakan beramal sedekah!

JAKARTA. Setiap bulan Ramadan datang, seruan memperbanyak amal kebaikan biasanya semakin sering berkumandang. Ramadan memang bukan tentang ibadah puasa semata yang cenderung bermakna personal.

Ada tradisi ibadah lain yang juga naik daun selama Ramadan berlangsung, yaitu zakat, infak, dan sedekah. Amal tersebut lebih bernuansa sosial karena banyak ditujukan sebagai latihan spiritual untuk mengasah kepedulian kepada sesama. Bahkan, zakat menjadi prinsip ketiga dalam ajaran Islam setelah shalat dan syahadat.

Ketiga amalan itu pada prinsipnya memiliki benang merah, yakni perihal berbagi pada sesama. Jika zakat bersifat wajib bagi mereka yang telah memenuhi syarat serta besarnya telah ditentukan, infak dan sedekah lebih bersifat sukarela.

Mengutip penjelasan Quraish Shihab dalam buku Tafsir Al Misbah, zakat berarti penyucian dan berkembang. Dengan membayar zakat, seorang Muslim diajak untuk menyucikan jiwa dengan mengikis sifat tamak, kikir, dan loba dalam dirinya.

Nah, dalam perencanaan keuangan yang baik, memberi tempat pada kebutuhan beramal, idealnya menjadi perhatian utama. “Zakat, infak dan sedekah terkait erat dengan masalah kepercayaan. Jika kita meyakininya, lebih baik menjadi prioritas,” ujar Rakhmi Permatasari, perencana keuangan Safir Senduk dan Rekan.

Hitung dan siapkan

Ada banyak jenis zakat yang dikenal dalam ajaran Islam, dari mulai zakat fitrah, zakat harta, zakat perniagaan, zakat hasil panen, hingga zakat barang temuan. Mari kita bahas beberapa di antaranya.

Pertama, zakat fitrah atau penyucian jiwa. Zakat ini wajib dibayarkan oleh setiap orang yang mampu atau memiliki kelebihan kemampuan pemenuhan pangan, setahun sekali.

Besar zakat fitrah adalah sekitar 3,5 liter atau 2,7 kilogram beras atau bahan makanan yang dimakan sehari-hari. Zakat ini dibayarkan sebelum pelaksanaan salat Idul Fitri. Anda yang menjadi kepala keluarga dan menafkahi banyak orang, berkewajiban pula mengeluarkan zakat fitrah tanggungan Anda.

Kedua, zakat harta atau zakat mal. Ini adalah zakat yang harus dikeluarkan seorang muslim ketika aset atau hartanya sudah mencapai nisab atau 85 gram emas dan memenuhi haul masa kepemilikan setahun.

Sebagai gambaran, harga emas di Logam Mulia Aneka Tambang mencapai Rp 506.000 per gram, Rabu (24/7). Jadi, ukuran nisab adalah Rp 43,01 juta atau Rp 3,58 juta per bulan. Ini berarti jika nilai tabungan, reksadana, emas, saham, properti, dan aset lain yang Anda miliki mencapai nisab, Anda wajib membayar zakat 2,5% dari nilai total aset.

Apakah ini termasuk aset berupa rumah tinggal dan kendaraan pribadi? Erie Sudewo, salah satu pendiri Dompet Dhuafa, menjelaskan, rumah tinggal dan kendaraan yang dipakai sebagai kebutuhan tidak termasuk aset yang dihitung zakatnya. “Namun, jika rumah kedua dan seterusnya, atau kendaraan yang sejatinya lebih sebagai koleksi, itu wajib dibayar zakatnya,” jelas dia.

Ketiga, zakat profesi. Seorang Muslim wajib membayar zakat untuk penghasilan yang diperoleh dari profesi yang dia jalankan, ketika mencapai nisab 85 gram emas.

Ada dua metode pembayaran. Bagi yang bergaji bulanan, bisa memotong langsung 2,5% penghasilan kotor setiap bulan. Ada pula yang membolehkan penghitungan zakat dari penghasilan bersih setelah dikurangi pengeluaran kebutuhan pokok dan utang.

Namun, ingat, seperti ujar Erie, prinsip beramal adalah melebihkan pemberian alih-alih mengurangi. “Ini untuk membersihkan jiwa dari sifat rakus dan kikir,” tandas dia.

Bagi Anda yang berpendapatan tidak tetap, bisa dengan metode pembayaran zakat mal yakni dibayarkan setelah terakumulasi setahun. Tentunya saat sudah mencapai nisab dan haul.

Keempat, zakat hadiah dan zakat warisan. Ini berarti, ketika memperoleh bonus di luar hitungan rutin kantor atau di luar gaji ke-13, juga wajib dizakati. “Besar zakat sama dengan zakat rikaz atau harta temuan, yaitu 20% dari nilai,” jelas Erie.

Lantas, bagaimana mengatur anggaran beramal tanpa membuat arus kas bulanan “terganggu”, sembari tetap berupaya menghikmati makna spiritualnya? Mari kita simak saran dan masukan dari para perencana keuangan!

Buat perencanaan
Anggaran untuk amal, entah dalam bentuk zakat, infak, sedekah, persembahan atau perpuluhan, akan lebih bagus jika sudah disiapkan sedari mula sebagaimana Anda menyiapkan anggaran rutin yang lain.

Jadi, dalam arus kas Anda, selain ada anggaran untuk kebutuhan rutin, seperti belanja bulanan, listrik, sandang, bahkan anggaran hura-hura, jangan pernah melupakan anggaran untuk amal. Ini tidak terbatas pada pegawai bergaji tetap saja. “Wiraswasta pun pasti ada perkiraan pendapatan dan pembukuannya,” kata Rakhmi.

Berapa porsi ideal anggaran amal? Itu kembali pada keyakinan tiap individu. Namun, perencana keuangan menyarankan agar porsinya dilebihkan dari persentase seharusnya. Misal, sebesar 5% dari total penghasilan. Jadi, sebesar 2,5% dibayarkan sebagai zakat profesi dan sisanya sebagai infak atau sedekah.

Membuat pos amal khusus dalam anggaran bulanan akan membantu Anda lebih disiplin memenuhi kewajiban sesuai keyakinan yang Anda hikmati.

Bayar lebih awal
Hitungan zakat yang sudah baku sejatinya memudahkan Anda memperkirakan besar kewajiban yang harus dibayar. Selanjutnya, Anda bisa leluasa menyiapkan teknis penyalurannya. Misal, tahun ini total pendapatan Anda Rp 200 juta. Sehingga, besar zakat profesi Anda mencapai Rp 5 juta atau Rp 416.600 per bulan.

Anda bisa langsung menyisihkan Rp 5 juta di amplop khusus zakat. Selanjutnya, Anda bisa memilih hendak membayar langsung senilai itu sekali waktu atau memecahnya untuk dibagikan setiap bulan.

Ingat, tak harus menunggu Ramadan untuk memenuhi segenap kewajiban zakat tersebut. “Lebih awal, lebih baik. Apa iya menunggu hingga si miskin kelaparan dulu? Bagaimana jika ada orang butuh sebelum Ramadan tiba?” ujar Erie, retoris.

Mencicil pembayaran zakat dan merutinkan infak juga sedekah juga mengurangi lonjakan anggaran saat Ramadan tiba. Maklumlah, kebutuhan saat puasa biasanya malah meningkat. Tidak menumpuk keperluan di satu waktu secara psikologis juga meringankan beban.

Cermati penyaluran
Zaman sekarang, kanal penyaluran zakat ada banyak pilihan. “Saya lebih menyarankan lewat badan amil zakat,” kata Prita Ghozie, perencana keuangan ZAP Finance.

Membayar lewat lembaga zakat terdaftar bisa menjadi pengurang beban pajak. Cara ini juga mungkin cocok bagi Anda yang terlalu sibuk mengurus sendiri penyaluran zakat.

Namun, Erie mengingatkan, zakat lebih baik disalurkan sendiri untuk kalangan yang berhak atas zakat (mustahik) di sekitar tempat tinggal kita. “Jika di sekitar kita sudah tidak ada yang berhak mendapatkan zakat, baru salurkan ke tempat lain,” saran dia.

Caranya, bisa melalui komunitas pengajian atau tempat ibadah terdekat. Langkah itu memang membutuhkan waktu dan tenaga khusus.

Namun, Erie mengingatkan, salah satu pesan utama berzakat adalah agar seorang Muslim meningkatkan kepedulian sosial, termasuk terhadap lingkungan sekitar. Dus, jika dalam pelaksanaannya kita sudah begitu “hitung-hitungan”, maka pesan spiritualnya malah pupus.

Adapun, untuk infak dan sedekah, tak masalah jika kita menyalurkannya lewat badan amil zakat. Shinta Rahmani, perencana keuangan Amanah Shariah, berpendapat senada. Mendistribusikan zakat sendiri akan mengajak seseorang memperbanyak silaturahmi.

Alhasil, menyeriusi kebutuhan beramal dan berlaku sosial, insya Allah akan membuat kita turut terpacu lebih keras bekerja demi kesejahteraan dunia akhirat.              o

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ruisa Khoiriyah

Terbaru