Menuju pelaminan berbekal reksadana

Rabu, 02 September 2015 | 15:31 WIB   Reporter: Mimi Silvia
Menuju pelaminan berbekal reksadana


And I'm thinking about how people fall in love mysterious way.  Maybe just a touch of a hand.

Banyak orang mungkin pernah merasakan pertanyaan sama seperti yang dinyanyikan Ed Sheeran dalam lagunya yang berjudul Thinking Out Loud. Pasti ada di antara kita yang pernah bertanya: "Mengapa ya saya jatuh cinta dengan pasangan saya?"

Nenek-kakek kita pernah mencoba menjawab pertanyaan di atas. "Jodoh itu ada di tangan Tuhan," demikian kata-kata bijak jadul tentang mistri cinta.

Nah, bagi yang pernah merasakan misteri cinta semacam itu, pasti pernah, atau akan, berurusan dengan yang namanya pernikahan. Berbeda dengan jatuh cinta yang bentuknya abstrak, pernikahan adalah urusan konkret.

Anda mungkin tidak bisa memberi alasan yang konkret mengapa harus jatuh cinta ke si A. Tapi Anda bisa memberi alasan yang jelas mengapa memilih si A sebagai orang yang akan Anda ajak menikah.

Ada banyak nilai dari, entah itu agama, adat atau logika modern yang bisa Anda gunakan sebagai justifikasi saat mengambil keputusan menikah dengan seseorang.

Begitu keputusan menikah sudah diambil, urusan tidak lantas selesai. Sebagai mahluk sosial, setiap manusia menginginkan pernikahannya diketahui oleh orang lain. Nah, di sini  muncul kebutuhan menggelar acara pernikahan.

Memang, dengan semakin mahalnya berbagai biaya, banyak anak muda yang lebih memilih proses pernikahan sederhana. Cukup menjalankan ritual sesuai agama masing-masing, lantas menggelar resepsi sederhana.

"Saya lihat dalam kondisi saat ini, banyak anak muda yang ingin menikah lebih fokus untuk menyiapkan pembelian rumah dan kendaraan dibanding menghabiskan uang untuk pesta sehari," tutur Risza Bambang, Chairman dari lembaga konsultasi keuangan One Shildt Consulting.

Memang, tidak semua pasangan bisa mengambil keputusan berdua saja. Banyak pasangan di sini yang masih harus mendengar pendapat dari orangtuanya, bahkan keluarga besar, saat mengambil keputusan tentang pernikahan. "Di zaman sekarang, yang menginginkan adanya pesta pernikahan biasanya justru orangtua dari pengantin," tutur Risza.

Pandangan Risza tampaknya tidak keliru. Kebanyakan orangtua di negeri ini menganggap pernikahan baru sah apabila ada resepsi. Sedang sang anak, yang hendak menjalankan kehidupan baru, lebih suka dengan ide yang pragmatis, yaitu pernikahan yang berlangsung simple, agar punya modal yang yang lebih memadai saat memulai rumah tangganya.

Lantas bagaimana, seandainya ide yang dipilih oleh si pasangan berbeda dengan keinginan dari orangtua, maupun keluarga besar calon pengantin? Jalan yang paling realistis tentu berkompromi.

Bagaimana pun, tentu tidak ada calon pengantin yang tidak ingin memulai hidup barunya dengan mengecewakan keluarga, apalagi orangtua dari calon suami atau istrinya.

Seandainya resepsi sudah dimasukkan ke dalam proses pernikahan, tentu si calon pengantin harus membuat persiapan. Agar event bisa berjalan lancar, tentu calon pengantin perlu merancang persiapan untuk pernikahan. Tak terkecuali menyiapkan seluruh uang yang dibutuhkan.

Sebelum sampai ke hitung-hitungan biaya, perencana keuangan Freddy Pielor menyarankan calon mempelai dan keluarganya sudah harus satu suara dalam menentukan alasan menggelar pesta. Merujuk ke nilai-nilai yang umum berlaku, ia menyebut pesta perkawinan seharusnya dilihat sebagai sebuah acara memanjatkan puji syukur mempelai dan keluarga karena kehadiran rumah tangga baru. "Makna pesta yang kedua adalah pemberitahuan kepada khalayak," ujar dia.

Nah, apabila kedua hal tersebut yang menjadi alasan menggelar pesta pernikahan, tentu akan lebih mudah bagi mempelai dan keluarganya dalam merumuskan skala pesta dan besaran biaya.  "Jika ingin mengucap syukur dan mengumumkan, tentu pesta harus disesuaikan dengan kemampuan ekonomi yang ingin menikah," tutur Freddy.

Pesta pernikahan sangat tidak disarankan sebagai ajang pertunjukan kemampuan ekonomi. Motivasi semacam itu tidak layak karena bisa-bisa malah menjerumuskan si calon mempelai dan keluarganya. "Jangan sampai ingin menggelar pesta pernikahan yang begitu mewah, tetapi ujung-ujungnya harus meminjam uang atau malah menjual aset keluarga. Jika ini yang terjadi, sangat menyedihkan," tutur dia.

Tahap menentukan detail tentang pesta: seperti kapan dan di mana akan digelar, termasuk seberapa besar kebutuhan dana, tentu harus melibatkan kedua orang yang akan menikah berikut keluarga masing-masing. Di tahap ini, sudah seharusnya pria dan wanita yang akan menjadi calon suami istri itu bersikap terbuka satu sama lain dalam keuangan.

Namun untuk berjaga-jaga, Freddy menyarankan keterbukaan keuangan tetap dibatasi. Si pria atau wanita sah-sah saja mengungkapkan berapa besar tabungan dan gaji yang ia miliki ke calon pasangannya. Jika orangtua, atau anggota lain dari keluarga besar yang ingin membantu secara finansial, tentu juga harus dikomunikasikan ke calon pasangan.

Keterbukaan itu perlu karena pernikahan sudah seharusnya ditanggung secara merata oleh kedua belah pihak. Atau, bisa juga biaya pernikahan dibagi dengan porsi tertentu, yang tidak sama besar, karena ada ketentuan adat.

Yang pasti, dengan keterbukaan finansial semacam itu, calon pengantin bisa lebih akurat dalam merancang besar kebutuhan dana berikut cara memenuhinya.

Namun selama belum resmi menyandang status suami istri, Freddy menyarankan pasangan menggunakan rekening yang terpisah. Jangan si wanita menyimpan penghasilannya di rekening si teman prianya. Atau, sebaliknya. "Kita kan tidak bisa menebak jalan hidup. Risiko pernikahan tidak jadi tetap ada," ujar Freddy.

 

Simulasi investasi
Saat merancang rencana acara pernikahan, sebaiknya pasangan dan keluarga besar langsung memasukkan pertimbangan financial planning. Ambil contoh dalam penentuan tanggal. Di masa lalu, keluarga calon pengantin biasanya menimbang tanggal pernikahan dengan rumus adat masing-masing. Dengan hitungan tradisional semacam itu, akan ketahuan apakah tanggal ini baik atau buruk untuk menggelar acara pernikahan,

Nah, calon pasangan di masa sekarang sebaiknya menimbang total tabungan dan pendapatannya masing-masing, sekaligus estimasi kebutuhan dana untuk acara pernikahan, saat memutuskan waktu pernikahan.

Inilah inti dari financial planning untuk pernikahan. Ambil contoh, pasangan A dan B sudah sepakat untuk menggelar resepsi yang membutuhkan dana Rp 200 juta.

Nah, dari hasil buka-bukaan dompet calon pengantin, ketahuan total dana yang mereka miliki saat ini sekitar Rp 75 juta. Berarti masih ada kebutuhan dana sebesar Rp 125 juta yang harus harus ditutup.

Sumber dana pertama tentulah penyisihan dari pendapatan masing-masing. Andai si pria memiliki gaji bulanan sebesar Rp 7,5 juta, dan biaya tetapnya berkisar Rp 5 juta. Dus, ia bisa menyisihkan Rp 2,5 juta untuk tabungan pernikahan.

Sedang si wanita punya gaji sekitar Rp 6 juta dengan biaya tetap sekitar Rp 4 juta. Berarti, ada kelebihan Rp 2 juta yang bisa dialokasikan si wanita untuk menutup kebutuhan dana pernikahannya.

Dengan menyimpan Rp 4,5 juta per bulan, maka A dan B memiliki tabungan untuk pernikahan senilai Rp 54 juta. Untuk menutup total kebutuhan dana, berarti A dan B baru bisa menggelar pernikahan mereka dua tahun 4 bulan setelah tanggal perencanaan ditetapkan.

Catatan saja, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan perencanaan keuangan itu tidak mempertimbangkan imbal hasil yang bisa diperoleh serta laju inflasi. Dalam perencanaan  yang sesungguhnya, kedua faktor ini seharusnya turut diperhitungkan calon mempelai.

Simulasi di atas kertas bisa jadi dasar bagi pasangan yang hendak menikah untuk memodifikasi rencana mereka. Item yang diotak-atik tentu disesuaikan dengan situasi masing.

Ambil contoh apabila, dana yang bisa ditabung plus waktu yang tersedia untuk mengumpulkan uang tidak cukup untuk menghasilkan dana yang dibutuhkan, mau tidak mau calon mempelai harus menghitung ulang kebutuhan dana. Telisik satu per satu pos pengeluaran. Jika ada pos yang memungkinkan untuk dipangkas, ya dikurangi nilainya.

Agar pekerjaan ini lebih mudah, Eko Endarto, perencana keuangan dari Finansia Consulting, menyarankan calon pengantin menentukan skala prioritas. "Tentukan apa yang harus didahulukan. Semisal biaya sewa gedung harus diutamakan karena ini akan menentukan berbagai biaya lain, seperti katering, dan terkait dengan jumlah tamu," ujar dia.


Waktu investasi
Setelah urusan merampingkan biaya selesai, calon pengantin bisa melihat sisi potensi income. Untuk menutup kebutuhan dana pernikahan mereka, pasangan harus cermat memilih instrumen yang sesuai dengan kebutuhan dana mereka. Dalam konteks ini, calon pengantin patut menimbang reksadana.

Bagi mereka yang masih awam dengan reksadana, tidak ada salahnya membaca artikel-artikel di halaman sebelum rubrik ini. Selain paham definisi, ada baiknya juga Anda mencerna risiko dan potensi return yang ditawarkan oleh masing-masing reksadana.

Dalam ilmu perencana keuangan, pemilihan instrumen ini tak terlepas dari tujuan investasi serta profil risiko dari calon investor.

Nah, jika tujuan melakukan investasi adalah menggelar acara pernikahan, bisa dipastikan jangka waktu berinvestasi di bawah lima tahun. Bahkan, kebanyakan orang merencanakan pernikahannya dalam satu tahun ke depan.

Untuk profil risiko bisa diidentifikasi dengan menjawab serangkaian pertanyaan yang umum diajukan oleh manajer investasi. Daftar pertanyaan seperti apakah calon investor mau apabila nilai investasinya tergerus.

Berdasarkan tujuan investasi, mereka yang hendak menikah bisa menyortir instrumen apa yang menawarkan potensi imbal hasil yang sesuai dengan kebutuhan dana mereka. Advis keuangan yang biasa diberikan adalah menggunakan reksadana untuk tujuan keuangan yang hendak dicapai dalam waktu lebih dari satu tahun.

Jika tujuan investasi ingin dicapai dalam waktu setahunan, reksadana pasar uang adalah produk yang direkomendasikan. Mereka yang ingin mencapai tujuan investasinya dalam waktu setahun hingga tiga tahun, layak mempertimbangkan reksadana pendapatan tetap.

Bagaimana jika tujuan investasi ingin dicapai dalam waktu tiga tahun hingga lima tahun? Reksadana campuran merupakan produk yang ideal. Adapun untuk tujuan investasi yang akan dicapai dalam waktu lima tahun atau lebih, reksadana saham merupakan instrumen paling cocok.

Nah, dari rule of thumb di atas, calon pengantin yang hendak menikah dalam waktu setahun–dua tahun lagi, kemungkinan besar akan disarankan memilih reksadana pasar uang. Reksadana pendapatan tetap dan reksadana campuran juga bisa menjadi pilihan, asalkan si calon pengantin termasuk orang-orang yang berani menanggung risiko.

Lantas, produk reksadana pasar uang apa yang layak dipilih? Jawaban pertanyaan ini tidak bisa sama untuk semua orang. Memang, ada indikator umum yang bisa digunakan untuk memilih, seperti return di masa lalu, besar nilai dana kelolaan atau biaya yang dikenakan ke investor.

Nah, reksadana yang unggul berdasarkan kriteria-kriteria obyektif yang disusun Infovesta bisa Anda lihat di halaman 32 hingga 39. Namun, apakah calon pengantin boleh memilih reksadana lain di luar reksadana tersebut? Jelas boleh.

Betapa pun, keputusan investasi kerap dipengaruhi oleh selera pribadi investor. Pertimbangan personal itu seperti perasaan kedekatan si calon investor dengan manajer investasi.

Hanya, selera pribadi itu sebaiknya tetap mempertimbangkan perencana keuangan yang sudah disusun. Artinya, apabila ada beberapa reksadana yang menawarkan potensi return yang serupa, serta risiko yang sama, maka selera pribadi bisa  digunakan untuk memilih.

Dalam memilih  wahana investasi, juga tidak boleh melupakan risiko dan berbagai biaya. Apabila si pasangan tidak ingin duit tabungannya berkurang drastis, jangan sekali-kali memilih reksadana campuran ataupun reksadana saham.

Berbagai prosedur, seperti jangka waktu pembayaran reksadana yang dicairkan, maupun besar biaya juga jangan sampai luput dari perhatian.

Yang juga tidak boleh dilupakan oleh pasangan yang bakal menuju pelaminan, ilmu mengatur keuangan tidak boleh dilupakan begitu sudah sah menjadi suami istri. Justru, ilmu keuangan harus jadi pegangan mereka saat mengatur rumah tangga. "Yang penting diatur sebetulnya bukan upacara pernikahannya, tetapi hidup setelah menikah," tutur Eko.

Nah, sudah siap merancang pernikahan?        

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi

Terbaru