Siapa takut membeli rumah kedua?

Rabu, 26 November 2014 | 13:21 WIB   Reporter: Ruisa Khoiriyah
Siapa takut membeli rumah kedua?

ILUSTRASI. Diplopia adalah kondisi saat penderitanya melihat satu objek tetapi tampak seperti melihat dua objek. ANTARA FOTO/ Darwin Fatir/ss/mes/13.


Membeli rumah pertama melalui kredit pemilikan rumah (KPR) boleh jadi menjadi pengalaman berutang dengan nilai terbesar bagi kebanyakan orang. Harga rumah yang sulit turun mau tidak mau memaksa orang berpendapatan pas-pasan untuk berutang pada bank, agar kebutuhan papan terpenuhi.

Selain nilai utang yang besar, tenor berutang KPR rata-rata juga panjang di atas 5 tahun. Tidak heran ketika tiba waktunya cicilan KPR lunas, kelegaan menghampiri. Maklum, ruang fiskal dalam anggaran rumahtangga menjadi lebih leluasa.

Nah, jika Anda termasuk kalangan yang sudah terbebas lama dari beban cicilan KPR, sah-sah saja jika mulai terpikir untuk memiliki rumah kedua. Bahkan mungkin rumah ketiga, keempat, dan seterusnya.

Ada banyak alasan mengapa seseorang mulai memikirkan pembelian rumah kedua. Diana Sandjaja, perencana keuangan dari Tatadana Consulting, berujar, kerapkali orang terpikir untuk membeli rumah kedua karena merasa rumah pertama mereka sudah tidak lagi memadai bagi kebutuhan keluarga. Misalnya dari sisi lokasi, luas bangunan, faktor lingkungan, seperti banjir, macet, dan lain sebagainya. “Bisa saja, pertimbangannya adalah karena efektivitas waktu sehingga melirik apartemen sebagai rumah kedua selama weekdays,” kata Diana.

Alasan lain yang juga banyak mengemuka adalah keinginan untuk menambah aset berupa rumah. Pemanfaatannya kelak bisa sebagai tabungan hari tua atau warisan untuk anak-anak.
Ada pula yang membeli rumah kedua dengan tujuan investasi. Capital gain dari harga rumah dan bangunan yang terus meningkat akan menggemukkan aset Anda. Terlebih jika kelak disewakan, pendapatan sewa bisa menjadi tambahan penghasilan pasif.

Tergantung tujuan
Namun, sebagaimana pembelian rumah pertama, pembelian rumah kedua juga tidak bisa serampangan kendati Anda memiliki salah satu alasan di atas. Diana berpendapat, apabila Anda ingin memiliki rumah yang lebih dekat dengan lokasi  kerja supaya lebih produktif  bekerja dan efisien, maka pembelian rumah kedua boleh sedikit dipaksakan dengan kemampuan finansial yang ada saat ini. “Namun, tetap ingat, jangan sampai kondisi keuangan  jadi kacau balau,” kata dia.

Rumus pembelian properti tetap berlaku yaitu menimbang lokasi yang paling tepat. Tentu dengan melihat kewajaran harga dan bentuk bangunan. Akan tetapi, apabila kondisi keuangan Anda belum memungkinkan untuk membeli rumah kedua demi tujuan di atas, Diana menilai, menyewa atau indekos di dekat tempat bekerja bisa jadi merupakan pilihan lebih tepat ketimbang langsung membeli rumah.

Lantas, bagaimana jika pembelian rumah kedua dilatarbelakangi keinginan untuk menambah aset atau berinvestasi? Kapan waktu yang tepat untuk merealisasikannya? Simak saran dari para perencana keuangan berikut ini:

Kondisi keuangan
Silakan meneliti terlebih dahulu kondisi keuangan Anda saat ini. Budi Raharjo, perencana keuangan OneShildt Personal Financial Planning, berujar, membeli rumah kedua lebih tepat jika dilakukan ketika kondisi keuangan Anda sudah sehat.

Indikasi keuangan yang sehat antara lain ada dana darurat, kebutuhan proteksi seperti asuransi jiwa dan asuransi kesehatan sudah terpenuhi, lalu rasio utang di bawah 30% dari jumlah penghasilan. “Pastikan juga, tujuan keuangan yang utama sudah dilakukan seperti dana pendidikan anak dan dana pensiun,” kata Budi. Jika kesemuanya aman, Anda baru bisa menimbang untuk membeli rumah kedua sebagai tambahan aset atau investasi.

Sesuai tujuan
Pemilihan rumah incaran akan lebih tepat apabila disesuaikan dengan tujuan pembelian. Misalnya, membeli untuk investasi dan kelak akan menyewakannya. Tentukan target pasar penyewa rumah Anda kelak. Dari sana, pilihan lokasi rumah yang paling tepat bisa Anda tentukan dengan lebih terfokus.

Menurut Diana,  berinvestasi properti kelihatan menguntungkan karena ada kepercayaan  yang umum bahwa harga tanah mustahil turun. Namun, benar tidak kepercayaan itu sejatinya masih tergantung pada lokasi properti. “Pasalnya, kenaikan harga tiap lokasi berbeda-beda seiring perkembangan daerah sekitarnya,” kata dia.

Membeli rumah kedua berupa landed house atau apartemen di lingkungan kampus bisa menjadi pilihan. Anda bisa menyewakannya kelak kepada para mahasiswa di sekitar kampus yang membutuhkan tempat tinggal selama studi.

Sedang bila tujuan pembelian adalah untuk tempat tinggal baru untuk keluarga, lebih baik memilih sesuai kebutuhan keluarga Anda. Misalnya, lokasi lebih dekat dengan tempat kerja, dekat dengan sekolah anak, rumah lebih luas, fasilitas umum lebih lengkap, dan sebagainya.

Budi menambahkan, pembelian rumah kedua berimbas pada rentetan biaya perawatan. Apabila niat Anda adalah memiliki aset sebagai tabungan hari tua atau untuk anak, lebih baik membeli dalam bentuk tanah.  Biaya perawatannya lebih kecil dibandingkan rumah. “Kecuali hendak diubah menjadi aset produktif, maka membeli properti berupa rumah lebih tepat,” katanya.

Jalur pembelian
Jalur penjualan properti berupa rumah tapak (landed house) maupun apartemen banyak ragamnya. Membeli tunai tentu cara pembelian yang paling menguntungkan karena Anda tidak dibebani bunga. Namun,  membeli tunai membutuhkan dana tidak sedikit.

Anda bisa memanfaatkan jalur utang untuk bisa mendapatkan rumah kedua. Pertama, utang bank melalui Kredit Pemilikan Properti (KPP). Anda harus menyiapkan dana down payment (DP) setidaknya 40% dari harga rumah kedua yang jadi incaran Anda.

Bunga KPP di bank saat ini terbilang mahal akibat kebijakan pengetatan moneter Bank Indonesia. Anda perlu berhitung cermat apakah membeli rumah di tengah tren bunga tinggi seperti saat ini adalah keputusan tepat untuk dieksekusi.

Kalau pun akhirnya tetap memutuskan beli, lebih baik memilih KPP dari bank yang bekerjasama dengan pengembang. Anda berpeluang mendapatkan diskon khusus jika memilih bank terafiliasi. Kedua, membeli lewat cicilan kepada pengembang. Para pengembang umumnya memberi kesempatan pembelian properti  melalui cicilan hingga 36 kali atau 36 bulan.

Selain harus menyiapkan DP, Anda juga dikenakan bunga pinjaman oleh pengembang. Namun, bunganya biasanya tidak setinggi bunga KPR yang ditawarkan oleh perbankan.
Nah, bagaimana jika properti incaran tidak memiliki fasilitas KPR dari bank sedangkan dana kita tidak mencukupi untuk membeli langsung dari pengembang? Anda bisa menghitung lagi kesiapan finansial.

Jika kantong Anda masih memungkinkan untuk menambah dana pembelian berupa  utang lunak dari kantor pemberi kerja atau kerabat, sah-sah saja Anda menempuhnya.

Namun, harap ingat peringatan dari para perencana keuangan, ya. “Maksimal jumlah cicilan utang baik utang produktif atau konsumtif adalah 30% dari total penghasilan setiap bulan,” kata Eko Endarto, perencana keuangan Finansia Consulting.

Hitung biaya lain
Selain dana pembelian, Anda harus siap pula dengan biaya lain-lain yang menyertai setiap langkah pembelian rumah. Antara lain biaya perawatan hunian. “Meski harga rumah cenderung naik sehingga menguntungkan, apabila dana maintenance tidak ada, keuntungan tersebut bisa-bisa tergerus,” kata Budi.

Untuk apartemen misalnya, tersewa atau tidak, Anda sebagai pemilik tetap harus membayar biaya perawatan bulanan kepada pengelola. Maka itu, Budi lebih menyarankan agar rumah kedua Anda diubah menjadi aset produktif alih-alih dibiarkan sekadar sebagai tambahan aset. Caranya, sewakan!

Trik menyewakan
Menyewakan rumah kedua memberikan dua keuntungan, yaitu capital gain dari kenaikan harga properti dan pendapatan pasif dari rent fee. Jika berniat menyewakan, selain memastikan target pasar sedari awal, Anda harus aktif pula memasarkannya . Manfaatkan kanal iklan properti di internet atau koran. Iklan di internet banyak yang gratis. “Buat juga database penyewa potensial agar properti kita bisa selalu tersewa,” imbuh Diana.

Agar mendapat penyewa, Anda perlu cermat menentukan tarif sewa. Rata-rata kapitalisasi properti rumah lebih rendah ketimbang apartemen, yaitu hanya 3%–5%. Sedangkan, apartemen mencapai 7%–12%. “Bergantung lokasi juga,” kata Farah Dini, perencana keuangan Janus Consulting.

Misalnya, rumah seharga Rp 700 juta. Maka, tarif sewa minimal adalah Rp 700 juta x 5% ekuivalen Rp 35 juta per tahun atau Rp 2,91 juta per bulan. Jangan segan memberi diskon harga sewa apabila penyewa mau menyewa sekaligus selama setahun atau lebih.
Selamat menimbang!   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can

Terbaru